Mohon tunggu...
Konstantinus Aman
Konstantinus Aman Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Pewarta suara minor dari kampung.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Kokor Gola" sebagai Sebuah Seni untuk Menata Hidup

21 Januari 2020   21:30 Diperbarui: 22 Januari 2020   07:42 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: (dok. pribadi) Proses kokor gola

Setiap orang terpanggil untuk berkreatif. Berkreatif berarti selalu berhadapan langsung dengan realitas kemudian mengolahnya melalui sebuah proses pencarian yakni dengan belajar atau berpengetahuan. Hal demikian selalu ditempuh hingga mampu menciptakan sebuah pengalaman baru yang berguna bagi kehidupan.

Dengan demikian, dalam praksisnya tidak perlu berpacu dalam realitas yang terlalu sukar dan konpleks melainkan mesti berawal dari hal-hal yang sederhana dan alamiah namun berdaya guna. Salah satu kreativitas yang perlu digali secara mendalam adalah kokor gola (masak gula).

Kokor gola merupakan sebuah kreativitas tradisional dan lazim dilakukan oleh para petani yang bermukim di wilayah pegunungan tropis dengan keadaan alam yang masih asli dan asri.

Secara harafiah, kokor gola (masak gula) adalah proses pembuatan gula merah/batu dengan cara memasak air aren (enau) yang telah ditampung dalam jumlah yang banyak. Pekerjaan ini telah dilakukan sejak nenek moyang dahulu yang kemudian diwariskan kepada para orang tua dan anak muda di pedesaan.

Di tempat saya berasal yakni di Pacar, Manggarai Barat -- Flores -- Nusa Tenggara Timur, kokor gola merupakan sebuah pekerjaan yang masih digeluti oleh para petani. Pasalnya, hampir di setiap hamparan perkebunan milik petani dan di dalam kawasan hutan di sekitarnya banyak ditumbuhi dengan pohon aren. Keadaan demikian dimanfaatkan oleh para petani untuk mengolah pohon aren tersebut melalui pangkal buahnya (yang dalam bahasa setempat biasa dinamakan ndara) untuk memperoleh air aren yang kemudian diolah kembali hingga menghasilkan gula batang yang manis.

Sebatang gula merah yang manis pada dasarnya terbuat dari olahan air aren yang manis dengan cara memasak. Proses pengerjaan untuk mendapatkan air aren tersebut memerlukan pelbagai macam tahap. Tahap-tahap tersebut dilakukan persis sebagaimana yang diwariskan oleh nenek moyang dahulu yang mana dalam bahasa setempat dinamakan pante raping*.

Setelah air aren tertampung banyak dari hasil pante raping tersebut, maka proses selanjutnya adalah memasak air aren tersebut pada sebuah kuali besi yang besar dan di atas tungku api yang besar juga. Pemasakan air aren ini membutuhkan kayu bakar yang banyak dan juga memerlukan waktu berjam-jam untuk menghasilkan gula merah yang keras dalam bentuk batangan. Gula merah tersebut kemudian dimanfaatkan untuk berbagai macama keperluan sehari-hari atau dipasarkan secara langsung dalam pasaran inter-lokal bahkan nasional.

Makna laten dari kokor gola

Selain dinyatakan sebagai sebuah kreativitas yang berdaya guna, kokor gula juga merupakan sebuah tradisi hidup yang diperoleh secara laten. Pertama, kokor gola dimaknai sebagai sebuah tradisi atau sebuah budaya yang bersifat mengikat. Dikatakan demikian, sebab melalui pekerjaan tersebut, para petani menyatu secara holistik dengan alam. Pohon aren merupakan representasi dari keintiman relasi antara alam dan manusia.

Eksistensi dari keduanya sama-sama berorientasi untuk menyempurnakan keseimbangan alam baik manusia (para petani) maupun hutan (pohon aren). Itulah sebabnya, mengapa manusia dan alam sesunguhnya saling bergantung satu sama lain secara erat adalah demi terjaganya keharmonisan. Oleh karena itu, dengan memaknainya sebagai budaya karena sebuah warisan, maka di dalamnya terdapat kaidah atau larangan-larangan yang harus dihayati.

Dua, proses panjang untuk menghasilkan sebatang gula aren yang manis secara intrinsik terkandung nilai-nilai utama kehidupan. Diantaranya, membutuhkan kesabaran, ketenangan dan kemandirian. Orang yang sabar tentunya selalu mengedepankan pertimbangan diri (emosi dan rasio yang saling menyatu) secara mendalam. Keseimbangan antara rasio dan emosi membuat diri tidak mudah menyerah dan putus asa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun