Mohon tunggu...
Amanda Trianita
Amanda Trianita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Agama Islam

Saya merupakan pribadi yang menyukai isu-isu sosial dan pendidikan. Beberapa ide-ide yang saya miliki kerapkali saya tuangkan dalam bentuk tulisan, karena menulis merupakan hobi saya sejak kecil.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hustle Culture: Ketika Kerja Keras Menjadi Lebih dari Sekadar Ambisi

12 Januari 2025   18:25 Diperbarui: 12 Januari 2025   18:40 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah ngga sih merasa kalau hari-hari kamu dipenuhi dengan to-do list yang ngga ada habisnya? Bangun pagi udah buka laptop, mau tidur pun harus menyelesaikan laporan terlebih dahulu. Bahkan, weekend yang seharusnya untuk istirahat, malah kamu gunakan untuk asyik scrolling konten tentang "cara produktif di akhir pekan". Selamat datang di dunia hustle culture, sebuah tren hidup yang bikin kita harus selalu sibuk untuk merasa berarti.

Apa itu hustle culture?

Hustle culture merupakan sebuah standar masyarakat yang menganggap bahwa seseorang hanya bisa mencapai sukses jika benar-benar mendedikasikan hidupnya untuk pekerjaan dan bekerja sekeras-kerasnya hingga menempatkan pekerjaan di atas segalanya. Fenomena ini mengacu pada gaya hidup yang mengagungkan kerja keras, seolah-olah waktu istirahat adalah kemewahan yang tidak bisa dinikmati. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Wayne Oates pada tahun 1971 dalam bukunya yang berjudul "Confessions of a workaholic: The facts about work addiction". Gaya hidup hustle culture ini semakin berkembang di kalangan milenial bahkan gen Z karena dipopulerkan oleh para tokoh dunia, seperti Elon Musk, Jeff Bezos, dan Jack MA. Mereka selalu menekankan jika kamu tidak bekerja keras dalam hidupmu maka, you will never make it. Pokonya you have to keep hustling. Padahal, tidak semua orang memiliki keberuntungan yang sama seperti mereka. Dalam prosesnya akan tetap ada faktor privilege dan keberuntungan. 

Lalu, apa tanda-tanda bahwa kamu adalah individu yang hustling?

  • Selalu memikirkan pekerjaan dan tidak memiliki waktu untuk bersantai
  • Merasa bersalah ketika beristirahat
  • Memiliki target yang tidak realistis
  • Sering mengalami burnout dalam bekerja
  • Tidak pernah puas dengan hasil pekerjaan

Di zaman yang begitu kompetitif ini, produktivitas dijunjung tinggi dan budaya gila kerja cenderung diapresiasi. Keadaan ini semakin diperparah dengan tren memamerkan kesibukan di media sosial yang semakin merajalela di kalangan kawula muda. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Stephen Robbins pada tahun 2019, sebanyak 45% dari para pengguna media sosial gemar mengunggah postingan tentang kesibukan mereka saat lembur, dikejar banyak deadline, target, atau hal lainnya yang semata-mata digunakan untuk menunjukkan bahwa mereka adalah individu yang pekerja keras.

Sebagian besar orang pasti berpikir bahwa huste culture adalah sebuah fenomena yang baik. Memang, kerja keras adalah kunci untuk mencapai banyak hal. Tapi, kalau keterusan, hustle culture justru bisa membawa lebih banyak dampak negatif daripada positif, seperti:

  • Burnout
  • Kehilangan keseimbangan hidup antara pekerjaan, kesehataan, dan hubungan sosial.
  • Kesehatan fisik yang menurun

Kalau kamu merasa mulai terjebak hustle culture, jangan khawatir. Berikut beberapa cara untuk pelan-pelan keluar:

  • Menetapkan target yang realistis

Salah satu tanda orang yang menganut hustle culture adalah membuat target yang terlalu tinggi alias tidak realistis. Memang bukan suatu hal yang salah menjadi pribadi yang ambisius dan punya cita-cita besar. Tapi, kamu juga perlu buat target yang masuk akal dan sesuai sama keinginan serta kondisimu sendiri. Langkah kecil yang terukur dan mudah dicapai itu lebih oke daripada loncatan besar yang ujung-ujungnya nggak kesampaian.

  • Kurangi membandingkan diri

Media sosial tidak selalu menunjukkan realita. Kamu sebaiknya berhenti membanding-bandingkan pencapaianmu dengan orang lain. Mudah bagi kita untuk merasa inferior, merasa terus kurang, dan jadi berpikir harus bekerja lebih agar bisa seperti mereka. Akan tetapi, setiap orang memiliki latar belakang, kemampuan, dan tujuan yang berbeda. Kamu adalah bintang utama dalam film hidupmu sendiri. Jadi, tidak ada faedahnya membanding-bandingkan dirimu dengan orang lain.

  • Meningkatkan self awareness

Dengan memahami diri sendiri, kamu dapat mengenali batas kemampuan, mengetahui apa yang benar-benar penting, dan menghindari jebakan bekerja berlebihan tanpa arah yang jelas. Kerja keras itu penting, tapi ada batasannya. Alih-alih terjebak hustle culture, coba ubah mindset kamu jadi "work smart". Fokus pada kualitas daripada kuantitas, dan jangan lupa untuk menikmati prosesnya dengan tetap memperhatikan kesehatan dan hubungan sosialmu.

Hustling itu merupakan sebuah pilihan bagi semua orang. Terkadang, hal ini bukan hanya tentang kerja keras. It's okay to be who you are right now. Karena definisi kesuksesan setiap orang akan berbeda-beda. Spending more time with your family, being happy, itu juga menjadi bagian dari kesuksesan sebagian besar orang. 

Yuk mulai perlahan-lahan lepas dari tekanan hustle culture. Ingat, kamu bukan mesin. Ngga apa-apa kok untuk berhenti sejenak dan menikmati hidup. Karena pada akhirnya, hidup bukan cuma soal kerja keras, tapi juga soal bagaimana kamu merasa bahagia dan puas dengan diri sendiri.

Hidup bukan hanya tentang seberapa keras kamu bekerja, tapi juga tentang seberapa dalam kamu menikmatinya!. Spend time with ur loved ones, do your hobbies, and enjoy ur life.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun