Mohon tunggu...
Amanda Syafira Iskandar
Amanda Syafira Iskandar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 23107030129

love things related to art and books.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Penyebab Gagal adalah Karena Malas?

18 April 2024   01:38 Diperbarui: 4 Juni 2024   20:40 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era kapitalisme, di mana semua hal serba dikendalikan, dan takaran sukses atau tidaknya seseorang diukur melalui tolak ukur seberapa banyak aset yang kamu punya. Aset yang artinya tidak melulu soal uang / harta, namun dapat juga berarti sebagai aset intelegensi, manner, fashion dan dalam ragam lainnya. 

Dalam sistem kapitalisme sendiri, banyak masalah yang dapat terjadi, salah satu hal yang dapat terjadi dari banyaknya masalah tersebut adalah kesenjangan ekonomi. 

Kesenjangan ekonomi yang rantainya berputar dalam lingkaran bahwasanya lebih banyak orang miskin daripada orang kaya, dan orang kaya yang selalu lebih mendapatkan kebebasan kedalam banyak akses daripada orang miskin. 

Sedangkan, pada realitanya orang miskin kerap mengalami kesusahan mendapat akses karena mengalami permasalahan untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan pokok.

Ada pepatah yang bunyi nya "orang kaya akan selalu diuntungkan daripada orang miskin". Pepatah ini nyata adanya karena bukan rahasia umum lagi bahwa orang kaya memiliki power yang jauh amat lebih kuat dari pada orang miskin.

Kondisi yang tidak pernah berpihak di kehidupan orang miskin pun pada ahirnya menciptakan masalah baru bagi orang miskin yang disebut sebagai Mental Pasrah. 

Mental pasrah ada ketika seseorang sudah terlalu lama berada di fase terlalu sering gagal, terlalu sering kalah karena hal-hal yang ada di luar kendali mereka. 

Fenomena ini disebut oleh ilmuwan psikologi sebagai Learned Helplessness. Learned helplessness adalah ketika seseorang belajar untuk tidak melakukan apa-apa karena merasa tidak punya kendali atas atas masalah yang sedang dihadapi.

Seseorang yang memiliki mental pasrah dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

1.    Self-esteem Rendah. 

Self esteem rendah berarti harga diri yang rendah adalah kondisi ketika seseorang merasa tidak mampu untuk melakukan sesuatu dengan yakin dan benar.
2. Mudah Frustasi. 

Akibat terlalu sering mengalami kejadian buruk di luar kendali, akhirnya seseorang mencapai   level toleransi frustasi yang cukup rendah.

3. Terlalu Pasif. 

Hal ini kerap ditandai dengan menghindari tugas- tugas yang susah serta memberikan effort yang sangat amat minimal ketika  melakukan pekerjaan.

4. Mudah Menyerah. 

Ketika dipertemukan dengan hambaran atau tantangan, cenderung untuk lebih cepat menyerah dan tidak mau berusaha.

Salah satu cara dan coping mekanisme yang dapat dilakukan seseorang di era kapitalisme agar senantiasa terhindar dan dapat survive di kehidupan sehari-hari adalah dengan memiliki "literasi finansial" Literasi finansial dapat dilakukan dari bagaimana seseorang budgeting, berhemat, menabung, investasi.

Tanpa adanya literasi finansial yang baik maka seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengatur aset dan uang yang dimiliki. Ketika seseorang memiliki dan bijak dalam ber literasi finansial, presentasi taraf kehidupan seseorang pun akan lebih terjamin. Dengan taraf kehidupan yang lebih terjamin tentunya akan semakin menjaga seseorang untuk terhindar dari lingkaran kemiskinan.

5. Pentingnya Pendidikan dan Kesempatan yang Adil

Pendidikan dan kesempatan yang adil sangat penting untuk memecahkan lingkaran kemiskinan di tengah tantangan yang dihadapi orang miskin selama era kapitalisme. Pendidikan yang baik dapat membantu orang memperbaiki kehidupan mereka dengan memberi mereka pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk bersaing di pasar kerja yang kompetitif. Namun, akses terhadap pendidikan tinggi tidak selalu merata di seluruh lapisan masyarakat. Banyak orang miskin yang menghadapi kesulitan karena biaya pendidikan yang tinggi atau tidak memiliki akses ke lembaga pendidikan yang berkualitas tinggi. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan aksesibilitas pendidikan dan kualitasnya agar orang miskin dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk sukses dalam kehidupan.

Selain itu, penting untuk membuat lingkungan yang mendukung orang miskin untuk berhasil. Ini mencakup kebijakan yang mendukung pengentasan kemiskinan, akses yang lebih luas ke perumahan dan layanan kesehatan, peluang untuk mendapatkan modal usaha dan dukungan untuk wirausaha. Kita dapat membantu orang miskin melampaui hambatan dan mencapai potensi penuh mereka dengan membuat lingkungan yang mendukung mereka.

Pendidikan yang baik dan kesempatan yang adil adalah kunci untuk mengatasi kesenjangan ekonomi dan membantu orang miskin keluar dari lingkaran kemiskinan. Dengan memberikan akses yang lebih luas ke pendidikan dan kesempatan yang adil, kita dapat membangun masyarakat yang lebih adil dan inklusif bagi semua orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun