Mohon tunggu...
Amanda Syafira Iskandar
Amanda Syafira Iskandar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 23107030129

love things related to art and books.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Cara Ampuh Terbebas dari Perasaan FOMO dan Lebih Berfokus ke Diri Sendiri

17 April 2024   13:38 Diperbarui: 4 Juni 2024   20:29 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gen Z tentunya sudah tidak asing lagi dengan kata "FOMO" atau yang secara sederhana bermakna Fear Of Missing Out.  FOMO adalah konsep ketika seseorang merasa takut untuk tertinggal suatu hal baru, atau tidak update. FOMO ternyata dapat berasal dari hal yang terkecil hingga hal-hal terbesar dari setiap momen di dalam lini hidup seseorang. Mengetahui FOMO dan cara menghadapinya dengan baik adalah langkah terbaik yang harus dilakukan seseorang, karena hidup akan terasa bebas jika kita belajar untuk tidak terlalu FOMO.


Siapa sangka, ternyata dapat timbul perasaan bahagia ketika seseorang sedang missing out atau tertinggal dari suatu hal baru. Hal ini kerap dikenal sebagai JOMO atau Joy Of Missing Out.  Ternyata JOMO dapat membuat kita lebih fokus kepada hal-hal penting di dalam diri kita dan ketika seseorang telah mengimpelementasikan JOMO, maka  faktor eksternal apapun tidak akan berpengaruh pada kebahagiaan diri seseorang.

Lantas, apa saja langkah yang dapat diterapkan untuk meminimalisir FOMO atau perasaan takut akan ketertinggalan hal baru?

1. Kenali dulu FOMO yang kamu miliki dan cari tau dari mana sumbernya.


Dengan mengenal asal muasal mengapa kita dapat menjadi FOMO, kita dapat mengetahui mengapa diri kita dapat  terpacu atau ke-trigger dengan beberapa perasaan yang pada ahirnya mengantarkan kita untuk berekasi ketakutan akan sebuah ketertinggalan. Pada dasarnya hal ini ada kaitannya dengan pengalaman-pengalaman di masa lalu. Dengan mengulik lebih dalam peristiwa di masa lalu dan menarik benang merah dari hal tersebut,  maka akar permaslagan dari hal ini akan lebih jelas. Pada ahirnya ketika kita dapat mengidentifikasi akar permasalagannya, maka kita dapat mengetahui perasaan apa yang akan timbul. Dan begitu pula sebaliknya, apabila kita tidak pernah menelusuri perasaan tersebut, maka kita tidak tau apa yang menyebabkannya.

2. Berani berkata tidak


Mengingat kembali konsep Joy Of Missing Out, dalam diri seseoramg sejatinya harus mulai merangkul dan berani untuk mengatakan tidak pada suatu hal. Dari keberanian untuk mengatakan tidak, maka disanalah kita akan mulai merasakan kebahagiaan karena suatu hal pada ahirnya tidak berdasarkan paksaan atau kecaman. Contoh dari hal ini ialah ketika kita diajak pergi atau hangout oleh teman-teman kita kesebuah kafe baru, namun pada saat yang bersamaan, kamu ingat bahwa kamu memiliki target menabung lebih ekstra di bulan itu guna membeli suatu hal yang diinginkan. Oleh karena hal tersebut, kamu memberanikan diri menolak ajakan temanmu untuk ke kafe, meskipun kamu jarang menolak ajakan temanmu. Dengan dapat menolak karena alasan yang logis dan kuat, hal ini ternyata dapat memberikan kebabasan mental, energi, biaya, dan beban hidup yang dapat dialokasikan ke hal-hal yang lebih bermakna. Ketika seseorang lebih memanifestasi waktu dan energinya kepada hal-hal yang diminati seperti menyelami hobi atau keahlian, hal ini dapat meningkatkan standar kehidupan kita, yang pada ahirnya akan meningkatkan tarif kebahagiaan, keproduktifan, dan performa  kebaikan pada diri seseorang akan semakin meningkat.

Lalu, bagaimana langkah awal yang dapat kita lakukan untuk memulai menormalisir JOMO dan menjauhkan diri dari FOMO?
Pertama dan paling pasti, teman-teman dapat menerapkan kebiasaan untuk menghapus beberapa platform sosial media atau memberikan limit waktu bermain di sosial media. Hal ini cukup ampun karena memberikan waktu untuk lebih berfokus pada pengembangan diri dan lebih banyak mengurangi persoalan kebaharuan duniawi. Dengan lebih banyak cara menerapkan pembuatan keputusan yang mengarah kepada tujuan kita, nyatanya dapat memperkuat konsep diri, serta kedepannya menjadi aset berharga karena terbiasa mengambil keputusan secara efektif.

3. Cari cara untuk menyelaraskan penggunaan teknologi dan media sosial.


Karena teknologi dan media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan modern kita, penting untuk menemukan keseimbangan yang tepat dalam penggunaan teknologi. Cobalah untuk mengatur waktu khusus untuk memeriksa media sosial di pagi hari atau sebelum tidur, dan sisihkan waktu untuk berinteraksi langsung dengan orang lain, mengejar hobi, atau melakukan aktivitas di luar rumah, daripada menghabiskan waktu berjam-jam di media sosial. Dengan melakukan ini, kita dapat mengurangi tekanan untuk tetap terhubung secara digital dan lebih fokus pada pengalaman nyata yang membuat kita bahagia dan memperkaya hidup kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun