Mohon tunggu...
Amanda Saraswati
Amanda Saraswati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Airlangga

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Money Politics : Induk dari Korupsi

7 Desember 2024   20:44 Diperbarui: 7 Desember 2024   21:05 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu merupakan proses politik yang sangat penting dan krusial dalam negara dengan sistem demokrasi, Indonesia merupakan salah satunya. Setiap 5 tahun sekali, Indonesia akan menyelenggarakan Pemilihan Umum, dan Pemilu ke-8 diselenggarakan pada tahun 2024. Selain diselenggarakannya Pemilu di tahun ini, kita pun juga menyelenggarakan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah). Tentunya partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam proses politik ini agar pemimpin dalam pemerintahan berikutnya sesuai dengan aspirasi dari masyarakat itu sendiri.

Namun, dalam setiap negara yang menganut sistem demokrasi, tidak jarang terdapat kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh partai politik atau kandidat dalam pemilihan yang diselenggarakan dalam tahun tersebut. Kecurangan-kecurangan ini dapat merusak integritas Pemilu bahkan melemahkan sistem demokrasi di negara kita. Salah satu upaya yang mereka lakukan untuk memperoleh suara masyarakat adalah melalui money politics atau politik uang. Mirisnya, politik uang merupakan salah satu penyebab utama dari maraknya tindakan korupsi dalam pemerintahan Indonesia. Koruptor ini menganggap bahwa korupsi adalah cara mereka untuk mengembalikan modal yang mereka keluarkan saat melakukan politik uang.

Berdasarkan laman resmi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), politik uang (money politics) adalah sebuah upaya memengaruhi pilihan pemilih (voters) atau penyelenggara pemilu dengan imbalan materi atau yang lainnya. Hal ini merupakan salah satu bentuk suap yang diberikan oleh partai politik atau kandidat dalam pemilihan tersebut kepada masyarakat. Money politics merupakan hal yang kerap terjadi dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, bahkan hal ini dianggap menjadi sebuah tindakan yang diwajarkan masyarakat. 

Lembaga survei Indikator Politik Indonesia menemukan bahwa jumlah masyarakat yang menganggap politik uang tidak wajar menurun. Artinya, masyarakat telah menganggap bahwa politik uang adalah suatu hal yang wajar terjadi. "Yang mengatakan politik uang tidak wajar dilakukan oleh calon anggota legislatif (caleg), tim sukses (timses), dan lainnya di 2019 (sebesar) 67 persen sekarang tinggal 49,6 persen," ujar Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia. Selain itu, jumlah pemilih yang menolak politik uang menurun. Pada Pemilu 2019, 9,8 persen pemilih menyatakan menolak politik uang. Sedangkan pada Pemilu 2024, hanya 8 persen. Survei ini dilakukan pada 14 Februari 2024 di 3 ribu tempat pemungutan suara (TPS). Sebanyak 2.975 responden yang dipilih dengan stratified two stage random sampling. Wawancara responden dilakukan dengan tatap muka. Margin of eror sekitar 1,8 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

Mengapa money politics dapat terjadi? Jika disimpulkan, terdapat 3 faktor yang menjadi penyebab money politics ini terjadi : 

 1. Faktor hukum dan penegak hukum

Walaupun sudah terdapat UU yang membahas mengenai politik uang, belum jelas apakah barang-barang yang diberikan dengan tujuan menyuap seperti sembako dapat dimasukan dalam kategori politik uang. Selain itu kurangnya pengawasan dan ketegasan dalam proses Pemilu ini mengakibatkan politik uang terus berulang setiap kali terdapat pemilihan. 

2. Faktor masyarakat

Mayarakat kita masih kurang edukasi dalam memahami bahwa partisipasi politik harus dilaksanakan dengan serius dan penuh pertimbangan. Hal ini juga mengakibatkan masyarakat menerima politik uang karena kurangnya pemahaman tersebut. Selain itu, kemiskinan pada masyarakat juga meningkatkan kecenderungan menerima politik uang. 

3. Faktor budaya

Terdapat sebuah budaya dimana pemberian uang atau bantuan dianggap wajar sebagai bentuk "balas jasa" atau dukungan timbal balik. Selain itu terdapat budaya politik negatif yang terus saja diwajarkan seperti tidak adanya budaya malu, rendahnya moralitas pemberi dan penerima, tidak amanah, tidak jujur, dan sebagainya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun