Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia merupakan penyakit gangguan kejiwaan yang secara general disebabkan karena kerusakan pada pikiran, persepsi, emosional, pergerakan dan tingkah laku seseorang yang menyimpang (Vedebeck, 2020). Pada tahun 2016, World Health Organization (WHO) menunjukkan 21 juta orang pengidap penyakit skizofrenia.
Skizofrenia dapat dikatakan sebagai suatu sindrom heterogen yang tidak teratur dan gangguan berbagai tingkah laku aneh, delusi, halusinasi, emosional yang tidak wajar dan gangguan fungsi utama psikososial (Ikawati, 2014).
Ada pula menurut (Rhoad, 2011), skizofrenia adalah istilah bagi golongan psikosis dengan macam-macam gangguan kepribadian dan juga pergeseran yang khas, seperti pola pikir, emosional, dan keterkaitannya dengan lingkungan yang meliputi farmakologi dan toksikologi.Â
Reaksi psikosis ini memberikan pengaruh terhadap fungsi individu yang mencakup pola pikir, cara melakukan komunikasi, merasakan dan mengekspresikan emosi, kondisi otak yang mengalami gangguan ditandai dengan pikiran yang kacau, delusi, halusinasi, dan tingkah laku yang aneh.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa skizofrenia merupakan penyakit gangguan kejiwaan mental yang memberikan pengaruh terhadap pola pikir individu, emosional, dan tingkah laku individu, yang mana secara komprehensif dapat mengganggu aktivitas dalam kehidupan sehari-hari.
Penyebab Skizofrenia
Penyebab skizofrenia memang belum diketahui dengan pasti namun dari beberapa penelitian dan ahli terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab skizofrenia, seperti genetika karena adanya faktor keturunan, adanya kelainan pada otak yang mencakup struktur otak yang tidak sama dengan keadaan normal sehingga terjadi perkembangan otak yang berbeda, jumlah zat kimia yang terdapat pada otak tidak seimbang, komplikasi kehamilan dan pada saat melahirkan, serta adanya tekanan kehidupan yang membuat seseorang menjadi stres berat.
Gejala Skizofrenia
Dilansir dari alodokter.com, gejala skizofrenia terbagi menjadi dua, yakni:Â
1. Gejala PositifÂ
a. Halusinasi, dapat berupa timbulnya perasaan sedang mengalami suatu hal padahal semu, biasanya berbentuk bayangan atau mendengar suara tertentu.
b. Delusi, dapat berupa merasa sedang diawasi atau diikuti oleh seseorang.
c. Kekacauan dalam berpikir, ditandai dengan susah fokus meskipun melakukan kegiatan yang sederhana, sulit untuk mengingat sesuatu dan melakukan komunikasi.
d. Kekacauan dalam berperilaku, ditandai dengan tingkah laku motorik yang sporadis dan gerak tubuh yang susah untuk diprediksi, seperti bisa berteriak dengan tiba-tiba atau marah yang tidak disertai dengan alasan.Â
2. Gejala Negatif
a. Reaksi emosional yang aneh, seperti mimik wajah dan cara bicara yang tidak selaras dengan kondisi.
b. Sukar merasa bahagia dan kepuasan.Â
c. Keinginan untuk melakukan sosialisasi menurun dan lebih menyendiri.
d. Hilangnya minat dan dorongan di kegiatan-kegiatan tertentu.
e. Pola tidur yang berubah dan tidak peduli dengan penampilan.
Terapi Virtual Reality Bagi Pengidap Skizofrenia
Perkembangan teknologi yang semakin pesat mendorong proses penyembuhan penyakit pun semakin canggih, seperti penggunaan Virtual Reality (VR) untuk pengidap skizofrenia. Virtual Reality merupakan alat modern yang berfungsi sebagai sarana yang dapat menghibur anak (AlNerabieah et al., 2020). Penggunaan Virtual Reality juga dapat digunakan sebagai teknik dalam mengalihkan perhatian seseorang yang menggunakan teknologi dinilai lebih efektif daripada pemakaian tablet komputer (İnangil et al., 2020; Özsoy & Ulus, 2022).
Cara kerja Virtual Reality ini adalah dengan cara mengalihkan perhatian seseorang dengan alat tertentu yang berbentuk kacamata untuk melihat gambar virtual dan headset yang digunakan untuk mendengarkan suara yang terdapat dalam gambar virtual tersebut lewat komputer. Penggunaan Virtual Reality memberikan daya tarik yang cukup besar, di mana perhatian pengidap skizofrenia mampu dialihkan dari dunia nyata, sehingga kecemasan yang dialami oleh pengidap penyakit tersebut dapat ditoleransi (Dehghan et al., 2019).
Dengan Virtual Reality seseorang dapat merasakan proses pembelajaran yang lebih aktif, di mana mereka berada di dalam dunia maya yang seperti kenyataan dan dapat melakukan interaksi dengan objek serta melakukan berbagai tindakan di dalam dunia maya tersebut. Teknologi Virtual Reality bisa diakses melalui berbagai perangkat, termasuk layar komputer dan perangkat seluler, dengan pengalaman Virtual Reality yang paling imersif dihasilkan melalui penggunaan headset atau tampilan yang dikaitkan di kepala (Valmaggia et al., 2015).
Menurut penelitian (Buyuk et al., 2021), penggunaan Virtual Reality (VR) mempunyai kemampuan untuk mengalihkan perhatian pengguna secara eksklusif pada pengalaman visual virtual, potensialnya menciptakan isolasi visual yang dapat meningkatkan fokus pengguna terhadap gambaran virtual tersebut. Penggunaan Virtual Reality ini juga dapat mengurangi tingkat kecemasan dan ketakutan karena menggunakan lebih dari satu indera, seperti indera yang digunakan untuk melihat dan mendengar karena Virtual Reality membuat lebih memikat perhatian daripada teknik pengalihan perhatian yang menggunakan satu indera.Â
Contohnya mendengarkan lagu hanya menggunakan indera pendengaran, atau melihat buku yang terdapat gambar di dalamnya hanya menggunakan indera penglihatan (Kaya & Özlü, 2023). Melalui kemampuannya untuk menciptakan sensasi seakan-akan memasuki dunia maya, sehingga Virtual Reality berpotensi besar untuk mengurangi rasa cemas dan takut pada anak (Hsu et al., 2022).Â
Dalam hal ini Virtual Reality juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana dalam memberikan bantuan pengelolaan stress dan meningkatkan relaksasi bagi pengidap skizofrenia, yang mana dalam Virtual Reality ini juga memberikan pengalaman relaksasi, seperti meditasi virtual atau pengalaman berada di lingkungan alam yang tenang yang bisa memberikan ketenangan tersendiri sehingga tingkat kecemasan dan stress berat yang dirasakan oleh pengidap skizofrenia dapat mengalami penurunan.
Manfaat lain dari Virtual Reality dalam membantu pengidap skizofrenia yang mengalami kesusahan dalam melakukan imajinasi atau menggambarkan sebuah visualisasi karena pengidap skizofrenia dapat masuk ke dalam rekayasa suatu keadaan yang sulit dan dilakukan pelatihan untuk merespons keadaan tersebut sesuai dengan pemahaman dari gangguan yang mereka alami. Selain itu, simulasi ini juga dapat dilakukan evaluasi dan diputar kembali hingga mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu keunggulan utama dari penggunaan Virtual Reality adalah individu menyadari bahwa dunia virtual tidak bersifat nyata, tetapi pikiran dan tubuh mereka merespons seakan-akan itu suatu keadaan yang nyata.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa Virtual Reality berfungsi sebagai cara efektif guna melatih kemampuan sosial bagi pengidap skizofrenia karena pada saat mereka menciptakan dunia maya yang mempunyai kemiripan dengan kehidupan nyata memungkinkan mereka untuk mengimplementasikan kemampuan mereka di dimensi yang lain. Ketika pengidap skizofrenia menggunakan Virtual Reality, mereka bisa melatih kemampuan komunikasi karena melakukan interaksi dengan animasi yang ada di dunia virtual tersebut. Oleh karena itu, tingkah laku pengidap skizofrenia dalam Virtual Reality mampu membuka kesempatan untuk memulihkan kondisi mereka, yang mana kemampuan sosial dan kognitif yang dimiliki oleh pengidap skizofrenia akan menguat sehingga gejalanya pun dapat menurun (Keller et al, 2017).
Tidak hanya pengidap skizofrenia saja, tetapi Virtual Reality juga berguna dalam meningkatkan pemahaman kepada seseorang mengenai skizofrenia dan bagaimana pengelolaannya karena rekayasa dan cerita interaktif yang dihadirkan dalam Virtual Reality bisa memberikan pembelajaran bagi seseorang mengenai bagaimana kondisi atau keadaan yang sedang mereka alami, bagaimana cara-cara dalam melakukan pengelolaan gejalanya dan mendapatkan motivasi.
Namun dalam melakukan terapi menggunakan Virtual Reality bagi pengidap skizofrenia tentunya harus dilakukan pengawasan oleh pihak profesional kesehatan mental yang sudah ahli dan terintegrasi sebagai bagian dari rencana perawatan yang komprehensif. Walaupun Virtual Reality ini menawarkan banyak manfaat, tetapi juga diperlukan untuk mempertimbangkan kebutuhan dan preferensi individu serta potensi risiko yang berhubungan dengan penggunaan teknologi modern ini. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H