Penulis: Amanda Naura Putri Sumarwanto, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia
Pariwisata didefinisakan melalui Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 sebagai segala aktivitas wisata yang didukung oleh fasilitas dan layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Pariwisata bukan hanya sekadar perjalanan rekreasi, tapi juga kegiatan yang melibatkan berbagai sektor dan banyak pihak. Tumbuhnya pariwisata di Indonesia memang membuka peluang yang besar bagi sektor-sektor yang bersangkutan. Namun, tingginya pariwisata di Indonesia tidak selalu berdampak baik. Kepopuleran objek wisata Indonesia yang sebagian besar memanfaatkan alamnya cepat atau lambat akan memengaruhi kelestariannya. Kerusakan ekosistem yang terjadi pada objek wisata tersebut sebagian besarnya merupakan akibat dari overtourism. Skift, surat kabar daring Amerika, mendefinisikan overtourism sebagai dampak yang buruk bagi objek pariwisata yang memengaruhi kualitas hidup warga lokal dan pengalaman para turis.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan lonjakan yang cukup tinggi terhadap jumlah turis mancanegara yang berkunjung ke Indonesia. Pada 2021, jumlah wisatawan asing hanya berjumlah 1,55 juta orang. Angka tersebut terbilang cukup rendah karena kebijakan pembatasan yang diterapkan oleh sebagian besar negara di dunia akibat pandemi Covid-19. Namun, pada tahun 2022, sektor pariwisata mulai pulih kembali. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencapai angka 5,88 juta orang. Hal ini dipicu oleh pemulihan ekonomi negara Indonesia dengan pencabutan pembatasan terhadap turis mancanegara. Konferensi Internasional seperti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 2022 juga menjadi faktor penting dalam penigkatan jumlah turis mancanegara di Indonesia. Lonjakan yang paling tinggi terjadi di tahun 2023 yang mencapai 11,67 juta turis dari seluruh negara. Angka tersebut sangat besar jika dibandingkan dengan jumlah turis tahun 2021.
Melihat perkembangan pariwisata yang sangat besar, pemerintah memanfaatkan momentum dengan menerbitkan kebijakan tourism tax (pajak pariwisata) sebaga salah satu sumber pendapatan perpajakan negara. Menurut Collins Dictionary, tourism tax merupakan pajak yang dipungut kepada wisatawan dan bertujuan untuk mengurangi keramaian pada destinasi wisata yang populer. Penerapan tourism tax merupakan salah satu upaya untuk mengatasi dan memanfaatkan dampak buruk dari pariwisata di Indonesia.
Penerapan Tourism Tax di Indonesia
Tourism tax merupakan salah satu jenis pajak yang tidak dipungut oleh pemerintah pusat, tapi jenis pajak ini merupakan pajak dikelola langsung oleh pemerintah daerah. Tujuannya adalah untuk lebih memfokuskan aliran pendapatan perpajakan pada kegiatan ekonomi di tingkat daerah. Kebijakan tourism tax dapat dilihat salah satu penerapnnya di Bali yang mulai diberlakukan pada 14 Februari 2024. Pajak tersbut disebut dengan nama Bali Levy. Penerapan pajak pariwisata di Bali diatur dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 18 Tahun 2023 yang merupakan turunan dari Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pajak Pariwisata. Tarif yang harus dibayar oleh setiap wisatawan asing yang berkunjung ke Bali adalah Rp150.000 per satu orang.
Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjokorda Bagus Pemayun, menyatakan bahwa dana yang terkumpul dari tourism tax yang diterapkan di Bali mencapai Rp211,8 miliar per September 2024. Aliran dana yang langsung masuk ke pemerintahan daerah akan memudahkan mereka untuk mengatur pemakaian keuangan dan memaksimalkan pengelolaan tempat wisata di Bali. Dana yang berasal dari pajak pariwisata di Bali akan dikelola untuk pembangunan dan perlindungan budaya, adat istiadat, dan kearifan lokal di Pulau Bali. Selain itu, uang yang disetorkan oleh wisatawan mancanegara akan dipakai untuk mengelola kebersihan tempat wisata.
Transformasi Pembangunan Indonesia
Perpajakan merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting, terutama perannya dalam pembangunan negara. Pajak memiliki empat fungsi, yaitu budgetair, regulerend, stabilitas, dan redistribusi. Budgetair merupakan fungsi pajak untuk membiayai semua pengeluaran negara. Regulerend merupakan fungsi pajak sebagai aturan atau kebijakan terhadap pertumbuhan ekonomi. Stabilitas adalah fungsi pajak yang berhubungan dengan pengendalian inflasi. Sedangkan, redistribusi adalah fungsi pajak sebagai alat untuk membiayai kepentingan umum serta mengurangi ketimpangan ekonomi dan sosial. Tourism tax sendiri menonjolkan dua fungsi pajak, yaitu budgetair dan redistribusi.
1. Fungsi Budgetair
Fungsi budgetair dalam tourism tax memiliki peran yang sangat penting sebagai sumber pendapatan daerah. Tourism tax merupakan jenis pajak yang fokus pada sektor pariwisata di daerah yang menerapkan sehingga pengelolaannya menjadi lebih optimal. Jenis pajak ini memastikan keberlanjutan pembangunan dengan membiayai infrastruktur yang mendukung kemudahan akses di daerah pariwisata. Selain itu, uang yang dihasilkan dari tourism tax juga digunakan untuk pengelolaan dan pelestarian tempat wisata, seperti yang diterpakn di Bali sehingga memperkuat daya tariknya.
2. Fungsi Redistribusi
Fungsi redistribusi mencakup transformasi sumber daya manusia yang lebih profesional. Uang yang diperoleh dari pajak ini dapat dialokasikan untuk melaksanakan program pelatihan keterampilan bagi tenaga kerja di sektor pariwisata. Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang lebih trampil dapat menciptakan hubungan timbal balik yang positif, sehingga sektor pariwisata di daerah tersebut akan semakin berkembang. Dalam hal ini, kelembagaan memiliki peran yang penting. Terjalinnya kerja sama antara pemerintah dan lembaga swasta, sebagai wadah melatih tenaga profesional, dapat memastikan pelatihan yang optimal.
Tantangan Tourism Tax di Indonesia
Tantangan dalam penerapam tourism tax di Indonesia tidak dapat dihiraukan. Hal ini merupakan penghambat dari berkembangnya sektor pariwisata di Indonesia. Beberapa tantangan yang dihadapi antara lain;
1. Keterbatasan Kapasitas Pemerintah Daerah
Keterbatasan kapasitas merupakan hal yang pasti ada. Tidak jarang keterbatasan yang dimiliki pemerintah daerah menjadi tantangan utama dalam pelaksanaan sebuah kebijakan. Keterbatasan tersebut mencakup kurangnya sumber daya manusia, infrastruktur, dan teknologi. Tata kelola memainkan peran yang sangat penting dalam hal ini. Keterbatasan-keterbatasan yang ada dapat diminimalisir dengan pengelolaan menggunakan sistem pengelolaan yang baik. Jika sistem yang dimiliki untuk mendukung penerapan kebijakan ini belum cukup memadai, pemerintah daerah akan semakin kesulitan dalam memaksimalkan pengelolaan tourism tax.
2. Berkurangnya Daya Saing Tempat Wisata
Pemerinta harus berhati-hati dalam menentukan tarif yang akan dipungut dalam tourism tax ini. Tarif yang terlalu tinggi dikhawatirkan dapat mengurangi minat para wisatawan untuk datang ke daerah tersebut. Hal ini disebabkan oleh biaya liburan yang bertambah mahal sehingga daya tarik destinasi wisata tersebut akan berkurang. Jika hal ini terjadi, daya saing tempat wisata di Indonesia akan semkain menurun. Ketenaran tempat wisata di Indonesia akan berkurang, yang pada akhirnya berisiko megurangi jumlah kunjungan wisatawan.
Kesimpulan
Penerapan tourism tax di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mendukung pembangunan dan pelestarian daerah tempat wisata melalui pendapatan pajak yang dihasilkan. Apalagi minat wisatawan asing yang tinggi terhadap destinasi wisata di Indonesia menambahkan persentase keberhasilannya. Namun, potensi yang besar bukan berarti tidak memiliki tantangan. Keterbatasan kapasitas pemerintah daerah, sistem yang belum memadai, dan penerapan tarif yang terlalu tinggi dapat mengurangi daya saing tempat wisata.
Pemerintah harus memastikan penerapan kebijakan tourism tax ini dilakukan secara hati-hati. Pemerintah daerah harus diberikan pelatihan dan fasilitas yang memadai agar dapat mengelola pendapatan pajak dengan sistem yang baik. Penguatan teknologi informasi juga sangat diperlukan agar pemerintah daerah memiliki informasi yang cukup untuk mendukung pengambilan keputusan berdasarkan data yang akurat. Teknologi informasi juga berguna untuk membantu pemerintah untuk membuat sistem yang memadai untuk melakukan pemungutan, pelaporan, dan distribusi pendapatan pajak secara transparan dan akuntabel. Oleh karena itu, tourism tax dapat dikatakan efektif jika dikelola dengan baik dan efisien.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H