Mohon tunggu...
Amanda Nasution
Amanda Nasution Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer bloger
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

https://www.linkedin.com/mwlite/me

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Panic Buying, Perlukah?

2 Mei 2020   16:12 Diperbarui: 2 Mei 2020   16:06 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Assalamu'alaikum, Readers.

Sekedar sharing nih. Tentang panic buying atau belanja dalam jumlah banyak karena khawatir karena satu kondisi.

Kayaknya fonomena belanja model gini lumayan sering terjadi di masyarakat kita ya. Alasannya banyak banget, mulai dari menjelang hari besar keagamaan, menjelang bulan puasa  dan yang paling baru terjadi  adalah saat pemerintah mengungumkan ditemukannya pasien Covid-19 pada bulan Maret lalu.

Sebenarnya, perlukah belanja berlebihan kayak gitu? Terus berdampak ga sih terhadapa harga barang, terutama pangan?

Aku coba ya buat bahas kondisi yang dalam bahasa kerennya disebut panic buying.

Terutama menjelang Ramadhan dan menjelang hari raya keagamaan, selalu terjadi deh masyarakat belanja dalam jumlah luar  biasa banyak. Terutama untuk bahan pangan. Kesannya kayak ga ada hari esok gitu, dan semua pasti termakan abis. Padahal, pada kenyataannya ga sedikit makanan yang dibuat dan disajikan berakhir dengan dibuang karena ga kemakan dan busuk. Akhirnya mubazir loh ya. Kondisi ini selalu terulang setiap tahunnya. Sayang aja sih jatohnya. Masih banyak orang diluar sana yang kekurangan bahan makanan, sementara kita buang-buang makanan.

Apakah akan berdampak terhadap kesediaan pangan dan kestabilan harga?

Banget lah ya, Gaes.

Pedagang tau banget kondisi kayak gini, langusung aja menaikkan harga semaunya. Ga semua pedagang sih, masih ada kok pedagang yang punya hati, yang berjualan dengan harga normal, ga aji mumpung. Tapi hukum ekonominya kan gitu ya, "deman permintaan naik, suplai tetap, harga naik.. Kalau sudah harga naik, kita juga yang ngeluh. "Duh harga naik, THR ga berasa jadinya." Lupa kalau salah satu penyebab harga pangan naik ya, kita sendiri yang belanja berlebihan.

Padahal Gaes, kalau mau mencoba biasa aja nih. Tetap belanja dengan jumlah normal, ga bakal tuh barang-barang naik harganya. Dan kita bisa kok kalkulasi pengeluran kita. Misalnya nih, kalo belanja normal perhari untuk ber 4, butuh ayam 8 potong. Karena lebaran, sapa tau ada tamu yang mau makan dirumah, ya kita lebihin jadi 1 sampai 1,5 ekor ayam. Dan ini kita bisa kita kira-kira kok kemungkinan orabeng akan bersilaturahmi ke rumah kita. Kalau tahun lalu yang datang 10 orang, kemungkinan tahun ini sama atau nambah. Bisa kok kita hitung. Bukan mau pelit, tapi cerdas aja dalam berbelanja.

doc by Okezone.com
doc by Okezone.com

Ini jadi penting, karena menjaga kesediaan pangan untuk yang masyarakat lainnya, juga menjaga stabilitas harga itu sendiri. Kalau tidak terjadi panic buying, ga akan mungkin harga melambung setinggi-tingginya, kecuali sumber barang sudah tidak ada, atau susah didapat. Jangan belanja berlebihan, terus harga naik kemudian ngomel-ngomel karena pemerintah ga bisa menjaga kestabilan harga.

Aku sih bingung ya, terutama menjelang lebaran dan puasa pasti ada berita yang mengatakan sejumlah bahan pangan naik karena permintaan yang naik dan kurangnya pasokan. Padahal belum tentu pasokan yang kurang. Itu tadi pasokan tetap, tapi permintaan yang naik.

Jadi ingat waktu terjadi panic buying karena covid-19. Aku sampe bingung liat orang belanja kayak supermarket dan pasar akan tutup selam dua bulan gitu. Banyak banget bahan pangan utama yang diborong, dan kebanyakan yang melakukan ini orang-orang yang punya uang berlebih sih. Karena orang-orang yang berpenghasilan pas-pasan akan mikir untuk borong kayak gitu, apa lagi mereka yang bekerja dengan sistem upah harian, dapat hari ini untuk makan hari ini.

doc by Faktualnews.com
doc by Faktualnews.com

Nah kepikir ga bagaimana nasib mereka? Kena imbas kepanikan yang harusnya ga perlu terjadi. Berakhir mereka hanya bisa nontonin orang-orang kaya belanja bahan makanan yang kalap, takut toko dan pasar ga buka-buka lagi. Mungkin ga sih sebagian mereka yang jadi penonton ini menjadi gelap mata?

"Covid-19, ga boleh keluar rumah nih. Butuh persediaan makanan."

Iya tau, tapi kan ga perlu juga beli ikan sampe 3 kg untuk seminggu, sementara dirumah cuma bertiga. Toh masih bisa belanja minggu depannya, atau belanja online. Ya....cerdas aja sih dalam berbelanja kebutuhan pangan dalam kondisi apa pun.

Don't be panic ya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun