Tiba di Pelabuhan Penyeberang Ferry Merak jam 2 dini hari. Selama dalam perjalanan dari Rangkas Bitung ke Merak dengan KRL terbayang kondisi kebanyakan pelabuhan, terutama pelabuhan penyeberangan feri yang pengelolahannya di lakukan oleh salah satu Badan Umum Milik Negara, PT. Angkutan Sungai, Danau dan Feri (ASDF) Merak. Panas dan kumuh menjadi hal biasa di pelabuhan feri semacam ini.
Ketika mobil memasuki halaman pelabuhan malam itu, seperti dugaan ku. Beginilah yang namanya pelabuhan. Ntah kapan pelabuhan laut di Indonesia bisa menjadi lebih baik, paling tidak menjadi lebih bersih saja.Â
Dini hari di pelabuhan Merak, angin berbenturan dengan air laut yang membuat gelombang menyentuh keras ke bibir dermaga. Beberapa kapal jenis roro yang lagi bongkar muat terayun-ayun mengikutin irama angin yang membelai air laut. Sementara barisan mobil, truk dan sepeda motor terlihat rapi dan sabar menunggu giliran masuk ke badan kapal, untuk kemudian menyebrang Selat Sunda ke ujung Pulau Sumatera, Bakaheuni.Â
Menyusuri sisi terminal baru yang saat itu menurut aku tidak menarik, menjauh dari percikan air laut, aku dan temanku sampai di sisi lain pelabuhan. Sebuah deretan toko warna warni yang terlihat sepi tapi bersih. Aku penasaran apa saja yang dijual di toko-toko itu, sayangnya tengah malam begini yang tersisa cuma beberapa toko penjual makanan.Â
Kembali ke Media Center, hal yang aku baru sadari ternyata ada integrasi antara pelabuhan penyeberangan antara pulau antar profinsi dengan terminal bis yang juga antar pulau antar profinsi dan juga kereta disel yang siap membawa peumpang ke Rangkas Bitung, dan kemudian bisa berganti dengan KRL untuk sampai di Jakarta. Simple.
Dimulai dari depan kantor ASDP dianter dengan mobil golf sampai ke lobby utama terminal eksekutif, hal pertama yang aku rasakan adalah, aku lupa kalau aku itu lagi di ruang tunggu sebuah pelabuhan feri. Aku merasa seperti di sebuah mall! Lengkap dengan deretan tenant makanan di lantai bawah setelah pintu masuk yang dibuat seperti food court, bikin mata melirik geje.Â
"Nanti harus nyobain di situ ya." Ibu Imelda, sang sekretaris menjanjikan yang aku bales anggukan dengan bahagia. oh...kopi.
Lobby utama yang di desain yang satu sisi aku merasa di air port, satu sisi aku ada di mall. Ruang tunggu yang ramah anak dengan tersedianya tempat bermain dan ruang menyusui, bersih dan nyaman. Hilang lah sudah kesan panas, kotor dan kumuh sebuah pelabuhan feri. Dengan konsep unik dan seperti mall ini, bagini kata Ibu Imelda lagi : "Kami ingin pelabuhan penyeberangan ini menjadi salah satu tempat liburan orang-orang, tidak sekedar nyebrang ke Sumatera."
Ibu Ira, sang direktur pun memperkuat pernyataan Ibu Imelda di saat yang berbeda. Ibu Ira bilang :"Nanti akan ada hotel juga, tapi belum jadi nih masih dalam tahap finishing. Sebenarnya terminal ini pun masih dalam tahap finishing."
Bener juga ya, masih terlihat banyak yang harus di beri finishing touch agar terlihat kekinian, beberapa tenant yang masih siap-siap buat display dagangannya dan bahkan masih ada stand yang masih kosong. Seperti layaknya mall, pelabuhan ini juga dilengkapi sebuah stage pada saat itu lagi ada band lokal yang perform.
"Kita melihat naiknya minat masyarakat untuk liburan dengan mobil pribadi ke seberang, ini jelas dampak dari sudah terhubungnya dan bagusnya jalan trans Sumatera, jadi kita mencoba memfasilitasi mereka ini dengan pelayanan ekskutif." Jelas Ibu Ira.
Sementara untuk mengusir jenuh selama perjalanan yang memakan waktu relatif lebih singkat dibanding feri regular- 1-1,5 jam - penumpang bisa menikmati fasilitas mini bioskop dan karaoke, sementara buat anak-anak ada playing room yang semua fasilitas tersebut bisa dinikmati gratis, hanya dengan membeli tiket penumpang feri eksekutif seharga Rp 65.000,-
Satu hal menarik, dinding kapal di hias sedemikian rupa, sehingga keren buat photo-photo. Istilahnya instagramable.
Kapal feri berkapasitas 600 orang ini bisa menampung mobil pribadi sebanyak 70 unit di bagian atas dan 40 Unit mobil campur di bagian bawah. Namun tidak semua truk bisa masuk feri ini.
"Ini untuk kenyamanan penumpang eksekutif." Ungkap Ibu Imelda.
Namun, memang menjadi pekerjaan rumah lumayan berat untuk mempertahankan kenyamanan dan bersihnya kapal ini. Seperti yang tidak sengaja tertangkap mata, beberapa calon penumpang yang dengan tanpa dosanya membuang sampah sembarangan setelah makan! kezel saya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H