Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)Â merupakan kebijakan yang dihasilkan pemerintah Indonesia dalam penanganan pandemi telah berjalan beberapa waktu . Â Saat belum terlihat hasil signifikan dari upaya bersama ini, namun telah berkembang wacana pelonggaran PSBB yang berasal dari pemerintah pula.
Dikatakan hal ini termasuk rencana untuk mendongkrak kembali perekonomian yang terpuruk akibat pandemi.
Apakah kebijakan yang dihasilkan dan kemudian dilonggarkan sebelum ada hasil signifikan merupakan bukti dari lemahnya sistem penanganan kita?
Sistem dan Kebijakan
Jika kita melihat istilah sistem dapat diartikan sebagai sebuah Rangkaian yang saling terkait, terdapat bagian-bagian yang memiliki tugas dan fungsi masing-masing namun saling mempengaruhi dan berkaitan dan secara keseluruhan. Sistem itu harus memiliki mekanisme yang bisa mengintegrasi atau memaksa anggota-anggotanya untuk bekerjasama walaupun dalam kadar minimal sehinga mereka dapat membuat keputusan-keputusan yang otoritatif (Mas'oed, 2011: 8).
Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan politik, merupakan sumber dari kebijakan yang bersifat mengikat pada tiap anggota masyarakat yang dihasilkan sistem politik. Dalam sistem politik, sebuah kebijakan dihasilkan dari  proses sebagai respon dari berbagai kondisi yang terjadi di lingkungan masyarakat ( input) termasuk kondisi luar biasa yang terjadi, seperti pandemi.Â
Menurut Gabriel Almond dalam tulisanya terkait sistem politik, Untuk melakukan berbagai kegiatan ini sistem politik mempunyai lembaga atau struktur-struktur (2011: 29). Berfungsinya  struktur /lembaga dalam sistem sesuai dengan tugas dan fungsi merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan dalam kebijakan yang dihasilkan.
Dalam menajaankan PSBB Â diperlukan berbagai kordinasi dan sinergitas elemen/struktur dalam hal ini seperti Gugus Tugas Penangana Covid 19, Departmen Kesehatan, Perhubungan , Pemerintahan Daerah, dsb demi tercapainya tujuan memutus mata rantai pandemi. Namun pada realitanya antar elemen ini belum bersinergi bahkan miskordinasi.
Miskordinasi Antar Lembaga Tanda  Lemahnya Sistem?
Pemerintah memiliki berbagai lembaga/ struktur yang ditugaskan dalam pengendalian dan penyeselasain pandemi. Seluruh lembaga dan elemen-elemen tersebut harusnya mampu menjalankan fungsi dan tugasnya masing2 dengan saling bersinergi selayaknya sebuah sistem.Â
Namun realitanya , miskomunikasi, kordinasi yang kurang, ketidaksinkronan antar pejabat maupun lembaga penting terus terjadi serta dipertontonkan nyata didepan khayalak.  Sebagai contoh kebijakan terkait larangan mudik, ketika Presiden dan gugus tugas penanganan covid19 mengatakan tetap melarang mudik, namun kementrian perhubungan justru membuka akses bagi masyarakat untuk berpergian.Belum lagi drama yang mengiringi kebijakan tersebut, dimana missperesepsi terkait kegiatan mudik dan pulang kampung, bandara yang ditutup untuk komersial flight, dan kemudian terjadi  pengecualian utk pebisinis, dan yang terbaru terbuka untuk umum dengan syarat2 yang ternyata dapat diakal-akali, sebagai contoh surat sehat yang diperjualbelikan.
Inkonsistensi pun terlihat nyata, Padahal Konsistensi dalam menjalankan kebijakan yang dihasilkan sistem politik dapat menjadi sebuah tolak ukur kewibawaan  dan kekuatan pemerintah. Sebagai pemegang kekuasaan politik, seharusnya pemerintah melalui lembaga terkait dapat menerapkan kebijakan yang bersifat mengikat dan betul-betul di terapkan dilapangan. Meskipun sebagian telah diupayakan, namun realitanya ketertiban sosial dalam masa pandemi  masih jauh dari yang seharusnya.Â
Pelonggaran PSBB yang dikatakan baru sekedar wacana, mulai terlihat menjadi realita. Beberapa keramaian pada masa PSBB bahkan terjadi di wilayah central, Â seperti penutupan MCD Sarinah, toko-toko baju di tanah abang yang mulai buka kembali, serta penumpukan di bandara yang terjadi beberapa hari lalu menunjukan kondisi 'berdamai' dengan pandemi semakin nyata .
Tak menutup mata masyarakat Indonesia dengan budaya guyubnya, kebiasaan berkumpul merupakan hal yang  menjadi rutinitas dan kebutuhan. Belum lagi Pandemi yang berbarengan dengan bulan ramadhan dan menjelang Idul Fitri, Dimana Kebiasaan silahturhami biasa dilakukan hari-hari ini. Sikap dispilin  serta kesadaran secara rasional akan bahaya pandemi memang masih perlu ditingkatkan bagi masyarakat kita.
Namun kondisi masyarakat yang demikian, seharusnya menjadi warning sejak awal bagi pemerintah dalam menerapkan kebijakan yang konsisten, serta kordinasi antar lembaga yang tidak membingungkan utk menghasilkan  kebijakan yang sinkron dengan penerapan. Bukan justru menimbulkan wacana2 yang membuat masyarakat kita semakin ikut-ikutan tidak konsisten dalam masa pandemi ini.
Pemerintah seharusnya dapat menjalankan fungsinya dalam penerapan kebijakan hasil dari sistem politik yang mengikat bagi setiap warga demi keselamatan bersama.Â
Konsistensi,sinergitas, dan kordinasi antar lembaga/Departemen , termasuk pemerintahan daerah dalam menjalankan kebijakan yang telah dihasilkan juga menunjukan bahwa sistem politik kita masih bekerja  dengan baik dalam menghasilkan kebijakan yang efektif. Saat kurva yang masih terus meningkat dan jumlah tes yang masih minim, Apakah 'the new normal' yang akan kita jalani berarti berkativitas sambil bertaruh dengan keselamatan jiwa? Semoga saja tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H