Perjuangan untuk mendapatkan hak-hak perempuan yang setara masih menjadi isu utama di banyak negara, termasuk Indonesia. Hak-hak ini sangat penting untuk menjamin bahwa perempuan dapat menjalani kehidupan yang adil dan bermartabat, tanpa diskriminasi atau kekerasan. Dalam konteks Indonesia, hak perempuan telah diatur baik oleh hukum negara maupun nilai-nilai agama. Namun, masalah krusial dalam implementasi hak-hak tersebut masih terjadi, terutama dalam hal diskriminasi berbasis gender, kesempatan kerja, dan partisipasi politik (Krisnalita, 2018).
Dalam perspektif negara, hak-hak perempuan dilindungi oleh berbagai undang-undang dan konvensi internasional. Indonesia telah meratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) melalui UU No. 7 Tahun 1984, yang menjamin penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dalam berbagai bidang. Sebagai negara yang berkomitmen terhadap hak asasi manusia, Indonesia juga memiliki UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang memberikan kerangka hukum perlindungan hak perempuan, termasuk hak atas pekerjaan, pendidikan, dan partisipasi politik (Peraturan BPK RI, n.d.).
Hak bekerja merupakan salah satu hak yang sangat penting bagi perempuan di Indonesia. Kendati demikian, masih banyak hambatan yang dihadapi perempuan dalam sektor pekerjaan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki, dengan kesenjangan signifikan dalam hal kesempatan kerja. Perempuan seringkali dihadapkan pada hambatan budaya dan stereotip gender yang menempatkan mereka sebagai pengurus rumah tangga, sementara laki-laki dianggap lebih pantas bekerja di sektor publik. Hal ini diperparah dengan ketidaksetaraan upah antara pekerja perempuan dan laki-laki, meskipun mereka memiliki kualifikasi yang sama (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2024).
Selain itu, diskriminasi berbasis gender juga sering terjadi di tempat kerja. Pekerja perempuan, terutama mereka yang mengenakan hijab, masih kerap menghadapi aturan diskriminatif yang melarang mereka mengenakan pakaian sesuai keyakinan mereka. Diskriminasi ini mencerminkan ketidakseimbangan antara perlindungan hukum dan implementasi praktis di lapangan. Padahal, hak untuk menjalankan agama dan berekspresi telah dijamin oleh konstitusi Indonesia dan berbagai instrumen hukum lainnya (Ahmada, 2023).
Dalam perspektif agama, khususnya Islam, perempuan memiliki hak yang dijamin dalam berbagai aspek kehidupan. Islam memberikan penghormatan tinggi terhadap perempuan, dan syariat Islam menetapkan hak-hak yang berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi, dan politik (Kurniawan, 2011). Di dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 13, yang menekankan kesetaraan manusia tanpa memandang jenis kelamin, suku, atau bangsa: Â
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." Â (QS Al-Hujurat: 13).
Ayat ini menegaskan bahwa dalam pandangan Allah SWT, baik laki-laki maupun perempuan memiliki martabat yang sama, dan kemuliaan seseorang diukur berdasarkan ketakwaannya, bukan gender atau status sosial. Selain itu, dalam Surah An-Nisa ayat 32, Allah SWT berfirman: Â
"Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan." (QS An-Nisa: 32).
Ayat ini menunjukkan bahwa perempuan berhak atas apa yang mereka usahakan, termasuk dalam bidang pekerjaan dan ekonomi. Dalam Islam, tidak ada larangan bagi perempuan untuk bekerja atau berpartisipasi dalam kehidupan publik selama hal tersebut sesuai dengan syariat. Namun, tantangan yang seringkali dihadapi adalah interpretasi budaya yang membatasi peran perempuan di masyarakat. Dalam beberapa kasus, aturan sosial yang lebih konservatif menghalangi perempuan untuk berpartisipasi dalam sektor publik dan politik, meskipun agama tidak melarang hal tersebut (Ahmada, 2023).
Dalam konteks agama, sebuah penelitian menemukan bahwa diskriminasi terhadap perempuan yang berhijab masih marak di sektor industri di Indonesia, terutama karena alasan penampilan yang dianggap tidak sesuai dengan kebijakan perusahaan. Hal ini bertentangan dengan prinsip Islam yang memberikan kebebasan kepada perempuan untuk berpakaian sesuai dengan keyakinannya. Padahal, hijab adalah salah satu bentuk ibadah dan identitas religius bagi perempuan Muslim. Oleh karena itu, larangan ini tidak hanya melanggar hak perempuan dalam menjalankan agamanya, tetapi juga melanggar hak asasi manusia (Ahmada, 2023).
Selain itu, Focus Group Discussion (FGD) mengenai Islam and Women Rights dalam YouTube Chusnul Mariyah Official menegaskan kembali kesetaraan perempuan dalam Al-Qur'an. Dalam diskusi tersebut, dijelaskan bahwa perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki, dan mereka harus berjuang untuk maju serta mengejar pendidikan yang baik. Tidak ada perbedaan esensial antara laki-laki dan perempuan dalam hal kemampuan untuk belajar dan berkontribusi kepada masyarakat (Mariyah, 2024).