Iklan apa yang paling bagus yang pernah anda lihat?
Mungkin jawaban yang anda ucapkan sebagian besar adalah iklan-iklan yang berasal dari luar negri. Walaupun mungkin ada beberapa orang  yang menyebutkan iklan-iklan yang berasal dari Indonesia. Iklan di Indonesia itu sangat bervariasi, ada yang ditayangkan secara berulang-ulang sehingga membuat masyarakat jenuh bahkan terganggu dan ada pula iklan yang sangat bagus sehingga berkesan di ingatan masyarakat. Semua iklan tersebut telah diatur berdasarkan etika yang ada di Indonesia.
Etika?
Ya, benar sekali. Periklanan di Indonesia sebenarnya memiliki etika yang telah disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan, tata cara dan tata krama yang ada di Indonesia. Etika di periklanan Indonesia biasa disebut sebagai EPI (Etika Pariwara Indonesia) yang disusun oleh lembaga P3I (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia).
-------------------------------------------------------------
Sedikit informasi terkait EPI
EPI terdiri dari lima BAB utama yang ditulis menggunakan huruf romawi dan pada BAB III yaitu mengenai Ketentuan, EPI membagi lagi kedalam 2 kategori besar, yaitu :
A)Tata Krama
Tata Krama mengatur 4 poin utama didalam periklanan Indonesia, seperti Isi iklan, ragam Iklan, Pemeran Iklan dan Wahana Iklan.
Periklanan di Indonesia biasanya melanggar etika pada bagian ini yaitu tata krama.
B)Tata Cara
Tata cara menjelaskan bagaimana tata cara yang benar dalam proses pembuatan ataupun mempublikasikan suatu iklan dengan baik dan benar di Indonesia yang berupa peraturan-peraturan tertulis, seperti penerapan umum, produksi periklanan, dan media periklanan.
-------------------------------------------------------------
Seperti yang telah dijelaskan secara singkat di atas, dunia periklanan Indonesia memiliki etika yang mengaturnya, namun mengapa masih banyak saja iklan-iklan di Indonesia yang melanggar etika-etika yang telah diatur tersebut? Pertanyaan semacam ini tidak dapat dijawab dengan mudah. Terdapat banyak faktor yang membuat suatu iklan dieksekusi, mengingat panjangnya proses yang harus dilewati suatu agensi dalam mengeksekusi suatu iklan. Salah satu faktornya adalah persaingan yang tidak ada habisnya.
Sebagai contoh yang paling mudah diperhatikan adalah persaingan iklan-iklan provider telepon genggam. Pada sekitar tahun 2007 hingga beberapa tahun belakangan persaingan provider telepon genggam memang sangat ketat. Brand-brand provider memiliki tuntutan untuk memenangkan hati konsumen untuk memilih suatu provider bagi telepon selulernya. Permasalahan tidak sampai disini, konsumen pada pasar ini juga sangat aktif dalam melihat peluang harga yang sesuai untuk kebutuhannya bahkan mereka bisa dengan mudah mengganti provider yang mereka gunakan kapan saja. Hal-hal semacam ini membuat semua brand produk provider selalu siap banting harga dan terus-menerus beriklan. Pada akhirnya saling membanding-bandingkan dengan provider lain dan menyerang satu sama lain baik secara langsung maupun tidak langsung pada konten iklan yang mereka tampilkan mulai dari TVC (Television Commercial) hingga billboard yang ada pada jalan-jalan utama di Indonesia. Billboard tersebut juga turut sahut-menyahut dalam konten iklan yang mereka sampaikan sehingga letaknya sangatlah berdekatan dan saling sindir. EPI pasal 4.4.4. mengatur tentang penempatan media out-of-home seperti billboard mengungkapkan hal sebagai berikut :
4.4.4, Tidak boleh ditempatkan bersebelahan atau amat berdekatan dengan iklan produk pesaing
Pasal 4.4.4. yang dlanggar oleh brand provider membuat billboard-billboard tersebut diturunkan. Selain itu persaingan harga juga membuat iklan provider melebih-lebihkan penyampaian pesannya bahkan tidak mengungkapkan syarat dan ketentuan yang berlaku dengan tarif-tarif yang telah dijanjikan. Peraturan mengenai syarat dan ketentuan yang berlaku, di dalam iklan dapat ditampilkan dengan menggunakan tanda asteris (*). Berdasarkan kasus tersebut berikut etika-etika yang menyangkut kasus brand provider tersebut, yaitu :
1.3.1 Tanda asteris pada iklan di media cetak tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk.
1.6 Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
1.19.1 Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama.
1.21 Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
Pelanggaran tersebut tentu sangat merugikan pihak konsumen yang merasa ditipu dan terganggu dengan persaingan tidak sehat antar brand provider. Tetapi, kita dapat mengambil sisi positif dari persaingan tidak sehat ini. Sisi positif yang dapat diambil adalah usaha yang mereka lakukan untuk memuaskan pengguna dan menarik calon pengguna membuat provider-provider saling melakukan yang terbaik dari segi harga dan kualitas jaringan. Sehingga konsumen provider pada saat ini dapat memilih provider yang lebih tepat dan sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing.
Namun, seiring berjalannya waktu, iklan-iklan di Indonesia belakangan ini semakin membaik dan banyak iklan yang mulai mementingkan keefektifan dalam penyampaian pesannya. Dari segi visual juga semakin banyak yang enak untuk dilihat dan lebih menonjolkan sisi emosional dari suatu produk pada iklan-iklan tersebut.
Etika memang sebagai pedoman bagi pengiklan untuk membuat suatu iklan yang baik, tetapi iklan yang baik sebenarnya adalah iklan yang sesuai dengan target sasarannya. Jadi jangan salahkan suatu iklan atas keburukan dari eksekusinya. Lihatlah secara objektif, mungkin iklan-iklan yang dianggap buruk tersebut memang bukan anda target sasarannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H