Mohon tunggu...
Amanda Dwi Salsabila
Amanda Dwi Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 - PGSD Universitas Pendidikan Indonesia

Halo! Perkenalkan nama saya Amanda biasa dipanggil Chaca, saya seorang dengan tipe kepribadian INFP yang memiliki hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Revolusi Pendidikan Pancasila: Inovasi untuk Menjawab Tantangan Hoaks dan Polarisasi Sosial di Era Digital

21 Desember 2024   11:15 Diperbarui: 21 Desember 2024   11:12 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini ditulis oleh: 

Amanda Dwi Salsabila¹ dan Dr. Dinie Anggraeni Dewi, M.Pd., M.H.²
¹Mahasiswa S1 PGSD, Universitas Pendidikan Indonesia
²Dosen Pengampu Mata Kuliah Pendidikan Pancasila, Universitas Pendidikan Indonesia

 

Di era digital yang serba cepat ini, bagaimana generasi muda dapat bertahan dari arus deras informasi yang tidak selalu benar? Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2024, tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 79,5%, dengan lebih dari 87% pengguna aktif berasal dari kalangan Gen Z dan milenial. Risiko terpapar hoaks dan ujaran kebencian semakin tinggi. Polarisasi sosial di dunia maya juga menjadi ancaman nyata bagi kohesi masyarakat kita. Lalu, apakah pendidikan Pancasila masih relevan di tengah situasi ini?

Pendidikan Pancasila yang sering dianggap kaku dan hanya sebatas teori, sebenarnya memiliki potensi besar untuk menjadi solusi. Nilai-nilai seperti gotong royong, toleransi, dan keadilan sosial dapat menjadi tameng bagi generasi muda untuk menghadapi tantangan era digital. Namun, bagaimana caranya agar Pendidikan Pancasila tidak lagi dianggap membosankan?

Tantangan Era Digital: Hoaks dan Polarisasi Sosial

Dunia digital menawarkan kemudahan akses informasi, tetapi juga membawa ancaman berupa penyebaran hoaks dan ujaran kebencian. Informasi yang salah dapat memicu konflik, memperkeruh hubungan sosial, dan memperdalam jurang polarisasi di masyarakat. Fenomena ini menjadi semakin kompleks dengan adanya filter bubble, di mana algoritma media sosial hanya menunjukkan informasi yang sejalan dengan pandangan pengguna. Mengutip dari Fatmawati (2019), rendahnya literasi informasi pada generasi muda membuat mereka cenderung menerima informasi secara instan tanpa melakukan verifikasi, sehingga hoaks dan informasi palsu mudah menyebar.

Generasi muda, sebagai pengguna internet paling aktif, sering kali menjadi sasaran empuk informasi negatif ini. Akibatnya, muncul pertanyaan penting bagaimana kita dapat membekali mereka dengan kemampuan untuk menyaring informasi dan tetap menjaga nilai-nilai kebangsaan?

Inovasi dalam Pendidikan Pancasila

Jawabannya mungkin terletak pada revolusi Pendidikan Pancasila. Tidak lagi hanya mengandalkan metode konvensional, Pendidikan Pancasila perlu bertransformasi dengan memanfaatkan teknologi digital. Misalnya, e-learning, video interaktif, dan diskusi daring dapat menjadi cara baru yang lebih menarik untuk mengajarkan nilai-nilai Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun