AKU
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulan yang terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Puisi "Aku" karya Chairil Anwar adalah konteks sejarah dan budaya di mana puisi tersebut ditulis. Chairil Anwar adalah seorang penyair Indonesia yang hidup pada masa perang kemerdekaan Indonesia dan puisi-puisinya sering kali mencerminkan semangat perjuangan dan penderitaan rakyat Indonesia saat itu.
Puisi ini mengungkapkan perasaan seorang individu yang merenungkan tentang keberadaannya dalam dunia yang penuh dengan penderitaan dan kegelapan. Chairil Anwar menggunakan bahasa yang sederhana namun kuat untuk menyampaikan pesan emosionalnya, dan struktur puisi ini juga terdiri dari bait-bait pendek yang memperkuat kesan kekompakan dan kepadatan makna.
Puisi ini menjelaskan kehidupan chairil anwar secara pribadi. Yang mana tidak mau terbelenggu kehidupan yg memikat, termasuk kehidupan yang dialami pada zamanny yaitu pada zaman belanda. Chairil anwar menggambarkan bagaimana bahwa dirinya sebagaimana binatang yg garang, yang apabila diganggu akan selalu meradang atau menerjang.
Biarpun luka dan bisa (racun) dan peluru menembus kulitku, aku tetap akan menghadang. Dan aku tetap tidak akan meradang tapi aku akan menerjang (walaupun terkena peluru tetapi tetap maju dan tidak menyerah). Luka itu akan kubawa lari sampai hilang luka dan peri artinya sampai negeri ini merdeka. Mungkin seperti itulah gambaran kehidupan pribadi dari Chairil Anwar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H