Kamu anak rantau? Asalnya darimana? Sudah berapa lama merantau? Gimana rasanya tinggal di daerah orang? Ih pasti daerahmu gini ya...
Resiko jadi anak rantau, harus bertahan hidup di tempat orang dan menyesuaikan diri dengan kehidupan disekitar. Apalagi kita harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan tentang daerah asal dan stereotip tentang daerah kita ataupun penduduknya, duh pasti nyebelin banget.Â
Mendengar kata "merantau" membuatku berfikir sejenak tentang asal usul kata rantau itu sendiri. Dan ternyata asal usul kata "merantau" berasal dari bahasa dan budaya Minangkabau yaitu "rantau". Intinya sejak berabad-abad tahun lalu, orang-orang Minang memang memiliki tradisi mengembara yang kuat. Dari situlah dikenal istilah 'marantau' atau yang sekarang kita sebut dengan merantau.Â
Merantau tidak selamanya tentang orang yang mencari pekerjaan. Saat ini banyak pelajar di Indonesia yang merupakan anak rantau. Banyak diantara mereka yang meninggalkan daerahnya untuk menempuh pendidikan ke sekolah ataupun universitas impiannya. Namun, bukan hidup namanya kalau selalu berjalan mulus, mulai lagi menahan rindu dengan keluarga dan rumah, ada aja masalah yang datang menghampiri; terlebih ketika mulai merasa kesal karena mendengarkan stereotipe tentang asal kita bahkan diri kita sendiri yang gak selamanya enak untuk di dengar.Â
Hal yang sama tentu juga dirasakan oleh beberapa mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang. Salah satu Kampus Swasta daerah Malang yang memiliki cukup banyak mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah. Tidak hanya mahasiswa asli daerah Malang, namun Kampus Putih ini juga memiliki mahasiswa yang sebagian besar berasal dari Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi hingga Nusa Tenggara. Keberagaman asal daerah mahasiswa seperti ini tentu tidak menutup kemungkinan munculnya pertanyaan-pertanyaan seputar daerah kita. Bahkan tanpa sadar hal tersebut menjadi pemicu terjadinya diskriminasi.
Bentuk diskriminasi yang terjadi tidak hanya tentang perbedaan ras, etnis dan agama, tapi juga perbedaan jenis kelamin hingga budaya. Tidak sedikit mahasiswa perantau dari luar pulau Jawa yang turut merasakan culture shock di tempat perantauannya. Sama seperti apa yang terjadi pada MT, salah satu Mahasiswa Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan mengungkapkan jika banyak dari teman-temannya yang menilai bahwa Kalimantan adalah daerah yang belum maju jika dibandingkan dengan daerah lainnya. Bahkan tidak sedikit orang yang mengatakan jika sebagian penduduk Kalimantan adalah orang yang keras. Penilaian-penilaian sepihak seperti ini secara tidak langsung menjadi bentuk dari diskriminasi, karena apa yang dinilai belum tentu sama dengan fakta yang ada.
Sama halnya dengan mahasiswa lainnya yang berasal dari Nusa Tenggara, yang mengungkapkan jika beberapa kali mendapat ejekan terkait dengan logatnya. Padahal ia sendiri merasa telah menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Tidak hanya mahasiswa luar pulau Jawa saja, seorang mahasiswa rantau dengan inisial AA asal Bekasi, Jawa Barat juga mengatakan jika ia kerap kali merasakan diskriminasi tentang daerah asalnya. "Aku si sering ya ngedenger dari orang-orang katanya Bekasi itu kota terpanas, gersang, bahkan dibilang planet lain" jelasnya. Ia juga menambahkan bahwa kehidupan di daerah Jawa cukup berbeda dan tidak sesuai dengan ekspektasinya, banyak hal-hal baru yang perlu dipelajari oleh AA untuk menyesuaikan diri di tempat rantaunya itu. Harapannya saat ini adalah orang lain lebih bisa menghargai setiap orang, apapun latar belakangnya dan darimana asalnya.
Terlepas dari hal-hal itu, pengalaman ketika merantau merupakan pelajaran yang sangat berharga. Penting bagi kita untuk sama-sama saling menghargai dengan tidak membicarakan hal buruk mengenai stereotipe suatu daerah atau ras. karena hal itu telah disebutkan dalam dasar negara kita yaitu Pancasila. Sebagai warga Negara yang baik dan cerdas, mari kita sama-sama bergandengan tangan dalam menjunjung kesatuan negara kita, dimulai dari hal kecil yaitu menghargai orang lain dan bersikap positif. karena kita "Bhinneka Tunggal Ika".
Sekian tulisan kami, semoga dari tulisan singkat ini dapat menggugah hati dan membangun Negeri
"Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H