OPINI - Sejarah perekonomian dunia sudah berlangsung sejak berabad-abad. Adakalanya untuk menyeimbangkan kesehatan ekonomi, beragam paham ekonomi diterapkan agar keuangan negara mencapai level aman. Salah satu paham ekonomi yang pernah dipakai oleh berbagai negara di dunia adalah paham merkantilisme.
Merkantilisme sendiri merupakan sistem ekonomi perdagangan pada abad 16 sampai abad ke 18. Sistem ekonomi ini membuat negara-negara di eropa terpicu untuk mengumpulkan kekayaan dan memperkuat kekuatan negara dengan mengorbankan atau melemahkan kekuatan saingannya demi kesejahteraan dan kekuasaan negaranya.
Kaum merkantilisme percaya bahwa perdagangan adalah a zero-sum game dimana sebuah negara hanya dapat memperoleh keuntungan perdagangan dengan cara mengorbankan negara lain (Salvatore, 2006).
Sistem ekonomi merkantilisme ini sangat populer karena sebagian besar kerajaan melarang koloninya berdagang dengan koloni kerajaan lain. Gerakan merkantilisme ini berkembang dengan sangat kuat dalam mempengaruhi kehidupan politik dan ekonomi negara-negara barat seperti inggris, jerman, belanda dan prancis.
Sistem ekonomi merkantilisme ini bertujuan mengumpulkan emas, memperoleh neraca perdagangan yang baik, mengembangkan pertanan dan industri, dan memegang monopoli atas perdagangan luar negeri.
Dalam hal ini menjadikan negara-negara kolonial saling berlomba untuk memdapatkan dan mengumpulkan logam mulia untuk berbagai kepentingan seperti ekspor, industri maupun impor. Bahkan demi untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya, negara yang menganut paham merkantilisme akan melakukan berbagai macam cara dengan memonopoli, menaikkan bea masuk dan penjajahan di negara dengan sumber daya yang melimpah.
Merkantilisme memandang kekayaan suatu negara diukur dalam bentuk emas dan perak, dimana semakin banyak emas dan perak yang dimiliki oleh suatu negara, maka semakin kaya dan kuat negara tersebut. Untuk itu pemerintah harus mendorong ekspor dan mengurangi impor (Stern dan Wennerlind, 2014).
Hal tersebut membuat para penganut sistem ini percaya bahwa kesejahteraan suatu negara ditentukan oleh banyaknya aset yang disimpan dan besarnya perdagangan yang dilakukan.
Kebijakan ekonomi paham merkantilisme ini lebih bersifat makro, hal ini berhubungan dengan tujuan proteksi industri dalam negeri, dan menjaga rencana perdaganagn yang dianggap menguntungkan, hal ini dilaksanakan dalam usaha meningkatkan peranannya dalam perdagangan internasional dan memperluas kolonialisme (Faruq dan Mulyanto 2017).
Kawasan perdagangan bebas (free trade area) menjadi benchmark hampir di seluruh negara kawasan di dunia. Data dari organisasi perdagangan dunia menyebutkan bahwa hingga tahun 2015/2016 negara-negara berkembang menyumbangkan 42% bagi pangsa pasar dunia (WTO, 2016). Artinya, perkembangan ekonomi di dunia dapat dikatakan hampir seimbang.
Surplus Neraca Perdagangan telah dialami selama 14 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, termasuk pada Juni 2021 yang surplus US$1,32 miliar. Secara historis, surplus pada 2020 bahkan mencapai rekor tertinggi dalam satu dekade terakhir dengan mencatatkan nilai sebesar US$21,62 miliar. Lebih jauh, angka ini juga telah mendekati rata-rata performa surplus pada peak periode 2001-2011 dengan nilai sebesar US$26,16 miliar, sebelum akhirnya Indonesia lebih sering defisit sejak 2012.
Berdasarkan data BPS (15 Juli 2021), nilai ekspor tercatat US$18,55 miliar dan impor US$17,23 miliar. Nilai ekspor di Juni 2021 ini mencatatkan rekor tertinggi sejak Agustus 2011, sedangkan nilai impor merupakan tertinggi sejak Oktober 2018.
Jumlah ekspor tersebut meningkat 54,46% secara tahunan (yoy) yaitu dari US$12,01 miliar di Juni 2020 menjadi US$18,55 miliar di Juni 2021, sedangkan impor naik 60,12% dari US$10,76 miliar di Juni 2020 menjadi US$17,23 miliar di Juni 2021. Lebih lanjut, ekspor Indonesia ini memiliki performa yang lebih baik dibandingkan negara-negara Asia lainnya, seperti Korea Selatan (39,8% yoy), Taiwan (25,6% yoy), dan Vietnam (20,4% yoy).
Peningkatan ekspor juga dipengaruhi oleh pergerakan harga komoditas global. Beberapa komoditas global yang mengalami peningkatan harga antara lain batu bara (Australia) meningkat sebesar 148,94% (yoy) dan CPO meningkat sebesar 54,99% (yoy). Kenaikan harga di kedua komoditas ekspor utama Indonesia ini telah berkontribusi terhadap peningkatan kinerja ekspor di Juni 2021.
Dalam sebuah teori ekonomi makro, kemajuan ekonomi pada tingkat individu maupun bangsa dapat diukur dengan tingkat produktivitasnya maka negara tersebut semakin tinggi pula kemajuan ekonominya. Berbeda lagi jika semakin rendah tingkat produktivitasnya, maka akan semakin rendah pula kemajuan ekonomi negara tersebut. (Childiah, 2018).
Meskipun mengutaman kekayaan negaranya, penganut merkantilisme tidak mampu mendorong kekayaan bagi sebagian besar penduduk. Dalam kenyataannya kaum merkantilisme ini senang akan masyarakat yang bekerja giat, yang mampu menyediakan tenaga kerja hingga dapat memperkaya pemimpin-pemimpin mereka.
Daftar pustaka
Lestari, Mega. 2017. “Konsep Ekonomi Merkantilisme,” no. 90100118011: 2–4.
Widyansari, Fatmawati. 2014. “Merkantilisme Dalam Perekonomian.” Modal Sosial Dalam Pendidikan Berkualitas Di Sekolah Dasar Muhammadiyyah Muitihan, no. September: 2017–19.
Jayn, Wahid Noor. 2019. “Fair Trade : Menuju Sebuah Sistem Perdagangan (Baru) Bagi Negara-Negara Di Dunia.” Jurnal Dinamika Global 4 (01): 210–27. https://doi.org/10.36859/jdg.v4i01.106.
https://www.kelaspintar.id/blog/edutech/latar-belakang-merkantilisme-7241/
Penulis: Amandawati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H