KERBAU-KERBAU
Saat baru saja masuk kota kakek, Rani memperlambat kemudi mobilnya. Ia sengaja jalan pelan-pelan saat melewati jalan raya ini. Ada yang membuatnya penasaran. Konon, pada saat-saat tertentu di malam hari, akan ada puluhan kerbau menggerombol di tengah jalan.
Kakek bercerita “kerbau-kerbau itu tidak mengganggu warga maupun para pengendara yang sedang lewat. Mereka akan dengan sendirinya memisah jika ada klakson kendaraan, untuk kemudian bergerombol lagi. Wajah kerbau-kerbau itu pucat, mondar-mandir seperti sedang bingung mencari sesuatu, mereka melenguh lirih, tidak sebagaimana kerbau melenguh di pematang sawah.”
Suatu kali Rani pernah menanyakan cerita kerbau ini kepada seorang tukang tambal ban di sekitar jalan raya itu, “Saya tidak tahu mbak darimana datangnya kerbau-kerbau itu, karena setahu saya di daerah sini sudah tidak ada sawah. Mungkin mereka datang dari alam lain. hahaha…”
Mobil Rani berhenti di sebuah swalayan. Matanya yang bulat terasa seperti sedang di gantungi bandul timbangan satu kilo. Sembari menikmati kopi kalengnya di atas bangku depan swalayan, Rani masih terngiang cerita tentang kerbau itu. Sempat terbesit pikiran ingin meletakkan sebuah handycam di tempat tertentu, untuk merekam kehadiran kerbau-kerbau itu.
***
Siang itu begitu terik. Matahari seakan hanya berjarak satu jengkal dari kepala. Cahaya jingga membias di kaca depan kendaraan berat yang melintasi jalan raya. Tampak berkilat seperti sepuhan emas. Rani masih sibuk di perpustakaan daerah. Ia sedang mencari buku yang kata kakek mencatat kesaksian cerita tentang kerbau itu.
“Mbak, buku berjudul “Makelar Tebu” karangan Plongo di rak sebelah mana ya? saya dari tadi cari tidak ketemu”
“Sebentar mbak, saya cek” petugas perpustakaan itu kemudian mengetik keyword yang di maksud Rani. Kepalanya maju hampir menyentuh monitor, melihat dengan teliti hasil pencariannya di katalog perpustakaan.
“Maaf mbak, buku itu tidak ada. Disini datanya menyebutkan buku itu dua bulan yang lalu di pinjam oleh seseorang dan tidak kembali sampai sekarang”
“Siapa yang pinjam mbak? Ada identitasnya kan?”