Selain itu, berkembang juga weblog atau blog, di mana setiap orang bisa melaporkan peristiwa di sekelilingnya, atau paling tidak, melaporkan gagasannya kepada publik. Dengan demikian, kalau dulu media didirikan oleh lembaga, atau individu yang mempunyai uang dan kekuasaan (power), kini setiap individu bisa membuat media. Karena itu, di zaman internet ini, setiap individu juga adalah media.
Tantangan dalam Jurnalisme Warga
Menurut Dan Gillmor (2006) terdapat tujuh tantangan jurnalisme warga:
- konten: perlu penggarapan konten yang serius, sehingga ‘layak’ disebut jurnalisme.Â
- antusiasme: untuk mewujudkan kualitas, dibutuhkan passion atau antusiasme. Jurnalisme tanpa passion tidak akan menghasilkan karya yang berkualitas.Â
- kapasitas: tidak semua orang diberi kemampuan. Tantangannya adalah membuat orang tidak hanya bersuara, namun juga ‘bernyanyi’ dengan baik. Untuk itu orang harus mau belajar bagaimana menjadi jurnalis sejati.Â
- kredibilitas: setiap orang memiliki opini, namun, tidak setiap orang memiliki latar belakang dan pengalaman untuk memberikan opini yang bernilai.Â
- akuntabilitas: Internet memungkinkan siapa saja terjun di dunia jurnalisme, termasuk mereka yang mengusung ‘jurnalisme kuning’ yang akan merusak integritas jurnalistik.Â
- kompensasi: orang mengatakan ‘waktu adalah uang’. Jurnalis warga perlu diberi kompensasi yang layak untuk usaha mereka agar lebih berkualitas. Untuk itu perlu diatur sebuah sistem dalam hal kompensasi bagi jurnalis warga.Â
- kepemimpinan: peranan editor sangat penting disini. Tanpa arah, panduan, dan supervisi editorial, sulit untuk menghasilkan publikasi yang berkualitas.
Terlepas dari keuntungan yang diberikan oleh Jurnalisme Warga perlu juga diingat bahwa masih terdapat banyak tantangan untuk mewujudkan Jurnalisme Warga yang sehat. Tren ini seharusnya menjadi sebuah kemajuan, tetapi juga perlu diingat masih perlu banyak tinjauan dan pertimbangan agar semakin menyempurnakan Jurnalisme Warga yang sesuai dengan etika.Â