Stunting merupakan masalah yang mengkhawatirkan karena menyangkut generasi bangsa Indonesia. Angka prevalensi stunting nasional berdasarkan SSGI (2021) adalah 24,4%. Pemerintah Indonesia yaitu Wakil Presiden RI yang merupakan Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) Pusat bertugas memberikan arahan terkait penetapan kebijakan penyelenggaraan percepatan penurunan stunting serta penyelesaian kendala dan hambatan penyelenggaraan percepatan penurunan stunting secara efektif, konvergen dan terintegrasi dengan melibatkan lintas sektor di tingkat pusat dan daerah.Â
Pemerinya telah memasukkan penurunan stunting sebagai program prioritas sebagaimana termaktub dalam RPJMN 2020-2024 dengan target nasional pada tahun 2024 adalah prevalensi stunting turun hingga 14% (Kementerian Sekretariat Negara RI Sekretariat Wakil Presiden, 2022).
Stunting merupakan istilah yang menunjukkan masalah pertumbuhan pada anak akibat kurang gizi. Stunting adalah keadaan tubuh yang sangat pendek dibandingkan standar baku WHO-MGRS (multicentre growth reference study). Stunting bukanlah penyakit yang sebab utamanya adalah genetik, namun justru akibat dari kurang gizi kronis di 1000 hari pertama kehidupannya.
Stunting disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam jangka waktu cukup lama (kronis) sehingga berdampak terhadap gangguan pertumbuhan yang diindikasikan oleh lambatnya penambahan tinggi badan anak dibandingkan standar usianya.Â
Stunting dapat dicegah dengan tiga cara yaitu perbaikan pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih. Namun berdasarkan Mantan Menteri Kesehatan RI, Nila Moeloek, kesehatan merupakan masalah di hilir yang disebabkan oleh masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan dan degradasi lingkungan (P2PTM Kemenkes RI, 2018).
Kabupaten Jember menempati zona kuning dengan kasus stunting mencapai 23%, sementara kasus stunting nasional pada angka 24,4%. Persentase tersebut menunjukkan bahwa stunting di Kabupaten Jember pada taraf yang mengkhawatirkan sehingga perlu pencegahan agar supaya tidak bertambah jumlahnya.
Kepala BKKBN RI, dr. Hasto Wibowo, dalam kunjungannya ke Pemkab Jember menyampaikan bahwa Pemerintah Daerah Jember diharapkan dapat memberikan bantuan yang tepat sasaran langsung ke Ibu hamil, bayi dan keluarga.Â
Tepat sasaran dapat diukur dari usia PUS (pasangan usia subur), sanitasi dan status gizi. Pendataan dan monitoring keluarga beresiko pun perlu dilaksanakan, yang dimaksud keluarga beresiko adalah pasangan usia subur berusia 36 tahun, pasangan berusia terlalu muda yaitu 16 tahun.
Status sanitasi seperti ketersediaan air bersih layak minum dan kebersihan rumah juga menjadi faktor resiko terjadi stunting. Keluarga yang merawat ibu hamil dan bayi harus mengetahui pentingnya gizi bagi pertumbuhan bayi, makanan seperti mie instan dan cilok mengandung gizi yang rendah dan lebih baik diganti telur yang sudah bisa dipastikan mengandung gizi yang baik (Pemkab Jember, 2022).
Bayi yang mengalami masalah kurang gizi atau malnutrisi selama 1000 hari pertama kehidupannya sehingga mengalami stunting merupakan indikator akan terjadinya penurunan produktivitas masyarakat di masa mendatang (Siti Helmyati dkk., 2018).Â
Menurut WHO, stunting dapat terjadi akibat asupan nutrisi yang buruk, infeksi berulang dan stimulasi psikososial yang tidak mencukupi (Saadah, N., 2020). Menurut Dr. dr. Diah Rumekti Hediati, Sp.OG, stunting pada anak dapat disebabkan oleh faktor genetik, asupan nutrisi yang kurang saat dalam kandungan dan setelah lahir, infeksi berulang dan tingkat pengetahuan orang tua yang rendah (Humas fku UGM, 2022).