Mohon tunggu...
Amalita Frantrini
Amalita Frantrini Mohon Tunggu... -

QS. 9 (105) | Writing | Literary | Music | Fiction | Travelling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Satu Kunci Bernama Komunikasi

27 Oktober 2013   19:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:58 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bumi tidak pernah menolak dirinya menjadi tempat menetap milyaran manusia yang berbeda-beda. Entah berbeda warna kulit, suku, bangsa, maupun agama. Ia tidak pernah berniat mengusir satu atau beberapa suku atau bangsa dari tanah nya yang luas ini. Ia tidak berharap hanya akan ada satu ‘penguasa’ dari satu bangsa karena ia tahu, apa yang menjadi miliknya ini hanya sebuah titipan dari Tuhan. Lalu, tahukah kamu jika hari ini bumi sedang menangis karena berbagai konflik serta kerusuhan yang terjadi di berbagai belahan dunia ? Tidak kah kau menyadarinya ?

Timur Tengah masih bergejolak. Kabar terbaru dari Mesir mengatakan bahwa keadaan masih tidak aman dan pendukung Mursi masih terus berunjuk rasa. Palestina dan Israel masih berjuang demi meraih kemenangan yang dikehendaki oleh masing-masing pihak. Kapan semua konflik ini berakhir ? Apakah Islam dan Barat masih akan terus berkonflik ? Apakah semua masyarakat Barat akan terus memerangi Islam ? Jika pun begitu, haruskah Islam tidak pernah ada sebelumnya agar dunia tetap aman dan tenteram  ?

Mungkin itu hanya sebagian kecil keadaan yang terekspose media massa. Selalu menggambarkan Islam dan Barat seperti minyak dan air yang tidak pernah bisa bersatu. Tapi, apa benar kah kenyataannya begitu ? Lalu bagaimana dengan pemberitaan lain di media yang memberitakan mengenai unjuk rasa warga Irlandia, Inggris, Jerman yang notabenenya bukan umat muslim juga melakukan demonstrasi terkait serangan Israel ke Palestina ? Apakah kita bisa mengeneralisasi bahwa semua masyarakat Barat pasti akan memerangi Islam ? Bagaimana dengan misalnya siswa Indonesia yang bergama Islam dan berjilbab ikut serta dalam pertukaran pelajar ke negeri Eropa dan Amerika – sudah berapa banyak yang mungkin menjadi korban pelecehan agama disana ? toh, sebagian besar mereka kembali ke sini dalam keadaan baik-baik saja dan membawa sejuta cerita menyenangkan ketika berada di negeri seberang sana. Apakah kita harus ikut mengeneralisasi perlakuan warga sipil Barat dengan pemerintahnya ? Jika begitu, akan jadi seperti apa bumi kita hari ini karena peperangan yang mendera? Bersyukurlah karena hingga hari ini toleransi dan saling menghormati itu masih ada di sekitar kita.

Ada satu cerita dari seorang senior yang mengikuti program pertukaran pelajar ke Amerika dimana ia bertemu dengan berbagai pelajar lain dari belahan dunia yang berbeda. Pada awalnya teman-temannya banyak bertanya tentang nya mengapa ia memakai jilbab sehingga ia berbeda dengan yang lain dan kemudian berlanjut pada pertanyaan-pertanyaan lain seputar dunia Islam. Singkat cerita, pada masa akhir pertukaran pelajar seorang teman senior saya yang berkebangsaan Amerika dan seorang Nasrani itu mengatakan pada beliau sebelum pulang ke Indonesia. “ Terima kasih karena telah membuat saya mengenal Islam lebih jauh, mengenal Islam dengan sebenarnya tanpa campur tangan media. Islam memang benar-benar indah. “

Ya, begitulah kenyataannya. Tidak banyak orang yang paham dan mau bertanya serta menggali pengetahuan tentang Islam yang sebenarnya. Begitu pun dengan kita yang muslim, tak banyak yang ingin mengetahui keadaan masyarakat Barat dalam memandang Islam sebenarnya. Hanya dapat berprasangka satu sama lain. Hanya dapat bertanya pada benda semu dan tak mendapat jawaban berarti. Melupakan komunikasi yang sebenarnya menjadi kunci utama toleransi dan penghancuran batas perbedaan antarmasyarakat dari berbagai belahan dunia.

Jangan salahkan Islam yang dituduh dengan jaringan terorisnya pun juga jangan salahkan Barat dengan ketidaktahuannya. Semua harus dikomunikasikan, ditanya dan dijelaskan lebih jauh dan rinci.

Terakhir, mengutip dari buku ‘ A World Without Islam ‘ oleh Graham E. Fuller, “ Even if the prophet Muhammad had never started Islam in the seventh century, the clash between East and West would have existed today, with the Christian Churches replacing Islam as the West’s adversary.”

***

Depok, 28 September 2013

Tulisan untuk Buku #Dialog100


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun