Mohon tunggu...
Amalia Zulfia Latifah
Amalia Zulfia Latifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN SATU TULUNGAGUNG

Mahasiswa semester 4 jurusan Psikologi Islam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rumah Baru Ayah

21 Juni 2022   20:43 Diperbarui: 21 Juni 2022   20:53 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Beberapa menit sebelum tiba di rumah, saya meyakinkan diri bahwa jika kemungkinan kecil yang saya pegang selama perjalanan itu tidak terjadi, saya berharap bahwa saya tidak meraung menangis ketika melihat jasad ayah. Tetapi tentu saja itu sulit dilakukan.

Melihat jasad ayah yang sudah berada di keranda dengan kain hijau yang sudah terbungkus rapi, tangisan saya pecah. Seketika saya mengingat kebodohan saya yang melupakan berpamitan kepada ayah, seketika saya mengingat banyak kesalahan yang telah saya lakukan kepada ayah.

Rontaan kecil saya keluarkan agar saya dapat membuka kain yang terbungkus menutupi ayah, tetapi beberapa orang memeluk saya agar berhenti melakukan itu. Mereka mengatakan saya harus ikhlas, mereka mengatakan bahwa ayah kesakitan jika tidak segera diantar ke rumah barunya. Saya tak ingin menyakiti ayah lebih lama lagi, maka malam itu di pemakaman, saya merelakannya untuk "pulang" tanpa bisa melihat wajah ayah untuk yang terakhir kali. Rasanya seperti tiba-tiba ayah menghilang dan saya tidak dapat menemukannya lagi.

Setelah tiba dari pemakaman saya menceritakan pada saudara saya tentang mimpi yang saya alami malam hari sebelum ayah meninggal. Di mimpi itu saya melihat ayah menggunakan baju putih, datang menemui saya di asrama dan memeluk saya sambil mengatakan agar saya menjaga diri. Ketika itu saya langsung terbangun, tetapi saya tidak mengindahkan mimpi tersebut karena saya pikir itu adalah bunga tidur yang tidak memiliki arti.

Mereka mengatakan berarti ayah datang untuk berpamitan dengan saya. Tetapi tetap saja, mimpi tersebut tidak membantu untuk mengurangi rasa bersalah saya kepada ayah. Terkadang saya menangis di tengah malam karena merindukan ayah. Walaupun terakhir saya merasakan pelukan ayah adalah empat tahun yang lalu (lagi-lagi karena hubungan yang tak terlalu hangat) saya mencoba mengingat hangatnya pelukan ayah di hari itu.

Tetapi satu hal positif yang bisa saya ambil dibalik kebodohan yang saya lakukan adalah dengan penyesalan yang terus menerus menghantui saya, setiap perasaan merasa bersalah itu muncul maka saya akan segera berdo'a untuk ayah.

Saya berpikir bahwa daripada saya terus menerus hanya menyalahkan diri sendiri, akan terasa lebih baik jika saya mengurangi perasaan bersalah tersebut dengan berdo'a, karena tidak ada sesuatu yang bisa saya lakukan kecuali berdo'a.

Hal yang saya yakini bahwa sesuatu yang paling ayah butuhkan adalah do'a dari anaknya. Manusia memang tidak bisa mengubah masa lalu dan penyesalan selalu ada di belakang, tetapi itu bukanlah akhir yang tidak bisa diperbaiki. Akan selalu ada banyak cara dan kesempatan untuk manusia memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun