Baik di tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat Aceh, pembagian dan pelaksanaan urusan pemerintahan, termasuk kewajiban dan masalah pilihan, diputuskan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar eksternalitas, tanggung jawab, dan produktivitas dengan tetap memperhatikan keselarasan hubungan administrasi.Â
Pembagian urusan pemerintahan yang berkaitan dengan hukum Islam antara pemerintah Aceh dan otoritas publik masyarakat lokal/kota difokuskan pada Qanun Aceh. Kegiatan dan pengaruh yayasan adat di Aceh telah diatur dalam Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2000 yang mengatur tentang penetapan taraf hidup.Â
Salah satu titik tertinggi Aceh yang menonjolkan harkat dan martabatnya dijelaskan dalam Perda ini. Peraturan No. 4 tahun 1999 tentang pelaksanaan standar hidup yang juga sesuai dengan jiwa pelaksanaan syariat Islam Oleh karena itu, adat-istiadat yang disinggung di dalam dan ditambah dengan Peraturan Daerah ini adalah adat-istiadat yang sesuai Islam dan diperbolehkan jika tidak bertentangan dengan Islam syariah.
Pelaksanaan adat diatur dengan Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2000 yang memberikan kedudukan kepada badan-badan standar, antara lain Imuem Mukim, Geuchik, Teungku Imuem, Tuha Peut, dan Tuha Lapan. Badan-badan tersebut bertanggung jawab untuk mengatur pelaksanaan hukum Islam, termasuk hukum Islam yang belum dipalsukan dan hukum Islam yang sudah menjadi adat.Â
Apakah tuntutan batin kota terkait dengan syariat? Mirip dengan bagaimana standar ini ditetapkan, mereka juga dirancang untuk menerapkan hukuman untuk masalah atau pelanggaran yang muncul di komunitas individu. Selain itu, pedoman terdekat menyatakan bahwa ketika memilih siapa yang akan mengawasi debat standar yang belum terselesaikan, pilihan pengaturan standar dapat dipertimbangkan.
Aturan baku dalam penghukuman lebih mengacu pada kecenderungan bahwa ketika ini terjadi di dekatnya, hukuman Aceh sendiri didasarkan pada Buku Peraturan Aceh, yang juga dikenal sebagai Qanun. Namun, dari sudut kriminologis, ini lebih berfokus pada aturan yang telah dibuat dan disetujui oleh otoritas negara.Â
Namun, karena peraturan normal tidak memperhitungkan status keuangan pelaku kesalahan, peraturan tersebut secara bertahap diberlakukan lebih ketat. Dan siapa pun yang melakukannya, itu. Apakah kesalahan dilakukan atau tidak, pelaku akan menghadapi hukuman yang sama seperti orang lain, terlepas dari apakah mereka anggota keluarga kekaisaran atau tidak. Masih ada pelaku tindak pidana yang mendapat hukuman dalam pelaksanaan disiplin dari segi kriminologi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H