Kesimpulan dari penjelasan tersebut ialah Dalam praktiknya, hukum adat di Aceh dalam menyelesaikan tindak pidana memiliki dasar yang sangat kuat terhadap sejarah yang berlaku dan hukum Islam yang juga berlaku di dalam wilayah Aceh. Peraturan yang berlaku di dalam masyarakat sendiri merupakan peraturan yang dibuat oleh pemerintah Aceh yang berfungsi menegakkan ketertiban di dalam wilayahnya.Â
Peraturan tersebut dikenal keras dan mengutamakan efek jera bagi orang yang melakukan tindak pidana, tanpa memperhatikan hak asasi yang dimiliki pelaku tindak pidana tersebut sebagai manusia. Sehingga dapat di tarik kesimpulan berdasarkan pembahasan diatas, bahwa hukum adat yang beraku di Aceh memiliki cara penyelesaian yang berbading balik dengan sudut pandang kriminilogi.Â
Dalam hukum adat yang berlaku di Aceh lebih diutamakan hukuman yang dapat menimbulkan efek jera yang diterima oleh orang yang pelaku tindak pidana dan mencegah timbulnya niat untuk melakukan tindak kejahatan lainnya. Sedangkan dari sudut pandang kriminologi, timbulnya efek jera juga diutamakan namun masih memperhatikan pemberlakuan HAM. Penjatuhan hukuman bagi pelaku tindak pidana dapat menimbulkan efek jera namun masih memperhatikan Hak Asasi yang dimiliki pelaku sebagai manusia. Sehingga, kriminologi tidak menyetujui dan membenarkan pemberian hukuman bagi pelaku tindak pidana yang menyampingkan Hak Asasi Manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H