McKinsey Global Institute – sebuah lembaga riset internasional – memperkirakan Indonesia akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor tujuh di dunia pada tahun 2030 mendatang.Â
Menurut laporan dari The World Bank (2017), implementasi kebijakan pro-ekonomi, investasi sumber daya manusia, dan penguatan sektor inti ekonomi telah menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkesinambungan. Hingga triwulan ke-3 tahun 2023, ekonomi nasional Indonesia secara kumulatif mampu tumbuh sebesar 5,05 persen. Dengan demikian, Indonesia bukan hanya memiliki aktivitas ekonomi terbesar di Asia Tenggara, tetapi juga memainkan peran yang semakin krusial dalam membentuk peta ekonomi regional dan global.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memegang peran yang kritis dan strategis dalam struktur ekonomi, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Data dari Kementerian Koperasi dan UKM Indonesia (2023) menunjukkan program-program pemerintah yang mendukung UMKM, seperti pembiayaan yang terjangkau dan pelatihan kewirausahaan, telah membantu meningkatkan daya saing dan kontribusi sektor ini dalam pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Di Indonesia sendiri, UMKM merupakan salah satu sektor penopang utama perekonomian. Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2023), Indonesia memiliki 65,5 juta UMKM yang jumlahnya mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha. Sektor UMKM memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61%, atau senilai dengan Rp9.580 triliun, bahkan kontribusi UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai sebesar 97% dari total tenaga kerja.
Meskipun UMKM memiliki berbagai pengertian yang berbeda-beda, namun secara umum menurut Azis dan Ruslan (2009) terdapat beberapa indikator atau kriteria yang lazim digunakan untuk mendefinisikan UMKM, antara lain: besarnya volume usaha, besarnya modal, nilai aset, kekayaan bersih, dan besarnya jumlah pekerja. Undang-Undang  Nomor  20  Tahun  2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UU UMKM) Pasal 6 ayat (1), (2), dan (3) memberikan kriteria bagi UMKM yang digolongkan berdasarkan jumlah aset dan omset yang dimiliki sebuah usaha.
Penelitian yang dilakukan oleh Hussain, et.al menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kewirausahaan dan ketenagakerjaan dengan PDB. Dengan demikian, kewirausahaan merupakan variabel baru dalam pertumbuhan ekonomi (Hussain,   Sultan,   Ilyas,   2011). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Thurik dan Wennekers (2004) yang menyebutkan bahwa kewirausahaan merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi, daya saing dan penciptaan lapangan pekerjaan. Mengingat   sifatnya   yang   padat   karya, maka UMKM dapat secara efektif menciptakan lapangan kerja sesuai dengan tingkat kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat (Permana, 2015).
Upaya pengembangan sektor UMKM akan terhambat jika semangat kewirausahaan tidak ditanamkan secara luas di masyarakat. Mengingat peran yang sangat penting dari sektor UMKM dalam pembentukan PDB, maka diperlukan adanya banyak wirausahawan untuk meningkatkan perekonomian suatu negara.Â
Amerika Serikat, Jepang, dan China – yang merupakan negara maju – memiliki jumlah wirausahawan berturut-turut sebesar 12 persen, 11 persen, dan 10 persen terhadap jumlah penduduk masing-masing negara. Indonesia sendiri sampai saat ini baru memiliki wirausahawan sebesar 3,1 persen dibandingkan jumlah penduduk. Jumlah ini tentunya masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura yang memiliki wirausahawan sebesar 7 persen dan Malaysia sebesar 5 persen.Â
Maka dari itu, perlu adanya dorongan dan kebijakan yang mendukung penciptaan wirausaha baru di Indonesia, dengan tujuan menggerakkan lahirnya bisnis-bisnis inovatif yang pada akhirnya dapat membuka peluang penciptaan lapangan kerja baru. Peningkatan jumlah wirausaha dapat menjadi ‘katalisator’ bagi pertumbuhan ekonomi dengan mendorong diversifikasi sektor usaha.
Menggalakkan jiwa wirausaha dalam masyarakat memerlukan upaya terencana dan berkelanjutan yang dapat diperkuat melalui program-program pelatihan kewirausahaan dan penyediaan sumber daya yang mendukung. Dengan diadakannya pelatihan kewirausahaan diharapkan mampu memunculkan  usaha  baru  dan  memberikan  efek  positif  pada pengembangan mental kemandirian generasi muda (Ismail et.al, 2020). Melalui pendekatan ini, masyarakat dapat lebih aktif terlibat dalam menciptakan inovasi dan peluang bisnis yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dharmawati (2016) mengungkapkan bahwa wirausahawan merupakan seseorang yang  mempunyai  kemampuan  melihat  dan menilai peluang, mengelola sumber daya yang dibutuhkan serta mengambil tindakan yang tepat, guna memastikan sukses secara berkelanjutan. Sedangkan Pambudy (2017) menemukan bahwa secara prinsip, kewirausahaan memiliki makna yang khas di mana mencerminkan karakter seseorang yang tekun, giat dan kreatif dalam bekerja atau berusaha, mampu mengambil prakarsa dari peluang usaha  yang  memperhatikan  sumber  daya  yang ada, mampu berdiri sendiri tanpa mengandalkan bantuan orang lain, berani mengambil risiko kerugian atau kegagalan tanpa harus putus asa serta mampu bertindak sebagai motivator dan inovator.