Bagi saya, citra media Islam yang seperti itu jelas melukai wibawa umat. Ironisnya, banyak sekali yang menikmati dan akhirnya terprovokasi oleh media Islam seperti itu. Barangkali bahan bacaannya yang kurang sehingga tak memiliki informasi yang jelas terhadap akar peristiwa atau suatu fenomena, atau karena watak penganut Islam trasidional “yang penting gua membela agama dan saudara seiman gua”. Mereka mudah sekali tersulut oleh suatu konflik yang belum jelas kebenarannya, dan sangat disayangkan, media Islamlah yang menyulut kemarahan umat.
Keadaan media Islam yang sedemikian kurang profesional dan bijaknya itulah, yang dalam hemat saya, merupakan jawaban atas pertanyaan “mengapa pers Islam sejak masa Orde Baru, tidak pernah menjadi pers utama, padahal umat Islam di Indonesia adalah mayoritas?”.
Umat Islam sebagai bagian dari rakyat Indonesia, sekaligus memiliki identitas internasional yang diakui oleh masyarakat dunia, berhak menuliskan kisah dari sudut pandangnya sendiri. Akan tetapi, tulislah kisah yang direkonstruksi dari data yang shahih, fakta yang terbukti kebenarannya, dan ditulis dengan seobjektif mungkin. Umat membutuhkan berita yang kredibel, bukan berita mitos!
Umat membutuhkan berita yang mengabarkan apa apadanya peristiwa, bukan peristiwa yang dikondisikan sesuai kepentingan kalangan Islam atau ideologi kelompok ABCD. Marilah membentuk media Islam yang profesional, kredibel, mengedukasi umat dan rakyat pada umumnya, membuka wawasan, dan sekali lagi, mengaplikasikan Islam yang “rahmatan lil ‘alamin”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H