Mohon tunggu...
Andi Rohani Amalia
Andi Rohani Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Padjadjaran

Need nothing more, want nothing else.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sosial Media sebagai Penjaring Partisipasi Pemilih Pemula, Milenial, dan Generasi Z

13 April 2022   12:14 Diperbarui: 13 April 2022   12:28 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan partisipasi dan kebebasan untuk mengemukakan pendapat. Keputusan seseorang untuk melakukan partisipasi politik tentu saja didasari oleh berbagai macam faktor dan alasan. Namun, semakin banyak partisipasi politik yang dilakukan oleh warga secara nasional, maka mereka mampu ikut serta dan bahu membahu bersama pemerintah dalam menjalankan pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat.

Hingga saat ini, pemilihan umum masih dilihat sebagai bentuk partisipasi masyarakat yang konkret dalam jalannya pemerintahan. Jika berbicara mengenai pemilihan umum, maka bahasan memgenai pemilih pemula pastinya takkan luput dari bahasan. Pemilih pemula merupakan calon pemilih yang baru pertama kali akan menggunakan hak pilihnya. Kriteria dari seseorang yang dikategorikan sebagai pemilih pemula adalah:
1. Remaja yang berusia lebih dari 17 tahun
2. Belum pernah memilih atau melakukan peentuan suara di TPS
3. Memiliki rasa antusias yang tinggi
4. Menjadi sasaran utama peserta pemilu sebab jumlahnya yang banyak

Pada pemilihan umum 2019, jumlah pemilih pemula dan muda setidaknya ada 5 juta suara. Jumlah 5 juta ini merupakan 2.5% dari total pemilih yang mencapai 192 juta orang. Pada pemilu 2024 yang akan datang, diperkiran pemilih pada pemilu akan didominasi dari generasi milenial dan generasi Z. Jumlah pemilih milenial dan generasi Z pada 2024, diprediksi akan menyentuh angka 60 persen dari keseluruhan pemilih tetap.

Dengan prediksi mengenai melimpahnya jumlah pemilih pemula, milenial, dan generasi Z, hal ini sudah seharusnya dilihat sebagai kesempatan bagi peserta pemilu atau partai peserta pemilu. Tidak hanya memikirkan cara untuk menggaet perhatian mereka, namun mereka harus memastikan terlebih dulu bahwa pemilih-pemilih muda ini akan ikut serta dalam pemilihan umum. Ada baiknya, partai melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya peran pemilih pemula ini dalam pemilu.
Seiring berkembangnya teknologi, terutama pada teknologi informasi yang berbasis internet, media komunikasi menjadi hal yang penting. Dengan ditemukannya media-media informasi berbasis internet, persebaran informasi ke khalayak luas dapat dieksekusi dalam waktu yang singkat dan biaya yang murah. Komunikasi yang dulunya hanya sebatas interaksi face to face, kini berkembang secara online berbasis internet.

Berdasarkan fakta inilah, peran media sosial sangat dibutuhkan untuk menjaring pemilih pemula, milenial, dan generasi Z untuk tidak membuang percuma hak suara yang mereka miliki. Menurut riset dari DataReportal, jumlah pengguna media sosial di Indonesia menyentuh angka 191,4 juta pada Januari 2022. Angka ini dilapokan mengalami kenaikan sebanyak 21 juta atau 12,6 persen dibandingkan 2021. Angka 191,4 juta ini pun dilaporkan setara dengan 68,9 persen total populasi di Indonesia. Riset lain yang dilakukan oleh agensi marketing We Are Social dan Hootsuite mengungkapkan bahwa separuh penduduk di Indonesia sudah aktif menggunakan media sosial dimana generasi milenial dan generasi Z mendominasi sebagai pengguna media sosial terbanyak. Berdasarkan fakta ini, fenomena sosialisasi politik hingga ke kampanye politik mulai berpindah ke media baru, yaitu media sosial.

 Namun, walaupun aktor politik telah mendapatkan media baru untuk melakukan sosialisasi menjelang pemilihan umum, mereka pun harus meningat bahwa kelompok milenial dan generasi Z tidaklah semua memiliki antusias yang besar dengan politik. Banyak diantara mereka yang merupakan kelompok apolitik, yang tidak suka dengan retorika, dan lebih menantikan hal-hal yang bersifat nyata dan rasional. Untuk itu, aktor politik harus memanfaatkan sosial media sebaik mungkin untuk menjaring pemilih milenial. Mereka bisa melakukan strategi seperti menyebarkan konten-konten informasi berbobot melalui sosial media mereka, membuat konten yang berfokus kepada isu-isu yang lebih sensitif kepada anak muda seperti isu mengenai lapangan kerja atau lingkungan hidup, dan memanfaatkan sosial media mereka untuk menyebarkan kerja-kerja nyata mereka di lapangan. Dengan menyebarkan hal-hal nyata dan bermanfaat, maka diharapkan pemilih muda dapat melihat sisi baik dari setiap aktor dan partai politik, dan juga diharapkan agar partisipasi pemilih pemula di pemilihan umum 2024 dapat meningkat dari tahun 2019.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun