Mohon tunggu...
Amalia Mumtaz Nabila
Amalia Mumtaz Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pop-culture entusiast who loves to write what's on her mind.

obrolanku yang lainnya: kunciperak.wordpress.com ll email: amaliamtznbl@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mnet Gunakan Azan di Acara Dance dan PR Panjang Korea soal Cultural Appropriation

9 September 2021   15:00 Diperbarui: 9 September 2021   15:02 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kostum perform grup Aespa yang sedikit lebih tertutup dari biasanya untuk menghargai budaya UAE | Aespa Thailand

Lagi, rasanya entah sudah yang keberapa kali kasus seperti ini terjadi di industri hiburan Korea. Kali ini saluran TV kabel Korea, Mnet, diduga menggunakan remix azan sebagai background musik pembuka acara kompetisi menari, Street Woman Fighter.

Kecaman yang berdatangan tidak hanya dari warga muslim biasa, tetapi juga orang-orang muslim penggemar Korea. Banyaknya kecaman yang datang membuat Mnet sadar akan hal ini dan tidak tinggal diam. Rabu, 8 September 2021, Mnet menyatakan permintaan maafnya dan akan mengedit bagian yang menjadi kontroversi.

Saya mewajarkan bagi orang-orang yang awam dengan industri hiburan Korea dan kaget dengan kasus seperti ini, tapi bagi saya yang sudah bertahun-tahun menjadi penggemar K-Pop, kasus seperti ini sudah hampir seperti makanan sehari-hari. Saya sudah hilang hitungan berapa banyak kasus cultural appropriation yang pernah terjadi di industri hiburan Korea.

Dari kasus yang masih abu-abu dan masih jadi perdebatan sampai sekarang seperti penggunaan tato bertuliskan lafadz bismillah atau menggunakan masjid sebagai latar video musik. 

Sampai kasus yang lumayan serius seperti, menyelipkan tilawah surah An-Naba sebagai background musik dan yang sekarang ini menggunakan panggilan Azan yang di-remix ke dalam lagu sebuah acara.

Oh jangan kaget dulu, selain budaya Islam, masih banyak lagi budaya lainnya yang pernah jadi ribut-ribut dan disebut sebagai cultural appropriation di industri hiburan Korea Selatan ini. 

Ada yang pernah menggunakan ornamen budaya Hindu sebagai 'estetik' dari lagu atau video musik lagu tersebut, menciptakan lagu yang liriknya berisi stereotip terhadap masyarakat India, menggunakan dreadlocks, dan yang menurut saya lumayan parah adalah melakukan blackface.

Contoh Blackface di industri hiburan Korea | Popcrush
Contoh Blackface di industri hiburan Korea | Popcrush

Kasus-kasus tersebut biasanya disudahi dengan permintaan maaf, tetapi ada pula pihak yang tidak melakukan apapun dan membiarkan kasusnya reda sendiri. Bagi pihak yang meminta maaf, biasanya yang menjadi alibi mereka adalah ketidaktahuan kalau penggunaan budaya tersebut dapat menyinggung perasaan banyak pihak.

Hal ini sesuai dengan perkataan Alex Reid, yang dilansir dari Dazed, seorang idol kulit hitam pertama di industri K-Pop. Ia bergabung dengan grup BP Rania dari 2015 hingga 2017 setelah direkrut oleh perusahaan hiburan Korea saat berada di Los Angeles.

Reid percaya bahwa banyak dari insiden ini berasal dari fakta bahwa Korea Selatan adalah negara dengan ras yang homogen. "Mereka tidak memiliki banyak pengalaman langsung (terhadap budaya luar), jadi mereka mengambil apa yang mereka lihat tanpa memahami implikasinya," jelas Reid. "Ini adalah transisi yang sulit bagi orang yang belum pernah mengalami (secara langsung) budaya lain."

Well, saya cukup setuju dengan pernyataan Reid. Meskipun begitu, Alex Reid percaya bahwa industri K-pop akan terus belajar seiring pertumbuhannya secara internasional dan menyadari bahwa mereka tidak dapat menyepelekan begitu saja budaya audiensnya yang makin beragam. 

"Seiring K-pop menjadi jauh lebih populer," katanya, perusahaan hiburan akan "menyadari bahwa konsumen, penggemar mereka, memiliki budaya yang berbeda dari sekadar budaya Asia Timur, dan mereka akan menyadari bahwa mereka harus menarik minat pasar itu (dengan menghargai budaya pasar)."

Kostum perform grup Aespa yang sedikit lebih tertutup dari biasanya untuk menghargai budaya UAE | Aespa Thailand
Kostum perform grup Aespa yang sedikit lebih tertutup dari biasanya untuk menghargai budaya UAE | Aespa Thailand

Sisi baiknya, sepertinya perkataan Alex Reid mulai terbukti. Meskipun tidak banyak, sudah ada perusahaan-perusahaan yang peduli terhadap pasar global mereka. Di mulai dari SM Entertainment yang paham bahwa penting bagi artisnya untuk berpakaian sesuai dengan norma dari negara pasar tujuan mereka.

Upaya lain juga dilakukan oleh grup BTS dengan treatment mereka terhadap fans global. Mulai dari menjaga jarak dengan fans muslim (khususnya perempuan), sampai berdonasi dalam gerakan Black Lives Matter.

Di luar dari jelasnya perasaan gerah saya terhadap cultural appropriation, saya harus mengakui bahwa belum ada batasan yang jelas terhadap persoalan ini. Mana yang termasuk ke dalam cultural appropriation dan mana yang tidak? Karena selama ini, kasus cultural appropriation hanya berlandaskan penilaian subjektif individual saja.

Meskipun begitu, dilansir oleh The Atlantic, ada beberapa hal yang mungkin bisa kita lakukan untuk menghindari praktik cultural appropriation:

  1. Jangan pernah mencemooh ras lain dengan praktik blackface
  2. Penting untuk menghormati seni dan ide dari budaya lain serta mengakui asal-usulnya
  3. Jangan memakai artefak suci hanya untuk sebagai aksesori semata
  4. Ingatlah bahwa budaya itu sangat beragam
  5. Jangan menganggap cultural appropriation sebagai keanekaragaman
  6. Mencoba untuk menghargai budaya lain dan bukan menggunakaannya sebagai estetika belaka
  7. Perlakukan pertukaran budaya layaknya sebuah kolaborasi profesional, berikan pengakuan terhadap budaya tersebut atau bahkan mempertimbangkan untuk memberikan royalti

Begitulah kicauan saya soal cultural appropriation di industri hiburan Korea yang nampaknya masih akan terus menjadi perdebatan panjang. Saya ingin menegaskan bahwa tidak ada maksud untuk mencap Korea sebagai negara yang A B C D, toh dengan membuat artikel ini saya sendiri jadi paham bahwa mereka masih belajar untuk menghargai budaya lain atas dampak dari negara mereka yang semakin menjadi perhatian dunia.

Tapi bagaimana pendapat Kompasianer soal cultural appropriation di Korea atau cultural appropriation secara general? Mari sama-sama belajar di kolom komentar :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun