Mohon tunggu...
amalia melati
amalia melati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Manusia yang suka menjelajahi toko-toko lucu, dan agak konsumtif :3

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Satukan Perbedaan Melalui Pemahaman Komunikasi Antarbudaya

30 November 2024   07:45 Diperbarui: 30 November 2024   08:00 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia adalah negara yang kaya akan suku, etnis, dan adat istiadat yang berbeda-beda. Begitu pula dengan norma, bahasa, keyakinan dan kebahasaan di masing-masing daerah juga pasti berbeda. Dalam konteks komunikasi antarbudaya, hal ini menyangkut proses bagaimana orang-orang yang memiliki berbagai macam perbedaan dan berasal dari budaya yang berbeda ini berkomunikasi serta bertukar informasi, atau pesan. Tentu hal perbedaan budaya ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, banyak sekali negara-negara diluar sana yang juga memiliki culture bermacam-macam. Hal ini melibatkan bagaimana proses komunikasi antar suatu negara dengan negara yang lain (komunikan dan komunikator yang berbeda negara) dapat berjalan dengan baik, ini yang biasanya disebut dengan Komunikasi Internasional.

Keterkaitan antara Komunikasi Internasional dengan konteks komunikasi antarbudaya jelas sekali terlihat, yang mana dalam satu negara saja perbedaan yang ada begitu banyak, apalagi sampai lintas negara. Sebagai contoh, pertemuan presiden Indonesia dengan presiden dari negara Amerika Serikat, Joe Biden, pertemuan tersebut bertujuan untuk meningkatkan status hubungan bilateral, dari strategic partnership, menjadi comprehensive strategic partnership (CSP). Contoh tersebut membuktikan bahwasanya Komunikasi Internasional dalam konteks komunikasi Antarbudaya sangat berkaitan erat.

Selain itu, Komunikasi Antar Etnis juga mempunyai kaitan dengan komunikasi antarbudaya. Komunikasi Antar Etnis sendiri berarti komunikasi yang dilakukan antar anggota etnis yang berbeda, maupun anggota dari etnis yang sama, namun memiliki latar budaya berbeda. Bagaimana dua hal ini bisa berkesinambungan? Karena dari pengertian Komunikasi Antarbudaya sendiri mencakup 'etnis', dan hal tersebut memang menjadi salah satu fokus yang menjadi bahasan dalam konteks ini. Tujuan adanya komunikasi antarbudaya dalam Komunikasi Antar Etnis yakni untuk mencegah/meminimalisir kesalahpahaman ketika hendak berinteraksi/berkomunikasi.

Komunikasi Antar Ras juga ikut andil dan memiliki keterkaitan pula pada komunikasi antarbudaya. Komunikasi Antar Ras membahas tentang proses komunikasi kepada individu satu dengan lainnya yang berbeda ras, perbedaan yang satu ini dapat dilihat berdasarkan karakteristik biologisnya. Fungsi komunikasi antarbudaya sendiri disini agar meskipun komunikan dan komunikator memiliki ras yang berbeda, dalam komunikasinya tidak ada konflik. Komunikasi antarbudaya juga dapat digunakan untuk membantu menyampaikan identitas, agar komunikan dan komunikator yang berbeda ras tersebut dapat memahami satu sama lain.

Maka dapat dikatakan ketiga elemen tersebut yakni Komunikasi Internasional, Komunikasi Antar Etnis dan Komunikasi Antar Ras jelas memiliki keterkaitan dengan komunikasi antarbudaya, karena memang tiga hal tersebut merupakan unsur-unsur yang terkandung dalam komunikasi antarbudaya itu sendiri. Begitu pula fungsi dari komunikasi antarbudaya adalah agar proses komunikasi yang komunikan dan komunikator nya mencakup tiga unsur tersebut berjalan dengan baik dan meminimalisir konflik yang ada antar orang-orang yang berbeda kebudayaan.

Meski begitu, stereotipe, prasangka dan etnosentrisme masih menjadi hambatan di dalam komunikasi antarbudaya. Bagaimana tidak? Jika suatu budaya terkena stereotipe yang negatif, maka stereotip tersebut selamanya akan melekat, dan orang lain sudah memandang budaya tersebut dengan tatapan 'berbeda'. Tentu hal ini dapat menimbulkan konflik jika stereotip yang melekat ini tidak segera diatasi. Selanjutnya prasangka juga termasuk ke dalam salah satu hal yang dapat menghambat komunikasi antarbudaya, karena prasangka adalah bentuk penilaian negatif seseorang/kelompok terhadap suatu individu/kelompok tertentu. Jadi, seseorang yang memiliki prasangka buruk terhadap suatu kelompok budaya yang berbeda dengannya cenderung akan merendahkan, menghindari, atau bahkan dapat berujung pada kekerasan kepada suatu kelompok budaya tertentu. Etnosentrisme juga mempunyai peran besar dalam menghambat komunikasi antarbudaya, hal ini dikarenakan seseorang yang menganut sikap etnosentrisme melihat suatu kebudayaan yang lain berdasarkan cara pandang kelompok budayanya sendiri, yang terjadi yaitu seseorang dari kelompok tersebut merendahkan/mengolok-olok individu dari kelompok budaya lain, dan orang yang menganut sikap etnosentrisme merasa budayanya lebih unggul dan lebih baik dibanding kelompok budaya yang dicemoohnya.

Untuk saya pribadi, di lingkungan tempat tinggal saya masyarakatnya homogen. Untuk kebiasaan, adat istiadat, dan latar belakang kebudayaan nya pun kecil persentase perbedaannya. Namun, ketika saya memutuskan untuk melanjutkan mengemban ilmu di Jogja, saya menemukan betapa heterogennya masyarakat di Kota Pelajar ini, karena banyak kampus dan di dominasi oleh mahasiswa dari berbagai macam daerah, saya jadi belajar langkah apa yang harus saya lakukan ketika bertemu dengan orang baru yang berbeda latar kebudayaan nya dengan saya. Langkah awal yang saya lakukan yaitu berkenalan, ketika mendapati orang tersebut dari daerah yang berbeda, saya langsung tertarik dan mengulik tentang daerah tempat ia berasal, karena saya pribadi pun senang ketika mendapati saya memiliki teman dari berbagai macam daerah seperti halnya Kalimantan, Papua, Sulawesi, dsb. Setelah saya mengetahui asal-usul daerah teman baru saya, budaya dan kebiasaan nya seperti apa, barulah saya dapat memahami ketika ia berkomunikasi atau bertindak ketika menghendaki sesuatu menggunakan culture nya. Jadi, cara ini dapat membantu saya untuk dapat kenal lebih jauh tentang budaya-budaya daerah lain dari orang-orang baru di kampus tempat saya berkuliah, dan membuat pikiran saya terbuka lebih lebar tentang indahnya keberagaman suku, ras, dan etnis, apalagi melalui perbedaan-perbedaan tersebut mempertemukan kami dalam satu lingkup yang membuat orang-orang dari latar budaya yang berbeda menjadi satu tujuan, yaitu untuk mengemban ilmu di Jogja.

Masih dalam konteks komunikasi antarbudaya, pengalaman yang dapatkan tentang hal ini yaitu ketika saya berkomunikasi dengan teman saya yang berasal dari Kalimantan, saya cukup culture shock ketika melihat bagaimana ia bertindak atas suatu hal, yang menurut saya hal tersebut sangat asing dan belum pernah saya jumpai sebelumnya. Namun karena saya sudah berkenalan diawal dan mengulik tentang daerahnya tersebut, saya jadi paham,  ke ambiguan dan prasangka yang sudah saya bangun sebelum saya menjumpai orang yang berasal dari daerah ini pun runtuh karena saya sudah mendapatkan informasi mengenai latar belakang budaya nya  secara langsung, dan saya dapat menghilangkan prasangka-prasangka negatif tentang suatu daerah. Dengan ini, saya belajar, jangan asal menjudge seseorang yang berbeda latar belakang budaya dengan kita, jangan pula sombong dengan menimbulkan sikap etnosentrisme, karena pada hakikatnya semua suku, etnis, dan ras yang dimiliki oleh setiap orang itu berharga dan mempunyai keunikan nya masing-masing.

Seandainya saya menjadi seorang jurnalis, urgensi dan pemahaman terkait komunikasi antarbudaya tentu saja akan sangat mempengaruhi saya. Sebab ketika bekerja di lapangan nanti, sebagai jurnalis tentunya saya akan meliput berita, yang mana disitu melibatkan orang dari berbagai macam daerah. Oleh sebab itu, tentu saja urgensi akan komunikasi antarbudaya sangat dibutuhkan untuk membuat kita dapat mengenali dan memahami narasumber dari berita yang kita liput. Selain itu dengan pemahaman komunikasi antarbudaya, dapat meminimalisir akan adanya konflik yang terjadi akibat ketidak-tahuan seseorang akan budaya yang berbeda, juga memecah stereotipe negatif tentang suatu etnis, suku dan ras. Dengan begitu, saya dapat menjadi jurnalis yang netral, dan memiliki banyak pengetahuan tentang narasumber yang akan saya liput dari berbagai daerah melalui pemahaman komunikasi antarbudaya.

Amalia Melati Qurrota Ayuni

Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun