Bagi sebagian orang, sulit sekali untuk berkata maaf pada saat mereka memang benar-benar harus minta maaf. Tetapi jika ini berlaku untuk perusahaan, ada satu kata yang tepat untuk menggambarkan perusahaan ini. AROGAN. Merasa tidak perlu untuk minta maaf?
Saya jarang menulis tentang complain pada perusahaan, apalagi brand nya sudah saya kategorikan sebagai soulmate. Tetapi, dalam beberapa hari ini saya merasa mereka juga perlu belajar mengerti bagaimana menangani pelanggan setianya dengan baik.
- Awal cerita
Beberapa bulan terakhir ini karena ada client di Bandung, maka rutinlah berangkat pulang ke Bandung menggunakan CTT. Kita singkat saja ya nama brand nya (sudah malas nyebut juga).
Setiap minggu bolak-balik dengan travel tersebut, pada suatu hari di Dipati Ukur Bandung, saya tertarik dengan adanya angka poin di tiket saya dan iseng saya tanyakan apa maksud dari poin ini?
”Oh itu poin, Ibu berarti sudah bisa tukar dengan dua seat gratis”. Frontline menjawab dengan santainya.
Wow, lumayan juga nih, ada loyalty program untuk konsumen setia. Yang saya tanyakan ke Frontliner ticketing tadi sederhana saja
“Kalau mbak tadi tau bahwa saya punya poin gratis, dua seat lagi, kenapa saya tidak ditawarkan untuk gunakan, malah diminta bayar cash seperti biasa?”
Jawabannya sambil lalu saja.
“Ya, saya kan gak perhatikan Bu. Habis ibunya nggak minta.”
Benar-benar internal branding problem, nih. Dalam hati saya. Konsumen yang nggak tau menahu soal program perusahaan, wajib diberi tau, oleh siapa lagi jika bukan oleh para frontliners tersebut.
OK. No big deal, saya pikir masih ada banyak kesempatan ke Bandung lagi.
- Perjalanan berikutnya.
Di Bintaro. Berangkat ke Bandung. Dari rumah sudah siap-siap akan gunakan poin, dong. Pada saat saya datang, ditanya oleh front liner, kali ini laki-laki muda,
“mau pakai cash, Bu?”