PENDAHULUAN
Diabetes Melitus merupakan penyakit tidak menular yang paling banyak di derita di kalangan masyarakat. Diabetes Melitus (DM) terjadi saat pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin atau bila kondisi tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan (American Diabetes Association 2018)
Menurut International Diabetes Federation (IDF) (2015) Indonesia masuk kedalam 10 besar negara jumlah penderita DM tertinggi dengan jumlah penderita 10,3 juta orang dan diperkirakan akan meningkat menjadi 16,7 juta orang pada tahun 2045. Data dari Riset Kesehatan Daerah RISKESDAS (2018) prevalensi penderita DM Indonesia adalah 1,5% dan prevalensi penderita pada rentang usia 55-64 tahun.
Komplikasi DM seperti hiperglikemia yang tidak terkontrol memiliki resiko kerusakan serius pada sistem tubuh, terutama saraf dan pembuluh darah (WHO, 2017)bahkan kematian. Untuk mengurangi resiko tersebut penderita DM harus menjaga/mengontrol kondisinya agar dapat hidup lebih sehat.melalui pengobatan medis serta intervensi keperawatan komunitas terhadap pasien DM seperti promosi kesehatan, Aktivitas fisik teratur, pemantauan glukosa darah, pengontrolan kepatuhan optimal terhadap pengobatan dan rekomendasi untuk diet seimbang, Kemampuan mengontrol diri ini disebut dengan self management ( Beck et al. n.d.; Kebede et al. 2018; Bene et al., 2019)
Manajemen diri diabetes adalah penentu utama perawatan diabetes yang sukses dan hemat biaya yang secara nyata mengurangi rawat inap serta komplikasi.(Brown III et al. 2012; Francois and Little 2015; Robbins et al. 2008) Namun, manajemen diri diabetes adalah tanggung jawab yang sangat menuntut yang membutuhkan pendidikan diabetes terus menerus dan dukungan untuk memberdayakan pasien dalam meningkatkan literasi kesehatan dan mempertahankan perilaku perawatan diri yang diperlukan.(Powers et al. 2017; Shin and Lee 2018)
Salah satu perkembangan teknologinya adalah Continuous Glucose Monitoring (CGM) merupakan suatu sistem perangkat aplikasi diabetes yang memungkinkan pasien untuk melacak aktivitas fisik, nutrisi, dan pemantauan glukosa darah mereka.(Kirwan et al. 2013) Selain itu, intervensi manajemen mandiri diabetes yang disesuaikan dan rekomendasi yang dipersonalisasi dapat difasilitasi oleh sistem perangkat aplikasi diabetes tersebut.(Lim et al. 2016) Melalui ini, pasien dapat memantau kemajuan mereka dalam mencapai sasaran glikemik dan management dirinya.
Disini penulis ingin memperkenalkan kebaharuan teknologi Continuous Glucose Monitoring (CGM) di kalangan penderita diabetes mellitus yang bermanfaat untuk meningkatkan self management penderita diabetes mellitus.
PEMBAHASAN
Definisi Continuous Glucose Monitoring (CGM)
Continuous Glucose Monitoring (CGM) merupakan sistem pemantauan glukosa berkelanjutan melacak kadar glukosa sepanjang hari dan malam dan dapat memberi tahu apabila kadar glukosa darah terlalu rendah atau terlalu tinggi. Sistem Ini mengukur kadar glukosa secara berkala, sesering setiap 5 menit, dan menerjemahkan bacaan menjadi data dan wawasan yang mudah dibaca. Melihat kadar glukosa secara real time dapat membantu membuat keputusan yang lebih tepat sepanjang hari mengenai cara menyeimbangkan makanan, aktivitas fisik, dan obat-obatan.(National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) 2017)
Cara kerja Continuous Glucose Monitoring (CGM)
CGM bekerja melalui sensor kecil yang dimasukkan di bawah kulit (subkutan), biasanya di perut atau lengan. Sensor tersebut mengukur kadar glukosa interstisial, yaitu glukosa yang ditemukan dalam cairan di antara sel. Sensor ini menguji glukosa setiap beberapa menit. Transmitter secara nirkabel mengirimkan informasi ke monitor.
Monitor merupakan bagian dari pompa insulin atau perangkat terpisah, yang dapat di bawa dalam saku atau tas. Beberapa CGM mengirim informasi langsung ke smartphone atau tablet. Terdapat Beberapa model tersedia dan sudah terdaftar di American Diabetes Association's (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) 2017)
Sumber: Badan Pengawas Obat dan Makanan AS
Sensor CGM kecil di bawah kulit memeriksa glukosa. Pemancar mengirim data ke penerima. Penerima CGM dapat menjadi bagian dari pompa insulin, seperti yang ditunjukkan di sini, atau perangkat terpisah.
Indikasi Continuous Glucose Monitoring (CGM)
Kebanyakan orang yang menggunakan CGM memiliki diabetes tipe 1,diabetes tipe 2, diabetes gestasional.
CGM disetujui untuk digunakan oleh orang dewasa dan anak-anak dengan resep dokter. Beberapa model dapat digunakan untuk anak-anak mulai dari usia 2 tahun. Dokter akan merekomendasikan CGM apabila:
sedang menjalani terapi insulin intensif, juga disebut kontrol gula darah ketat
memiliki ketidaksadaran hipoglikemia
sering memiliki glukosa darah tinggi atau rendah
Dokter akan menyarankan untuk menggunakan sistem CGM sepanjang waktu atau hanya beberapa hari untuk membantu menyesuaikan rencana perawatan diabetes.(National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) 2017)
Fitur Khusus dari Continuous Glucose Monitoring (CGM)
CGM selalu aktif dan mencatat kadar glukosa bahkan ketika pengguna sedang mandi, bekerja, berolahraga, atau tidur. Banyak CGM memiliki fitur khusus yang bekerja dengan informasi dari pembacaan glukosa seperti:
Alarm yang dapat berbunyi ketika kadar glukosa terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Selain kadar glukosa CGM dapat mencatat kalori, aktivitas fisik, dan obat-obatan.
Pengguna dapat mengunduh data ke komputer atau perangkat pintar untuk melihat perkembangan glukosa dengan lebih mudah.
Beberapa model dapat mengirimkan informasi langsung ke smartphone orang kedua seperti orang tua, pasangan, atau pengasuh. Misalnya, jika glukosa anak turun sangat rendah dalam semalam, CGM dapat diatur untuk membangunkan orang tua di kamar sebelah.
Saat ini, satu model CGM disetujui untuk keputusan perawatan, Dexcom G7 Mobile. Dengan data yng diberikan dokter dapat dengan mudah mengontrol dan mengubah rencana perawatan diabetes berdasarkan hasil CGM yang terdata. (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) 2017)
Kelebihan Continuous Glucose Monitoring (CGM)
Dibandingkan dengan pengukur glukosa darah standar menggunakan sistem CGM dapat membantu:
mengelola kadar glukosa lebih baik setiap hari
memiliki lebih sedikit keadaan darurat glukosa darah rendah/ tinggi
membutuhkan lebih sedikit pemakain finger stick
Seiring berjalannya waktu, pengelolaan glukosa yang baik sangat membantu penderita diabetes tetap sehat dan mencegah komplikasi penyakit. Orang yang memperoleh manfaat terbesar dari CGM adalah mereka yang menggunakannya setiap hari atau hampir setiap hari.(National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) 2017)
Kelemahan Continuous Glucose Monitoring (CGM)
Walaupun dapat mengurangi pemeriksaan dengan fingerstick namun teknologi CGM tetap harus di bandingkan 2 kali sehari dengan fingerstick agar memeriksa keakuratannya,
CGM juga harus di ganti sensor setiap 3 hingga 7 hari, tergantung modelnya.
Demi keamanan, penting untuk mengambil tindakan saat alarm CGM berbunyi tentang glukosa darah tinggi atau rendah. Pengguna harus mengikuti rencana perawatan untuk membawa glukosa ke kisaran target, atau mendapatkan bantuan.
Dengan sebagian besar model CGM belum dapat mengandalkan CGM saja untuk membuat keputusan perawatan. Misalnya, sebelum mengubah dosis insulin, pengguna harus terlebih dahulu memastikan pembacaan CGM dengan melakukan tes glukosa dengan jari.
Sistem CGM lebih mahal daripada menggunakan meteran glukosa standar.
Alat-alat CGM belum banyak beredar di indonesia dikarenakan harga yang mahal
(National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) 2017)
Continuous Glucose Monitoring (CGM) Sebagai pankreas buatan
CGM adalah salah satu bagian dari sistem “pankreas buatan” yang mulai menjangkau penderita diabetes.
Institut Nasional Diabetes dan Penyakit Pencernaan dan Ginjal (NIDDK) telah memainkan peran penting dalam mengembangkan teknologi pankreas buatan. Pankreas buatan menggantikan pengujian glukosa darah manual dan penggunaan suntikan insulin. Satu sistem memantau kadar glukosa darah sepanjang waktu dan menyediakan insulin atau insulin dan hormon kedua, glukagon, secara otomatis. Sistem juga dapat dipantau dari jarak jauh, misalnya oleh orang tua atau staf medis.
Pada tahun 2016, Badan Pengawas Obat dan Makanan A.S. menyetujui jenis sistem pankreas buatan yang disebut tautan eksternal sistem loop tertutup hibrida. Sistem loop tertutup hibrid dapat membebaskan pengguna dari beberapa tugas harian yang diperlukan untuk menjaga glukosa darah tetap stabil—atau membantu pengguna tidur sepanjang malam tanpa perlu bangun dan menguji glukosa atau minum obat.
NIDDK telah mengembangkan beberapa studi penting tentang berbagai jenis perangkat pankreas buatan untuk membantu penderita diabetes tipe 1 mengelola penyakit mereka dengan lebih baik. Perangkat ini juga dapat membantu penderita diabetes tipe 2 dan diabetes gestasional.(National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) 2017)
DISKUSI
Peran seorang perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang dilakukan didalam lahan komunitas masih harus berlangsung ketika para penyandang diabetes melitus kembali kerumah, dengan menerapkan Continuous Glucose Monitoring System yang mana dengan system ini akan mempermudah pasien dalam melaporkan kadar glukosanya dan perawat dalam memantau kadar glukosa pasien, dengan begitu dapat meminimalisir kejadian hipoglikemi yang biasa terjadi pada penderita diabetes melitus, dan dapat dilakukan penanganan cepat apabila pasien mengalami hipoglikemi ataupun hiperglikemi.
Pemantauan kadar glukosa secara berkelanjutan pada penderita diabetes mellitus merupakan salah satu hal penting untuk dapat menjaga stabilitas kesehatannya dalam pengendaian DM di kalangan komunitas dan mencegah dari komplikasi penyakit. Dalam hal ini sistem monitoring CGM merupakan salah satu bentuk dari perkembangan teknologi yang sudah dikembangakan dan dapat memberikan manfaat dalam perawatan pasien dengan diabetes mellitus
Namun kendala di masyarakat indonesia ,alat –alat teknologi CGM tepaut cukup mahal untuk perekomonian masyarakat indonesia serta pendistribusian alat-alat CGM masih jarang di jual di pasaran indonesia sehingga masih sedikit masyarakat yang tahu akan sistem CGM.
Dengan banyaknya manfaat yang dapat di berikan dari CGM saran penulis dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah maupun badan kesehatan nasional agar dapat di berlakukannya penggunaan CGM pada pasien-pasien diabetes agar meningkatkan kualitas hidup pasien yang lebih dapat terkontrol oleh diri sendiri maupun oleh tenaga kesehatan di komunitas.
REFERENSI
American Diabetes Association. 2018. “Standard Medical Care in Diabetes 2018.” The journal of clinical and applied research and education 41(January).
Beck, J et al. “National Standards for Diabetes Self-Management Education and Support.” Diabetes Care 43(5).
Brown III, H Shelton et al. 2012. “Peer Reviewed: Cost-Effectiveness Analysis of a Community Health Worker Intervention for Low-Income Hispanic Adults with Diabetes.” Preventing chronic disease 9.
Francois, Monique E, and Jonathan P Little. 2015. “Effectiveness and Safety of High-Intensity Interval Training in Patients with Type 2 Diabetes.” Diabetes spectrum: a publication of the American Diabetes Association 28(1): 39.
International Diabetes Federation (IDF). 2015. “Annual Report.” International Diabetes Federation: 29.
Kebede, Mihiretu M et al. 2018. “Effectiveness of Digital Interventions for Improving Glycemic Control in Persons with Poorly Controlled Type 2 Diabetes: A Systematic Review, Meta-Analysis, and Meta-Regression Analysis.” Diabetes technology & therapeutics 20(11): 767–82.
Kirwan, Morwenna, Corneel Vandelanotte, Andrew Fenning, and Mitch J Duncan. 2013. “Diabetes Self-Management Smartphone Application for Adults with Type 1 Diabetes: Randomized Controlled Trial.” Journal of medical Internet research 15(11): e235.
Lim, Soo et al. 2016. “Multifactorial Intervention in Diabetes Care Using Real-Time Monitoring and Tailored Feedback in Type 2 Diabetes.” Acta diabetologica 53: 189–98.
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK). 2017. “Continuous Glucose Monitoring.” https://www.niddk.nih.gov/health-information/diabetes/overview/managing-diabetes/continuous-glucose-monitoring.
Powers, Margaret A et al. 2017. “Diabetes Self-Management Education and Support in Type 2 Diabetes: A Joint Position Statement of the American Diabetes Association, the American Association of Diabetes Educators, and the Academy of Nutrition and Dietetics.” The Diabetes Educator 43(1): 40–53.
RISKESDAS. 2018. “Laporan_Nasional_RKD2018_FINAL.Pdf.” Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan: 198. http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/Laporan_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf.
Robbins, Jessica M, Gail E Thatcher, David A Webb, and Vivian G Valdmanis. 2008. “Nutritionist Visits, Diabetes Classes, and Hospitalization Rates and Charges: The Urban Diabetes Study.” Diabetes care 31(4): 655–60.
Shin, Kyung Suk, and Eun‐Hyun Lee. 2018. “Relationships of Health Literacy to Self‐care Behaviors in People with Diabetes Aged 60 and above: Empowerment as a Mediator.” Journal of advanced nu
rsing 74(10): 2363–72.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H