Badan Bank Tanah adalah badan khusus yang bertugas untuk mengelola dan menjamin ketersediaan tanah bagi kepentingan berbagai pihak dalam rangka mewujudkan ekonomi berkeadilan di bidang pertanahan. Badan Bank Tanah dibentuk pada tanggal 31 Desember 2021. Hadirnya badan Bank Tanah di Indonesia tentu bukan tanpa tujuan. Badan Bank Tanah dibentuk dengan tujuan yang mulia, yaitu untuk menyejahterakan negara Indonesia. Â
Kehadiran Badan Bank Tanah di Indonesia mungkin masih terdengar asing bagi sebagian orang karena Badan Bank Tanah merupakan lembaga yang tergolong baru.Â
Lalu, apa sebenarnya Badan Bank Tanah itu?
Badan Bank Tanah adalah lembaga khusus di bawah naungan pemerintah pusat yang diberi kewenangan untuk mengelola tanah agar ketersediaan tanah tetap terjamin.Â
Dalam memperoleh tanah, Badan Bank Tanah tidak sembarangan. Badan Bank Tanah hanya menerima tanah yang telah ditetapkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Tanah-tanah yang ditetapkan pemerintah untuk Badan Bank Tanah berupa:
- tanah pelepasan kawasan hutan,
- pulau-pulau kecil,
- tanah bekas tambang,
- tanah hasil reklamasi,
- tanah terlantar,
- tanah timbul,
- tanah yang hak guna usahanya telah habis,
- tanah yang terkena kebijakan perubahan tata ruang,
- dan tanah yang tidak ada penguasaan di atasnya
Tanah yang diperoleh Badan Bank Tanah juga dapat berasal dari tanah yang telah dilepaskan oleh pemiliknya kepada negara. Tanah-tanah yang telah diterima oleh Badan Bank Tanah kemudian akan menjadi Hak Pengelolaan Lahan (HPL) bagi Badan Bank Tanah untuk ditampung. Tanah HPL itu perlu ditampung oleh Badan Bank Tanah agar tanah tidak dikuasai oleh mafia tanah sehingga tidak terjadi ketimpangan di masyarakat.
Bagaimanakah peran Badan Bank Tanah dalam mewujudkan kesejahteraan negara?Â
Jawabannya adalah dengan menyediakan tanah HPL  bagi  siapa saja yang membutuhkan tanah. Badan Bank Tanah dapat memenuhi kebutuhan tanah untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, dan Reforma Agraria. Pihak yang membutuhkan tanah dapat mengajukan rencana pemanfaatan lahan kepada Badan Bank Tanah. Jika rencana tersebut tidak menentang hukum, maka Badan Bank Tanah dapat mengizinkan dan menyediakan tanah HPL untuk dimanfaatkan. Badan Bank Tanah juga akan menjamin kepastian hukum bagi pihak yang memanfaatkan tanah HPL  melalui pemberian sertifikat hak. Selama lahan HPL dimanfaatkan, Badan Bank Tanah akan mengawasi jalannya kegiatan pemanfaatan lahan. Jika kegiatan yang dilakukan tidak sesuai dengan rencana awal yang diajukan, maka Badan Bank Tanah berhak untuk memberikan surat peringatan atau bahkan mencabut haknya.
Untuk pemanfaatan lahan di sektor pertanian, Badan Bank Tanah tentu sangat mendukung Reforma Agraria bagi penduduk yang berada di kawasan HPL Badan Bank Tanah.
Badan Bank Tanah melakukan penyediaan lahan untuk mendukung Reforma Agraria. Harapannya yaitu agar lahan-lahan terlantar dapat berubah menjadi lahan yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, terutama masyarakat kecil.Â
Badan Bank Tanah akan merencanakan penataan lahan dan menyediakan lahan seluas 30% dari luas kawasan HPL untuk kepentingan penduduk, terutama masyarakat kecil. Selanjutnya bupati selaku ketua Gugus Tim Reforma Agraria akan mendata dan memverivikasi siapa saja penduduk yang berhak menerima lahan HPL tersebut. Jika pendataan calon penerima lahan telah selesai dilakukan, maka Badan Bank Tanah akan memberikan kepastian hukum bagi penduduk berupa hak pakai atas lahan yang telah diterima.Â
Selama mengolah lahannya, penduduk tidak dikenakan tarif pemanfaatan lahan. Bahkan, jika dalam 10 tahun penduduk berhasil memanfaatkan lahannya, maka Badan Bank Tanah akan memberikan Sertifikat Hak Milik (SHM) kepada penduduk. Alasan Badan Bank Tanah memberikan SHM tanah setelah 10 tahun adalah karena Badan Bank Tanah ingin mencegah terjadinya penjualan lahan oleh penduduk, mengingat tanah adalah sumber daya utama bagi penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Badan Bank Tanah ingin memberikan kesempatan kepada penduduk untuk berusaha terlebih dahulu di atas lahan yang telah disediakan. Sehingga penduduk dapat penduduk dapat memperoleh pendapatan secara berkala dari kegiatan pertanian yang dikerjakannya.
Manfaat Reforma Agraria secara nyata telah dirasakan oleh masyarakat, seperti yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah. Dahulu, di Poso pernah terjadi konflik sehingga banyak lahan yang ditinggalkan oleh pemiliknya. Bagi penduduk baru yang tinggal di kawasan tersebut, tentu ada keinginan untuk mengolah lahan-lahan terlantar tersebut. Namun, penduduk masih bimbang dengan status hukumnya. Keresahan masyarakat baru terjawab ketika Badan Bank Tanah hadir untuk mengelola tanah itu. Tanah terlantar di Poso menjadi  bagian dari HPL Badan Bank Tanah. Badan Bank Tanah kemudian melakukan perencanaan dan penataan di kawasan tersebut untuk Reforma Agraria. Badan Bank Tanah membagikan 30% dari lahan HPL-nya untuk dimanfaatkan penduduk yang ingin bertani. Menurut Gamaliel Abu, salah seorang petani di Poso, hasil panen penduduk dapat meningkat dan perekonomiannya menjadi lebih baik setelah mereka diberikan kesempatan untuk bertani di tanah HPL Badan Bank Tanah.
Selain melalui Reforma Agraria, Badan Bank Tanah juga mewujudkan pemerataan ekonomi melalui penyediaan lahan bagi kepentingan usaha yang lain.