Hukum waris Indonesia Dalam Prespektif Islam,Adat dan BW
Amaalia Khurotul Aini 222121162
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia
Abstract:
Hukum Waris Indonesia adalah bagian integral dari sistem hukum yang mengatur pembagian warisan untuk umat Muslim. Hukum waris Islam ini didasarkan pada prinsip-prinsip hukum Islam yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah, serta dipengaruhi oleh tradisi dan budaya Indonesia.
Sistem hukum waris Islam di Indonesia mengatur tentang pewarisan harta dan properti setelah kematian seseorang. Prinsip dasar dalam sistem ini meliputi prinsip keturunan, perbandingan, dan keseimbangan. Prinsip keturunan menentukan pembagian warisan antara ahli waris yang memiliki hubungan keluarga dengan pewaris. Prinsip perbandingan mengatur pembagian warisan secara adil sesuai dengan hak masing-masing ahli waris. Prinsip keseimbangan memastikan bahwa pembagian warisan tidak merugikan satu ahli waris pun.
Hukum waris Islam di Indonesia juga mengakui adanya wasiat yang dapat digunakan untuk mengatur pembagian warisan di luar ahli waris yang ditentukan oleh hukum waris Islam. Namun, ada batasan dan persyaratan yang harus dipenuhi agar wasiat sah dan mengikat.
Penerapan hukum waris Islam dilakukan melalui pengadilan agama yang memiliki yurisdiksi dalam menyelesaikan sengketa terkait warisan. Penerapan hukum waris Islam ini penting untuk menjaga keadilan dan keharmonisan dalam keluarga serta mewujudkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat Muslim di Indonesia.
Keywords: Kewarisan;Pembagian harta;Ahli waris;Hukum Adat.
Pendahuluan
Hukum Waris Indonesia dalam prespektif Islam,Adat dan BW adalah salah satu karya dari Prof.Dr.H.Eman Suparman,S.H.,M.H sangat menarik untuk dibaca,buku ini membahas tentang pengertian pembagian dan para ahli waris secara detail dan rinci.
Buku ini sangat membantu dalam menelusuri serta memahami hal ihwal hukum waris yang sedang dikaji, permasalahan waris merupakan salah satu aspek penting dalam bidang hukum perdata khususnya dalam kelangsungan/pemindahan kepemilikan harta benda orang perorangan.pemahamam waris relatif menjadi suatu keharusan bagi setiap individu
Buku ini mengupas permasalahan waris dalam perspektif hukum yang hidup dalam masyarakat Indonesia, yaitu hukum Islam,adat,dan BW.karena setiap masyarakat mempunyai latar belakang yang beragam maka tiga perspektif menjadi penting dan perlu diketahui dalam hukum perdata.
Pembahasan
Pengertian Waris
Hukum waris adalah bagian dari hukum perdata dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hal ini berkaitan erat dengan kehidupan manusia karena setiap orang akan mengalami kematian dan peristiwa hukum yang terkait dengan pengurusan hak dan kewajiban orang yang meninggal tersebut. Beberapa istilah yang terkait dengan hukum waris antara lain:
Waris: Orang yang berhak menerima harta peninggalan orang yang meninggal.
Warisan: Harta peninggalan yang ditinggalkan.
Pewaris: Orang yang mewariskan harta.
Ahli waris: Orang yang berhak menerima harta peninggalan.
. Mewarisi: Mendapatkan harta pusaka sebagai ahli waris.
Proses pewarisan: Meliputi penerusan atau penunjukan ahli waris saat pewaris masih hidup, serta pembagian harta warisan setelah pewaris meninggal.
Hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur pemindahan kekayaan yang ditinggalkan seseorang setelah meninggal, baik dalam hubungan antara ahli waris maupun dengan pihak ketiga. Di Indonesia, sistem hukum waris belum seragam karena berkaitan dengan bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan yang ada. Untuk memahami lebih lanjut tentang hukum waris di Indonesia, perlu diketahui bentuk masyarakat dan sistem keturunan yang ada..
Hukum waris memiliki dua konsepsi utama, yaitu:
konsepsi hukum perdata barat yang bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)
 konsepsi hukum Islam yang bersumber pada Alquran dan Sunnah.
Bidang hukum waris dianggap sebagai salah satu bidang hukum yang berada di luar bidang-bidang yang bersifat netral seperti hukum perseroan hukum kontrak dan hukum lalu lintas bidang hukum yang mengandung terlalu banyak halangan adanya kompilasi komplikasi komplikasi kultural keagamaan dan sosiologi.Menurut konsepsi hukum perdata barat, hukum waris merupakan bagian dari hukum harta kekayaan yang mengatur pemindahan kekayaan seseorang setelah meninggal. Hal ini melibatkan pemindahan hak dan kewajiban kepada ahli waris baik dalam hubungan mereka dengan sesama ahli waris maupun dengan pihak ketiga. Hukum waris dalam konteks hukum perdata barat diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Sementara itu, menurut konsepsi hukum Islam, hukum waris didasarkan pada Alquran dan Sunnah sebagai sumber hukum tertinggi. Ayat-ayat dalam Alquran, seperti Surat An-Nisa ayat 7, ayat 11, ayat 12, ayat 33, dan ayat 176, mengatur ketentuan hukum waris dalam Islam. Dalam hukum waris Islam, warisan atau harta peninggalan yang diwarisi, oleh ahli waris meliputi harta benda dan hak-hak yang dimiliki oleh pewaris, setelah dikurangi hutang-hutang dan kewajiban-kewajiban yang timbul akibat kematian pewaris.
Hukum waris dalam Islam memiliki beberapa ciri khas, antara lain:
anak-anak dan orang tua pewaris memiliki hak waris secara bersamaan;
jika tidak ada keturunan, saudara-saudara pewaris dapat menjadi ahli waris bersama dengan orang tua pewaris
Suami dan istri saling mewarisi harta peninggalan satu sama lain
Hubungan darah, pernikahan sah, hubungan persaudaraan karena agama, dan hubungan kerabat karena sesama hijrah dapat menjadi dasar hak untuk mewarisi atau mendapatkan bagian harta peninggalan menurut Alquran.
Sebelum Islam, telah dikenal tiga prinsip utama dalam hukum waris, yaitu
kaum kerabat laki-laki dari pihak bapak memiliki hak waris yang lebih utama, yang disebut ashabah;
pihak perempuan dan keluarga dari garis ibu tidak memiliki hak waris
keturunan memiliki hak yang lebih utama daripada leluhur pewaris seperti ayah, kakak, atau buyutnya.
Dalam kesimpulannya, hukum waris memiliki konsepsi yang berbeda antara hukum perdata barat dan hukum Islam. Hukum perdata barat mengatur pemindahan kekayaan secara umum, sementara hukum Islam memiliki prinsip-prinsip khusus yang didasarkan pada Alquran dan Sunnah.
Menurut Alquran, ahli waris terbagi menjadi beberapa kategori:
Zulfa roid: Ahli waris yang sudah ditentukan secara spesifik dalam Alquran.
Dzul Arham: Ahli waris yang memiliki hubungan darah dengan pewaris melalui pihak wanita.
Anak perempuan: Ahli waris dalam garis keturunan anak perempuan.
Ayah, ibu, kakek, nenek: Ahli waris dalam garis keturunan ayah, ibu, kakek, dan nenek.
Saudara perempuan dan saudara tiri: Ahli waris dalam garis keturunan saudara perempuan dan saudara tiri.
Duda dan janda: Ahli waris dalam garis keturunan duda dan janda.
Hukum perdata barat, yang mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), memiliki prinsip-prinsip berikut terkait hukum waris
Hak mutlak dari setiap ahli waris untuk menuntut pembagian harta warisan.
Pembagian harta peninggalan selalu dapat dituntut, meskipun ada perjanjian yang melarangnya.
Perjanjian penangguhan pembagian harta peninggalan dapat dilakukan, tetapi dapat berakhir setelah 5 tahun atau lebih jika disepakati oleh para pihak.Fungsi harta warisan adalah sebagai modal dasar materil bagi pembinaan kehidupan dan mewujudkan keadilan sosial.Pendapat pendapat yang masih berbeda dalam hal kewarisan
Subjek Hukum waris
Ahli waris berbeda agama perbedaan pendapat dalam hal waris mawaris antara orang yang berlainan agama satu pihak menghendaki diberikan hal mawaris sebaliknya pihak lain menyatakan itu tidak mungkin dilaksanakan sebab pada larangan agama perbedaan agama dan pendapat yang menyetujui pengalihan harta dilakukan melalui hibah atau wasiat.
-anak luar kawin dapat mewarisi dari ibu kandung dan keluarga ibu kandungnya lihat pasal 43 undang-undang tentang perkawinan mengenai hal-hal lain belum ada kesepakatan
Anak angkat ada dua pendapat mengenai anak angkat anak angkat yang dapat mewarisi dan yang tidak dapat mewarisi dalam hukum Islam anak angkat bukan ahli waris
Yang tidak berhak mewarisi, yang melakukan perbuatan tercela mencoba membunuh memfitnah menganiaya dan menggelapkan surat wasiat pewaris
Hukum perdata barat meliputi semua harta benda, hak, dan kewajiban pewaris dalam konteks hukum harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Namun, ada beberapa hak dan kewajiban yang tidak dapat dialihkan kepada ahli waris, seperti hasil perjanjian perburuhan dengan pekerjaan yang bersifat pribadi.
Waris Menurut BW
Pewaris adalah seseorang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan serta hak-hak yang diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan selama hidupnya.Ahli waris menurut BW terbagi menjadi empat golongan:
Golongan pertama: Anak-anak beserta keturunan mereka, suami/istri yang masih hidup.
Golongan kedua: Orang tua, saudara laki-laki dan perempuan, serta keturunan mereka.
Golongan ketiga: Kakak, nenek, dan leluhur di atas pewaris.
Golongan keempat: Anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.
Undang-undang tidak membedakan ahli waris berdasarkan jenis kelamin atau urutan kelahiran. Ahli waris golongan pertama akan menutup hak anggota keluarga lainnya dalam garis lurus ke atas maupun ke samping.Hukum waris adat Indonesia:
Setiap sistem keturunan dalam masyarakat Indonesia memiliki kekhususan dalam hukum warisnya.
Terdapat tiga sistem kewarisan dalam hukum adat:
Sistem patrilineal: Keturunan ditentukan dari garis keturunan pihak nenek moyang laki-laki.
Sistem matrilineal: Keturunan ditentukan dari garis keturunan pihak nenek moyang perempuan.
. Sistem parental atau bilateral: Keturunan ditentukan dari kedua sisi, baik pihak ayah maupun ibu.
Terdapat variasi lain dalam ketiga sistem tersebut, seperti sistem patrilineal beralih-alih dan sistem unilateral berganda.
Hukum adat waris mengatur penetapan ahli waris dan pembagian harta peninggalan yang diwariskan,Kewarisan kolektif,Sistem kewarisan kolektif menentukan bahwa para ahli waris mewarisi dan memiliki peninggalan secara bersama-sama, tanpa membaginya kepada masing-masing ahli waris.Terdapat tiga sistem kewarisan mayoret:
 1. Mayoret laki-laki: Harta peninggalan hanya diwarisi oleh seorang anak laki-laki tertua atau sulung, atau hanya oleh seorang ahli waris laki-laki tunggal.
 2. Mayoret perempuan: Harta peninggalan hanya diwarisi oleh seorang anak perempuan tertua atau sulung, atau hanya oleh seorang ahli waris perempuan tunggal.
Ahli waris yang tidak pantas menerima harta warisan
Putusan hakim telah dipidana karena dipersalahkan membunuh atau setidaknya mencoba membunuh pewaris,
Memfitnah dan mengadukan pewaris bahwa pewaris difitnah melakukan kejahatan yang diancam pidana penjara empat tahun lebih
Kekerasan telah nyata menghalangi atau mencegah pewaris untuk membuat atau menarik kembali surat wasiat
Seorang ahli waris menggelapkan, memusnahkan, dan memalsukan surat wasiat.
Tanggung jawab ahli waris terhadap utang pewaris:
Tanggung jawab ahli waris terhadap utang pewaris mencakup beberapa hal.
Pertama, jika pewaris memiliki kewajiban zakat, ahli waris harus membayarnya terlebih dahulu.
Kedua, biaya yang terkait dengan pemakaman dan pengurusan jenazah seperti harga kafan dan upah penggali kubur harus dibayar oleh ahli waris.
Ketiga, jika pewaris meninggalkan hutang, ahli waris harus membayarnya terlebih dahulu.
Keempat, jika pewaris meninggalkan wasiat untuk memberikan sebagian harta kepada seseorang, ahli waris harus melaksanakan wasiat tersebut.
Hutang-hutang tersebut terkait erat dengan harta waris, dan penunaian hutang biasanya dilakukan setelah pembiayaan untuk pemakaman karena menutupi aurat pewaris di masa kehidupannya merupakan suatu kewajiban. Ada lima asas peralihan harta kepada ahli waris.
Pertama adalah asas ijabari, yang berarti melakukan suatu kehendak di luar kehendak sendiri dalam hal hukum waris.
Kedua adalah asas bilateral, di mana seseorang menerima hak warisan dari kedua belah pihak garis keturunan.
Ketiga adalah asas individual, di mana setiap individu ahli waris memiliki hak atas bagian yang diperolehnya tanpa terikat dengan ahli waris lainnya.
Keempat adalah asas keadilan berimbang, yang mencakup keseimbangan antara hak dan kewajiban serta keseimbangan antara apa yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaannya. Kelima adalah kewarisan akibat kematian, di mana hukum waris Islam memandang bahwa peralihan harta terjadi hanya karena adanya kematian, artinya harta seseorang tidak dapat beralih dengan sendirinya.
Hibah dan hibah wasiat:
 Hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain ketika masih hidup.Pelaksanaan pembagian hibah biasanya dilakukan saat penghibah masih hidup Hibah perjanjian sepihak dilakukan oleh penghibah untuk memberikan sesuatu kepada penerima hibah.Pemberian hibah umumnya dianggap sah dan tidak dicela oleh sanak keluarga yang tidak menerima pemberian tersebut.Seorang pemilik harta memiliki kebebasan untuk memberikan harta bendanya kepada siapapun.Hukum Islam memperbolehkan seseorang memberikan atau menghadiahkan sebagian atau seluruh harta kekayaan kepada orang lain ketika masih hidup.Ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan hibah menurut hukum Islam:
Ijab: Pernyataan tentang pemberian tersebut oleh pihak yang memberikan.
Kabul: Pernyataan dari pihak yang menerima pemberian hibah.
Kobdallah: Penyerahan milik secara nyata atau simbolis.
 Pemberian hibah dapat dilakukan dalam bentuk tertulis, baik yang perlu didaftarkan maupun yang tidak perlu didaftarkan.
Hibah menurut hukum perdata Barat atau BW:
Hibah adalah perjanjian sepihak yang dilakukan secara cuma-cuma, tanpa adanya kontra prestasi dari pihak penerima.Ada beberapa orang yang dilarang menerima hibah, seperti wali atau penghapus si penghibah, dokter yang merawat penghibah ketika sakit, dan notaris yang membuat surat wasiat milik si penghibah. Pasal 1688 BW menyebutkan bahwa hibah dapat ditarik kembali atau dihapuskan oleh penghibah jika syarat resmi untuk penghibahan tidak dipenuhi atau jika penerima hibah telah melakukan tindakan kriminal terhadap penghibah atau menolak memberikan nafkah setelah menerima hibah.
Hibah menurut hukum perdata Barat atau BW:
 Hibah merupakan perjanjian sepihak yang dilakukan dengan cuma-cuma, artinya tidak ada kontra prestasi dari pihak penerima. Ada beberapa orang tertentu yang dilarang menerima hibah, seperti orang yang menjadi wali atau penghapus si penghibah, dokter yang merawat penghibah ketika sakit, dan notaris yang membuat surat wasiat milik si penghibah.Pasal 1688 BW menyatakan bahwa hibah dapat ditarik kembali atau bahkan dihapuskan oleh penghibah jika syarat resmi untuk penghibahan tidak dipenuhi atau jika orang yang menerima hibah telah melakukan atau membantu melakukan kejahatan terhadap penghibah, atau jika penerima hibah menolak memberikan nafkah atau tunjangan kepada penghibah setelah menerima hibah dan kemudian jatuh miskin.
Wasiat atau pipa wasiat:
Wasiat atau sering disebut testamen adalah pernyataan kehendak seseorang mengenai apa yang akan dilakukan terhadap hartanya setelah ia meninggal dunia.Istilah "wasiat" diambil dari bahasa Middle Easterner dan dalam hukum waris Islam, hibah wasiat memiliki kedudukan penting.Al-Quran juga menyebutkan tentang hibah wasiat berkali-kali.Hibah wasiat juga dikenal dalam hukum perdata menurut BW dan dalam hukum waris adat.
Â
Kesimpulan
Hukum waris adalah bagian dari hukum perdata dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hal ini berkaitan erat dengan kehidupan manusia karena setiap orang akan mengalami kematian dan peristiwa hukum yang terkait dengan pengurusan hak dan kewajiban orang yang meninggal tersebut.Hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur pemindahan kekayaan yang ditinggalkan seseorang setelah meninggal, baik dalam hubungan antara ahli waris maupun dengan pihak ketiga. konsepsi hukum Islam, hukum waris didasarkan pada Alquran dan Sunnah sebagai sumber hukum tertinggi. Ayat-ayat dalam Alquran, seperti Surat An-Nisa ayat 7, ayat 11, ayat 12, ayat 33, dan ayat 176, mengatur ketentuan hukum waris dalam Islam.Hukum waris dalam Islam memiliki beberapa ciri khas, antara lain: (a) anak-anak dan orang tua pewaris memiliki hak waris secara bersamaan; (b) jika tidak ada keturunan, saudara-saudara pewaris dapat menjadi ahli waris bersama dengan orang tua pewaris; (c) suami dan istri saling mewarisi harta peninggalan satu sama lain; (d) hubungan darah, pernikahan sah, hubungan persaudaraan karena agama, dan hubungan kerabat karena sesama hijrah dapat menjadi dasar hak untuk mewarisi Hukum waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW):
- Pewaris adalah seseorang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan serta hak-hak yang diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan selama hidupnya.
- Ahli waris menurut BW terbagi menjadi empat golongan:
 1. Golongan pertama: Anak-anak beserta keturunan mereka, suami/istri yang masih hidup.
 2. Golongan kedua: Orang tua, saudara laki-laki dan perempuan, serta keturunan mereka.
 3. Golongan ketiga: Kakak, nenek, dan leluhur di atas pewaris.
 4. Golongan keempat: Anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.Undang-undang tidak membedakan ahli waris berdasarkan jenis kelamin atau urutan kelahiran. Ahli waris golongan pertama akan menutup hak anggota keluarga lainnya dalam garis lurus ke atas maupun ke samping
Hibah menurut hukum perdata Barat atau BW:
Hibah adalah perjanjian sepihak yang dilakukan secara cuma-cuma, tanpa adanya kontra prestasi dari pihak penerima
siat atau pipa wasiat:
Wasiat atau sering disebut testamen adalah pernyataan kehendak seseorang mengenaiapa yang akan dilakukan terhadap hartanya setelah ia meninggal dunia.Istilah "wasiat" diambil dari bahasa Middle Easterner dan dalam hukum waris Islam, hibah wasiat memiliki kedudukan penting. Al-Quran juga menyebutkan tentang hibah wasiat berkali-kali.Hibah wasiat juga dikenal dalam hukum perdata menurut BW dan dalam hukum waris adat.
Sumber
Suparman,Eman. Hukum Waris Indonesia Dalam Prespektif Islam Adat dan BW .2018.Pt Refika Aditama;Bandung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H