Seiring dengan perkembangan zaman segala aspek dalam kehidupan mengalami perubahan. Perubahan ini merupakan bentuk transformasi tata kehidupan masyarakat yang terus menerus berlangsung berdasarkan sifat sosial yang dinamis dan terus berubah. Perubahan sosial saat ini dapat dikatakan bersifat revolusioner, yakni begitu cepat dan terus beriringan. Tentu saja perubahan ini tidak lepas dari peristiwa besar, yaitu Covid-19.Â
Dari pernyataan diatas, dapat dikatakan bahwa saat ini sedang berada pada era Social Hyper Transformation. Apa itu Hyper Transformation?  Hyper Transformation sebelumnya identik dengan digitalisasi, yang mana keadaan teknologi semakin berkembang dan berinovasi. Maka dari itu, Social Hyper Transformation adalah istilah baru yang mengadopsi dari perkembangan digital untuk menyebutkan transformasi sosial yang berskala tinggi.
Seperti yang sudah disebut sebelumnya, Social Hyper Transformation dalam konteks ini ditandai peristiwa Covid-19. Covid-19 hadir di tahun 2020 dan dinyatakan WHO sebagai pandemi pada tanggal 9 Maret 2022. Kondisi ini memaksa masyarakat untuk melakukan berbagai perubahan di segala aspek. Baik dalam sosial hingga ekonomi.Â
Perubahan tersebut dapat dilihat dari kebijakan pemerintah mengenai PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).Â
Dimana kebijakan tersebut secara tidak langsung mengharuskan masyarakat melakukan pembatasan sosial. Tentu saja, kegiatan normal yang biasanya dilakukan harus berubah dan dialihkan secara  online.Â
Seiring berjalannya waktu pula, masyarakat berjalan menuju masa Post-Pandemic yaitu masa dimana pandemi mulai mereda dan masyarakat dapat beriringan dengan kondisi. Post-Pandemic sendiri merupakan istilah pasca pandemi yang dikemukakan oleh Direktur Jenderal WHO Margaret Chan (2006-2017) pada 10 Agustus 2010 ketika memasuki masa pasca pandemi H1N1-2009.
Social Hyper Transformation dirasa ketika kondisi pandemi Covid-19 banyak dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab. Disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri tanpa melihat bagaimana kondisi sekitarnya. Sebelum pandemi Covid-19 usai, banyak sekali permasalahan yang muncul secara tiba-tiba dan berangsur terus-menerus.Â
Seperti adanya isu UU Omnibus Law, Korupsi Bantuan Sosial, kenaikan harga kebutuhan rumah tangga, dan konflik agraria yang terjadi berbagai daerah. Tak hanya itu saja, di tingkatan internasional juga dihadapkan dengan isu perang Rusia-Ukraina dan munculnya hepatitis misterius. Tentu saja kondisi ini berdampak pada berbagai permasalahan di elemen masyarakat.Â
Berdasarkan Teori Struktural Fungsionalis menurut Talcott Parsons, dalam menghadapi perubahan yang bertransformasi aktif, masyarakat harus siap untuk menghadapinya. Maka, dibutuhkan sosok pribadi yang kritis dan adaptif dalam menghadapi berbagai isu-isu yang ada. Dengan kemampuan itulah, masyarakat dapat menyeimbangkan kondisi yang ada.
Bagaimana menumbuhkan jiwa kritis dan adaptif dalam menghadapi Social Hyper Transformation?
Pertama, menumbuhkan pemikiran kritis. Berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir rasional tentang fakta apa yang harus dipercayai. Dengan berpikir kritis dapat melihat suatu masalah dari berbagai perspektif dan dapat menghapi persoalan yang terjadi. Pada dasarnya menumbuhkan pemikiran kritis tidaklah instan, namun dapat ditumbuhkan dengan:
1. Â Â Mengidentifikasi permasalahan sebaik mungkin dan tidak menerima informasi mentah-mentah.
2. Â Â Mencari data dari berbagai sumber dan sudut pandang.
3. Â Â Menganalisis data yang telah diperoleh.
4. Â Â Mempertimbangkan segala kemungkinan yang akan terjadi.
5. Â Â Memperbanyak membaca sumber bacaan.
Tidak hanya lima poin di atas saja, tetapi ada berbagai upaya dalam menumbuhkan pemikiran kritis.Â
Kedua, kemampuan adaptif dalam menghadapi Social Hyper Transformation. Menumbuhkan kemampuan adaptif dilakukan dengan:
1. Â Â Menerima perubahan dan terbuka dengan hal baru.
2. Â Â Tidak berpandangan bahwa perubahan itu negatif.
3. Â Â Menanamkan mindset untuk terus bekembang.
4. Â Â Menghargai perbedaan, baik perbedaan kebiasaan dan hal lainnya.
5. Â Â Berinteraksi dengan orang lain.
Masih banyak lagi yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan kemampuan adaptif dalam diri pribadi.
Dari berbagai upaya dalam menumbuhkan jiwa kritis dan adaptif di atas. Diharapkan masyarakat dapat menghadapi Social Hyper Transformation, karena sudah sepantasnya masyarakat turut berkontribusi untuk bangsa dan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H