Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, Pemerintah Daerah wajib menyusun Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.Â
Dalam hal ini, Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban untuk melaksanakan baik akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerjanya. Akuntabilitas kinerja sebenarnya sudah diamatkan terlebih dahulu daripada akuntabilitas keuangan yaitu dengan Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.Â
Inpres tersebut mengamanatkan baik Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah Daerah untuk melaksanakan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai wujud pertanggungjawaban instansi pemerintah dalam mencapai misi dan tujuan organisasi.Â
Sementara akuntabilitas keuangan menyusul empat tahun setelahnya dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengamanatkan baik Pemerintah Pusat Maupun Pemerintah Daerah menyusun Laporan Keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan APBD.
Perkembangan Akuntabilitas Keuangan dan Akuntabilitas Kinerja
Namun dalam perkembangannya, Akuntabilitas Keuangan lebih diutamakan daripada Akuntabilitas Kinerja. Pemerintah Daerah lebih fokus untuk mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerahnya.Â
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2019, kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2018 meningkat. Hal ini dapat dilihat dari capaian LKPD yang mendapatkan opini WTP pada tahun 2018 yaitu sebesar 82%. Capaian ini meningkat jika dibandingkan tahun 2015 yang hanya sebesar sebesar 58%.
Namun demikian, hasil gemilang akuntabilitas keuangan tersebut belum diikuti dengan akuntabilitas kinerja. Setelah 20 tahun pelaksanaan Inpres No. 7 Tahun 1999, kinerja pemerintah daerah masih belum terlalu menggembirakan.Â
Berdasarkan hasil evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) tahun 2019, dari total 540 Pemerintah Daerah yang dievaluasi hanya 76 Pemerintah Daerah yang mendapatkan kategori AA, A dan BB, sisanya sebanyak 464 Pemerintah Daerah mendapatkan predikat B, CC, C dan D.Â
Hanya satu pemerintah Daerah yang mendapatkan kategori AA yaitu Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kategori ini menunjukan kinerja serta efisiensi dan efektifitas pemda dalam mengelola anggarannya.Â
Kategori AA adalah kategori dengan nilai tertinggi yaitu 90-100, dibawahnya kategori A dengan rentang nilai antara 80-90, BB dengan rentang nilai antara 70-80, B dengan rentang nilai antara 60-70, CC dengan rentang nilai antara 50-40, C dengan rentang nilai 30-40 dan yang terendah yaitu D dengan rentang nilai 0-30.Â
Semakin tinggi nilai/ kategori yang didapat, maka potensi inefektivitas dan inefisiensi anggaran semakin mengecil. Berdasarkan kategori tersebut, pada tahun 2019 masih terdapat sebanyak 464 Pemerintah Daerah yang memiliki potensi inefektivitas dan inefisiensi anggaran setidaknya sebesar 30% dari total APBD.
Tantangan pemda ke depan
Akuntabilitas keuangan memang penting untuk mempertanggungjelaskan sumberdaya yang digunakan baik anggaran maupun aset pemerintah daerah dalam memberikan layanan. Perjuangan untuk dapat memperoleh opini WTP juga bukan perjuangan yang mudah dan melalui proses yang panjang.Â
Namun, apakah pemerintah daerah lantas berpuas diri hanya dengan mendapatkan opini WTP? Padahal tujuan dari pemda itu sendiri bukan untuk mendapatkan Opini WTP.Â
Tujuan dari Pemerintah Daerah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Anggaran yang dikelola oleh pemerintah daerah harus digunakan secara efisien dan efektif untuk dapat memberikan layanan terbaik bagi masyarakat.Â
Sudah saatnya bagi pemerintah daerah untuk menaikkan levelnya dari mempertanggungjelaskan penggunaan APBD ke level selanjutnya yaitu menggunakan APBD dengan efektif dan efisien untuk dapat memberikan layanan terbaik kepada masyarakat.
Permasalahan Akuntabilitas Kinerja
Lalu pertanyaan selanjutnya, apa yang menyebabkan pemerintahan pemda tidak efektif dan efisien?Â
Berdasarkan hasil penelaahan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), terdapat permasalahan dalam perencanaan dan penganggaran instansi pemerintah antara lain jumlah instansi pemerintah yang terlalu banyak dan gemuk, serta program dan kegiatan juga semakin banyak yang mengakibatkan kebutuhan anggaran meningkat, padahal kita tahu bahwa anggaran jumlahnya terbatas.Â
Selain itu, banyak program dan kegiatan yang dibiayai tidak sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh Instansi Pemerintah. Ketidaksinkronan antara tujuan dan program atau kegiatan akan berkonsekuensi pada dua hal yaitu tujuan tidak atau sulit dicapai dan terjadi pemborosan anggaran.
Perencanaan dan Penganggaran berfokus pada hasil untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas anggaran
Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang berbasis pada hasil yang ingin dicapai atau kinerja yang ingin dicapai bukan pada apa yang ingin atau akan kerjakan. Â
Dengan tujuan hasil atau kinerja yang jelas dan terukur, baru setelah itu ditentukan program dan kegiatan yang berfokus untuk mencapai tujuan tersebut atau yang kita kenal sebagai program follows result.Â
Program dan kegiatan yang dipilih haruslah program dan kegiatan yang secara logika paling mendukung tercapainya tujuan mengingat anggaran atau sumberdaya yang dimiliki terbatas.Â
Jadi anggaran akan membiayai program dan kegiatan untuk mencapai kinerja atau tujuan yang hendak dicapai atau yang kita kenal sebagai money follows program.
Di sisi penganggaran, sebenarnya kita juga sudah mempunyai sistem penganggaran yang baik yaitu sistem penganggaran berbasis kinerja sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2003 dan Undang-Undang No. 1 Tahun 2004.Â
Anggaran berbasis kinerja disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Prestasi tersebut dicapai melalui program yang dirinci dalam kegiatan-kegiatan yang didukung menggunakan sumberdaya yang ada baik berupa sumberdaya manusia, sumberdaya keuangan yang dianggarakan dalam anggaran dan sumberdaya lainnya (gedung, kendaraan dll).Â
Pelaksanaan anggaran akan efektif jika semua komponen anggaran mulai dari resource/input (anggaran keuangan), kegiatan, output yang ingin dicapai, outcome yang ingin dicapai mempunyai hubungan kuat dan selaras dengan tujuan yang ingin dicapai.Â
Oleh karena itu komponen-komponen biaya dalam anggaran harus mencerminkan dan mendukung kegiatan yang akan dilakukan prestasi kerja yang diinginkan.
Mewujudkan akuntabilitas kinerja bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan sebuah proses yang panjang. Dibutuhkan komitmen dan sinergi dari pimpinan dan seluruh elemen dalam Pemerintah Daerah untuk dapat mewujudkan pemerintahan yang efektif dan efisien untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.Â
Untuk selanjutnya tergantung komitmen pemerintah daerah apakah akan melanjutkan ke level yang lebih tinggi yaitu melanjutkan perjuangan yang masih separuh jalan ataukah hanya berpuas diri dengan Opini WTP yang diraihnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H