Ia adalah seorang bertubuh tinggi, bermata biru, bahu yang bidang, seorang yang pendiam dan tidak banyak bicara. Para ahli riwayat melukiskanya seperti itu. Dia adalah Ammar , Seorang penghuni surga, anak dari pasangan Yasir dan Sumaiiah. Ibunya adalah wanita muslim pertama yang mati dalam keadaan syahid.
Semasa hidupnya Amar selalu di siksa oleh Abu Jahal dan komplotanya tanpa rasa ampun. Kekejaman yang dialaminya sempat membuatnya lupa. Ia pun mengikuti ucapan yang di serukan orang-orang kafir Quraisy, menghina nabi dan menjelekan Islam. Hukumanpun berkurang dan akhirnya di hentikan. Diapun terbebas dari hukuman tetapi tidak dari rasa bersalah.
Amar kecewa, sedih dan merasa telah melakukan dosa besar, dia melakukan apa yang dalam islam di sebut murtad atau keluar dari Islam. Dalam benaknya mencari dan memohon maaf pada Nabi Muhammad adalah jalan satu-satunya. Ditemuilah Rasulullah dan memohon maaf, lalu Rasulullah menjawab "jika mereka melakukanya lagi, ucapkanlah hal yang sama". Lalu Rasulullah membaca spotong ayat Al-qur'an "....kecuali orang yang dipaksa kafir padahal batinya tetap tenang dalam iman..., (QS. 16:106 )
Setelah bertemu Rasullah, tenanglah hati pemuda yang tulangnya di penuhi iman itu. Dia semakin kuat dan ketabahanya bertambah seribu kali lipat. Ketabahan itu ia gunakan untuk menahan terik panas dan perihnya pecutan komplotan Abu Jahal. Para penyiksanyapun akhirnya lelah dan menyerah melawan ketabahan Amar yang tak berujung.
Pernah satu waktu Amar berselisih dengan Khalid bin Walid, sehingga Rasullahpun bersabda "Barang siapa memusuhi Amar, maka ia dimusuhi Allah". Khalid bin Walid pun tertunduk lesu dan menghampiri Amar untuk meminta maaf.
"Saya kirim Amar bin Yasir sebagai Gubernur" tertulis dalam surat Umar kepada rakyat Kufah. Amarpun di angkat menjadi gubernur Kufah. Amar di angkat dalam kondisi yang tidak sempurna. Amar diangkat dalam kondisi telinga yang putus karena perang Yamamah. Kondisi penduduk Kufah sungguh berbeda dengan elite politik Indonesia yang melarang presiden cacat.
Kita tentunya masih ingat tragedi pemilu tahun 2004. Dimana pada saat itu Partai Kebangkitan Bangsa meraih posisi tiga besar dengan suara kurang lebih 10 juta (10,57 %). PKB pun berhak mencalonkan wakilnya untuk bertempur menjadi calon Presiden dan wakil Presiden. Dipilihlah Gus Dur dan Khififah, tetapi naas, mereka gagal karena peraturan yang terkesan diskriminatif dan mengada-ngada yaitu sehat jasmani dan rohani.
Pernah dalam satu kesempatan Amar terlihat sedang mengangkat batu besar. Rasulullah yang kagum dan bangga padanya mendekatinya. Di bersihkanlah debu yang mengotori kepala Amar. Pandangan nabi yang bercahaya membuat Amar tersenyum, nabipun bersabda di hadapan para sahabat "Aduhan Ibn Sumaiyah yang terbunuh oleh kaum pendurhaka".
Rasulullah mengulangi ramalanya dan "braaaaaaaak" ambruklah dinding menimpa Amar. Para sahabat mengira Amar telah tewas, tanpa di komando berita itupun segera di sebar. Rasulullah pun berkata, Amar tidak akan mati kecuali orang durhakalah yang membunuhnya.
Sabda Rasulullah ini lebih terkesan seperti ramalan, karena dia mengatakan apa yang belum terjadi. Amar meng amininya dan meyakininya karena dia sudah siap mati kapanpun demi Islam. Hingga akhirnya tibalah pertempuran antara kelompok Muawiyah yang mencoba merebut kekuasaan Ali bin Abi Thalib.
Fitnah berterbangan dan perangpun tak terelakan, sahabat-sahabat lain lebih memilih diam. Amar yang telah berumur 93 tahun berdiri tepat di sebelah Ali. Dia telah siap menghadapi perang Shiffin "Demi Allah yang menguasai jiwaku, saya telah bertempur dengan bendera ini bersama Rasulullah dan saya bersiap perang hari ini. Saya berada di pihak yang benar" teriaknya lantang penuh semagat.