Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Licinnya Minyak Sawit Kita

21 Mei 2022   09:16 Diperbarui: 21 Mei 2022   09:35 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Memperhatikan main kucing-kucingan urusan minyak goreng sawit, bisa kita perkirakan dasar sebab-musababnya..

     Pertama; dikarenakan harga dipasaran luarnegeri CPO naik, para produsen raksasa CPO otomatis memburu keuntungan besar mengarahkan pemasarannya keluar negeri, dan pasaran dalam negeri dikurangi serta dinaikkan harganya "diseimbangkan" harga sawit diluarnegeri. 

Ketika dilarang jual ekspor, otomatis pendapatannya "jatuh", karena kalau hanya tergantung pasar dalam negeri, tidak banyak untungnya. 

Karenanya, "beban kerugian" itu dijatuhkan ke petani-sawit dengan mengurangi atau menghentikan samasekali pembelian produk mereka. Alasannya, dari perkebunannya sendiri sudah mencukupi.

     Kedua; kebanyakan rakyat terbiasa dengan harga yang rendah. Terutama para ibu rumah tangga, pengusaha rumah makan dan catering. Masyarakat sendiri sudah meningkat selera dan kebutuhannya dalam makanan dan kebutuhan sehari-hari, sehingga yang dulunya tidak dikenal, kini minyak-goreng harus berasal dari kelapa sawit. 

Sehingga pengurangan produknya didalam negeri serta harganya dinaikkan, mengguncangkan pasaran dalam negeri, Terutama bagi konsumen utama yang menggunakan sawit sebagai bahan pokok kebutuhan makanan-olahan yang diperdagangkan. Jadi, yang tahu dan bisa dilakukannya adalah menuntut Pemerintah untuk menstabilkan lagi keberadaan dan harga minyak-sawit. 

Mereka tahu (dan ada juga yang sengaja mendorong demi kepentingan politis) dengan atasnama "rakyat jelata" menuntut Pemerintah yang memang peka terhadap hal-hal demikian.    

     Ketiga;  dilahan-lahan dulunya hutan belantara di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Maluku dan lain-lain yang dibabat (terbanyak secara liar/pembalakan) untuk dijadikan perkebunan sawit, namun pekebunnya menggantungkan pendapatannya dari produknya kalau dibeli oleh pabrik-pabrik pengolahan minyak sawit, dengan mudah dijadikan "senjata" oleh  pengusaha-pengusaha raksasa karena porduknya tak terbeli. 

Merasa juga jadi "rakyat jelata", lalu berdemo. Ataupun memang ada dorongan dari yang gede-gede untuk berdemo.

     Bagaikan menghadapi 'buah simalakama', Pemerintah menghadapi tiga unsur yang saling bersilangan kepentingan. Pemerintahan sebelumnya takada yang menghadapi kasus seperti sekarang. Sawit jadi komoditas primadona makanan dan industri pangan. 

Pengusaha-pengusaha  raksasa yang dahulu bisa "main" dengan para penguasa dulu, kini masih bisa main dengan menggunakan produk mereka: minyak sawit yang licin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun