Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Duh, Sang Mahameru

6 Desember 2021   16:53 Diperbarui: 6 Desember 2021   17:19 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.COM/ANDI HARTIK)

Hujan lebat dan angin kencang malam dan pagi 4 Desember lalu tidak dinyana-nyana menjengkelkan penunggu Maha Meru, ialah puncak Gunung Semeru. Pada pukul 14.47 WIB, Semeru yang 'kekenyangan' air asal hujan itu memuntahkannya berupa erupsi lahar panas dan lahar dingin (yang masih panas).  

Berton-ton isi bumi berupa pasir dan batu-batu besar meluncur melalui jalur lahar dingin  terdahulu, memasuki sungai Besuk Kobokan. Sungai berkedalaman 6-7 meter yang memendam pasir  dan batu-batu besar itu segera penuh. 

Aliran awan dingin sekarang harus mencari jalur baru memasuki perkampungan dan pedesaan kecamatan, Candipuro dan Pronojiwo, dan beberapa desa di 6 kecamatan lainnya dikabupaten Lumajang (Jawa Timur). Lokasi mereka dijalur jalan-raya selatan Jawa yang menghubungkan kabupaten Malang dengan Lumajang. 

Sehingga ketika jembatan  (disebut 'Gladak Perak') putus dihantam banjir lahar, putus pula jalur selatan Jawa itu.  Erupsi kali ini lebih besar dibanding erupsi-erupsi sebelumnya.

Tercatat 14 penduduk tewas, 56 luka parah dan ringan (terbanyak luka bakar), beberapa orang masih belum ditemukan, 2950 rumah rusak dan sekitar 1300 orang mengungsi, meski banyak  kembali kedesa masing-masing meski situasi masih berbahaya. 

Belum lagi  kerusakan pada Sekolah Dasar seperti 17 di Candipuro, 22 di Pronojiwo  Desa-desa yang ditimpuk pasir lahar dingin itu benar-benar parah. Salah satu contoh dusun (kampung)  Renteng, Candipuro, ditimpuk pasir tinggi hingga 4 meter dan menenggelamkan rumah-rumah. Tinggal nampak atapnya. Termasuk  bagian atap beberapa truk dan mobil lainnya yang sedang parkir disitu.

Pemerintah dari kabupaten hingga provinsi Jatim dan Pusat serta dari TNI-AD cepat tanggap. Presiden Jokowi meninggalkan kesibukannya di Jakarta/Bogor meninjau lokasi banjir. Demikian juga Menteri Sosial Risma Trismaharani , Panglima TNI Jenderal  Andika Prakoso, kepala BNPB Pusat Suharyanto berada disana. 

Sedangkan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa harus berkantor di Kantor Bupati Lumajang mengkordinir dan mengamati proses tanggap darurat yang dilangsungkan. Tanggap darurat bencana erupsi Semeru itu tidak cukup sebagaimana ditentukan peraturan, yakni sekitar belasan hari. Tetapi menurut Gubernur itu, bisa makan waktu 5-6 bulan!.

Setiap gunung berapi punya ciri sendiri-sendiri. Ada yang memperkirakan, Semeru erupsi setiap dua-tiga tahun sekali. Bagi yang percaya, tiap gunung punya ciri masing-masing, seperti halnya gunung-gunung berapi dipulau Jawa, yakni Tangkuban Parahu (Jabar), Merapi (Jateng), Lawu (Jateng/Jatim), Kelud (Jatim) dan Semeru/Bromo (Jatim). 

Beberapa kalangan umat Hindu mempercayai, bahwa para Dewa mendiami Maha Meru, puncak Semeru. Kemudian baru menyusul Gunung Agung (Bali) dan replica Semeru, Gunung Penanggungan (Jatim). Karenanya, umat Hindu-Bali dan juga Jawa, membangun sebuah Pura di Candipuro untuk lokasi bersemedi disana.

Saya pernah meliput erupsi besar Semeru untuk suratkabar 'Sinar Harapan' (Jakarta; 1986 mati dibredel pemerintahan Suharto) Desember 1977-an ketika untuk pertamakali lahar panas yang mendingin bervolume vulkanik 6,4 juta m3 meluncur sejauh lk. 10 km memasuki sungai Besuk Kembar lalu Besuk Kobokan. 

Sungai-sungai itu dipenuhi pasir lahar dingin, namun menghancurkan desa dimuara sungai itu. Puluhan jiwa melayang. Sebagian terbawa aliran lahar ke Samodera Hindia. 

Karena besarnya bencana tersebut, Presiden Suharto memerlukan meninjaunya lewat Lumajang. Sejak itu Semeru selalu erupsi pada 1978-1989. 

Kemudiannya,  sungai itu dijadikan lahan penambangan pasir yang berkualitas baik. Ratusan truk mondar-mandir dijalan raya antara Lumajang hingga Probolinggo, dan menjadikan jalan itu banyak yang rusak. 

Meskipun beberapa kali terkadang banjir bandang muncul dan beberapa kali ada truk yang hanyut, tetapi tambang pasir itu berjalan terus. Dengan erupsi Semeru sekarang, pasir itu menumpuk memenuhi kedalaman sungai dan meluber ke pedesaan.  Entah darimana penambangan pasir  bakal dimulai lagi. 

Untuk 'menambang' pasir didusun atau desa yang terendam pasir saja barangkali butuh ratusan truk dan waktu berbulan-bulan. Antaralain membebaskan truk penambang yang sedang parkir didusun Renteng dari timbunan pasir setinggi 4 meter. Apalagi kalau menambang lagi disungai yang sudah penuh material lahar.   

Masih perlu dipertanyakan, apakah dusun atau desa yang kini tertimbun pasir lahar dingin itu akan didiami kembali? Sebab, Semeru sudah menemukan jalur baru untuk lahar panas atau dinginnya. Kalau kelak akan erupsi lagi, sudah pasrti akan melewati juga jalur baru itu. Berarti lewat dusun/desa yang kini dijadikan jalur baru laharnya. Yang pasti, Semeru pasti bererupsi lagi.Duh, Sang Maha Meru

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun