Dalam bahasa Jawa ada istilah perbuatan dan sifat orang yang lancung. Yaitu 'plintat-plintut' sifatnya dan 'mencla-mencle' omongannya. Tulisan ini tentang kenyataan siaran acara ramalan cuaca yang disiarkan di media massa (televisi).Â
Satu dengan lainnya isinya bisa saja dianggap mencla-mencle. Sumbernya sama, yakni BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi & Geologi) yang setiap harinya selalu mengeluarkan "Ramalan Cuaca" di seluruh daerah (terutama kota-kota besar yang terdapat kantor BMKG Daerah) di Indonesia.
Setiap hari saya tertarik mengikuti Ramalan Cuaca itu melalui beberapa siaran TV (saya sebut saja: TVRI, MetroTV, CNN Indonesia, TVOne). Setiap pagi hari saya mengamati secara bergantian siaran tersebut, sering menjadi heran, karena isi ramalan cuaca lewat siaran masing-masingnya bisa berbeda secara ekstrim.Â
Salah satunya saya ambilkan contoh pengamatan saya 19 Juni lalu. Maaf kalau identitas medianya saya sebutkan. Itu demi koreksi dan akurasi isi tulisan ini.Â
Untuk antara lain wilayah Jatim khususnya Surabaya, TVRI menyiarkan kondisi cuaca cerah, MetroTV menyatakan cerah-berawan, CNN berawan & hujan-lokal, TVOne menyebutkan cerah-berawan. Kemudian saya cocokkan dengan kondisi realitasnya. Nyatanya seharian penuh cuaranya cerah dan sedikit berawan tipis. Tak ada setetespun air hujan turun dari langit.
Pertanyaannya: apakah BMKG mengeluarkan bermacam ramalan di hari yang sama? Mungkin menerapkan pola "kira-kira begitulah". Namanya saja 'ramalan'.Â
Ramalan bisa tidak harus tepat terjadi. Mbah dukun pun sifatnya meramal. Perkara benar atau tidak terjadi/benar, kan ramalan.Â
Beda antara mbah dukun dengan BMKG. Badan milik pemerintah itu 'meramal' berdasarkan tinjauan ilmiah terhadap kondisi alam dalam lingkup cuaca dan perputaran bumi. Bukan mengarang atau berdasar intuisi pejabatnya.
Kalaulah staf Redaksi media bersangkutan yang bertugas mengutip informasi BMKG yang keliru, kondisi "salah kutip" yang menjadikan "salah ramal" yang disiarkan, mengapa dibiarkan berlarut-larut? Kita memaklumi, masing-masing media massa itu bersaing melalui acara-acara yang disajikan. Sedangkan siaran Ramalan Cuaca itu cuma dianggap demi melengkapi acara saja. Bukan sebagai materi kebutuhan audiens?
Benarkah ramalan-cuaca tak bermanfaat sehingga dijadikan acara sampingan saja? Padahal, kondisi cuaca yang diramal itu menjadi materi penting diketahui dalam profesi sektor pelayaran, sebagian industri pariwisata, sebagian orang yang melakukan perjalanan, atau mereka yang punya hajat dan lain-lain.Â
Meskipun "acara sampingan", tetapi tetap mempunyai fungsi. Sehingga, stasiun tv yang menyiarkannya memberikan ruang-waktu agak panjang dan lengkap sedikit.Â
Sebab, apabila nontoin ramalan-cuaca di TV luar negeri, penyiarnya mampu menguraikan gerakan angin diberbagai benua sehingga kemungkinan muncul hujan, angin kencang, badai dan lain-lain.Â
Sayang, penyiar di TV kita meskipun berpakaian keren, tetapi tak dilengkapi kemampuan menjelaskan fenomena cuaca demikian. Apalagi ada gambaran berlatarbelakang peta negara kita.
Kalaulah mencla-mencle itu akibat salah kutip atau salah penyiarannya, hendaknya redaksi bersangkutan mengingat etika, bahwa dalam pemberitaan, fakta jangan dimanipulasi demi terbawa persaingan antar media. Gaya penyiarannya boleh berbeda, tapi faktanya tetap sama! Kalau perlu keluar biaya awal untuk dekorasi/background. Itulah peran dan konsekuensi perusahaan media massa   Â
BMKG juga perlu "meluaskan diri". Cobalah perhatikan siaran-siaran ramalan cuaca di TV-TV luar negeri (Asia/Eropa: Al.Jazeera, CNA, CNN International, Euronews, France24, DWTV dan lain-lain).Â
Untuk menyiarkan ramalan cuaca di Asia saja, seperti India, Tiongkok, Malaysia, bukan hanya menuliskan ibukotanya, tetapi kota-kota besar lainnya. Indonesia cuma Jakarta dan masuk kelompok benua Australia yang kota-kota besarnya lengkap diramal cuacanya.Â
Orang-orang luar negeri yang belum pernah ke Indonesia tentu berasumsi, kotanya yang besar cuma Jakarta dan tentunya negara ini masuk "negara terbelakang"! Bayangkan, kota Dili (ibukota Timor Leste) disebutkan. Tidak ada nama kota Medan, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Makassar dan lain-lain.Â
Jadi, entah bagaimana caranya BMKG atau Kementerian yang membawahinya berkemampuan berusaha untuk "mengenalkan & berpromosi" guna mengubah sudut pandang lembaga semacam BMKG-nya atau stasiun tv di luar negeri itu. Baru kita bisa bangga dan ngomong "Indonesia Maju"!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H