Sebab, apabila nontoin ramalan-cuaca di TV luar negeri, penyiarnya mampu menguraikan gerakan angin diberbagai benua sehingga kemungkinan muncul hujan, angin kencang, badai dan lain-lain.Â
Sayang, penyiar di TV kita meskipun berpakaian keren, tetapi tak dilengkapi kemampuan menjelaskan fenomena cuaca demikian. Apalagi ada gambaran berlatarbelakang peta negara kita.
Kalaulah mencla-mencle itu akibat salah kutip atau salah penyiarannya, hendaknya redaksi bersangkutan mengingat etika, bahwa dalam pemberitaan, fakta jangan dimanipulasi demi terbawa persaingan antar media. Gaya penyiarannya boleh berbeda, tapi faktanya tetap sama! Kalau perlu keluar biaya awal untuk dekorasi/background. Itulah peran dan konsekuensi perusahaan media massa   Â
BMKG juga perlu "meluaskan diri". Cobalah perhatikan siaran-siaran ramalan cuaca di TV-TV luar negeri (Asia/Eropa: Al.Jazeera, CNA, CNN International, Euronews, France24, DWTV dan lain-lain).Â
Untuk menyiarkan ramalan cuaca di Asia saja, seperti India, Tiongkok, Malaysia, bukan hanya menuliskan ibukotanya, tetapi kota-kota besar lainnya. Indonesia cuma Jakarta dan masuk kelompok benua Australia yang kota-kota besarnya lengkap diramal cuacanya.Â
Orang-orang luar negeri yang belum pernah ke Indonesia tentu berasumsi, kotanya yang besar cuma Jakarta dan tentunya negara ini masuk "negara terbelakang"! Bayangkan, kota Dili (ibukota Timor Leste) disebutkan. Tidak ada nama kota Medan, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Makassar dan lain-lain.Â
Jadi, entah bagaimana caranya BMKG atau Kementerian yang membawahinya berkemampuan berusaha untuk "mengenalkan & berpromosi" guna mengubah sudut pandang lembaga semacam BMKG-nya atau stasiun tv di luar negeri itu. Baru kita bisa bangga dan ngomong "Indonesia Maju"!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H