Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Topik Kedukaan Pasti Berpindah

23 Mei 2020   09:47 Diperbarui: 23 Mei 2020   09:40 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari catatan yang tewas meninggal akibat kecelakaan lalu lintas darat dan laut menjelang sampai dengan usai Idulfitri 1 Syawal 1441 H. Ini biasanya setiap tahunnya tercatat angka-angka tinggi korban meninggal dibanding pada hari-hari biasa. Itu selalu menjadi menu pemberitaan media massa. Tetapi tahun ini angka tertingginya bisa dikalahkan oleh yang meninggal akibat diterjang covid-19. Pemerintah memaklumi, kecelakaan lalulintas tahun ini bakal jauh berkurang. Berbagai larangan mengurangi penyebaran covid-19 termasuk penerapan PSBB diberbagai wilayah dan kota, terutama larangan mudik, menjadi kecelakaan lalulintas sangat berkurang.

Sementara itu, disektor ancaman pandemi covid-19 justru sebaliknya. Keputusan dan himbauan pemerintah didukung antara lain oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dan beberapa daerah, melarang beberapa tindakan guna menghindarkan terjadinya penularan/penyebaran virus covid-19, menjadi kurang efektif karena ternyata tidak dipatuhi oleh banyak masyarakat maupun tokoh-tokoh masyarakat tertentu. 

Seperti ketentuan memakai masker dijalanan, tidak bergerombol dengan berdiri/duduk menjaga-jarak, cuci-tangan, tidak melakukan perjalanan mudik maupun bersilaturahmi secara langsung karena bisa menulari keluarga/kerabat didaerah atau dia yang tertular dan lain-lain, yang juga banyak tidak dipatuhi. 

Malahan sekelompok orang menolak PSBB didaerahnya dan merusak pos pemeriksaan covid-19. Ketua MUI Surabaya ketika ditanya mengenai ijin sholat Idulfitri di Mesjid Al Akhbar kota itu yang semestinya tidak diijinkan Pemda Provinsi Jawa Timur, menyebutkan "ini kan negara Pancasila". Dia tidak paham, covid-19 tidak mengenal dan mungkin tidak takut dengan ancaman demikian, karena bukan pancasilais. Ketika Pemda kemudian menarik ijin sholat berjamaah di masjid tersebut, tak ada reaksinya.    

Ada hal yang mencolok. Ratusan orang-orang asal kepulauan kabupaten Sumenep, Madura, berbondong-bondong mudik ke pedesaan asal mereka yang berada di setengah jumlah 80 pulau yang didiami seperti Kangean, Masalembu, Sepudi, Raas dan beberapa pulau lebih kecil. Mereka berbondong mudik dari daerah lain di Jatim, pulau Bali dan sebagian dari kawasan Malaysia. 

Tak ada yang bisa dan mau mencegah mereka menyeberangi Selat Madura dengan kapal ferry dari Situbondo, perahu-perahu nelayan disepanjang pantai Selat itu di Jatim, ataupun lewat Surabaya menyebrang lewat Jembatan Suramadu  menuju Kalianget (Sumenep) untuk menyeberang.  Orang-orang yang rata-rata keras hati itu tidak mempan dicegah, meskipun tahu larangan pemerintah tersebut demi menghindarkan penyebaran  covid-19. 

Mereka yakin, virus itu tidak berani dekat-dekat mereka. Kecuali ada virus yang bandel seperti mereka! Kalaulah sampai ada yang terpapar covid-19, tidak bisa dibayangkan kalaulah harus berobat ke rumah sakit yang bisa menangani penderita covid-19, sebab dipulaunya masing-masingnya hanya ada Puskesmas. Kalau tak salah, rumah-rumah sakit itu cuma ada dikota-kota besar Madura, seperti Sumenep, Pamekasan, Sampang dan Bangkalan. Seumpama ada penderita yang harus dibawa dari pulau-pulau itu ke daratan Madura, pelayarannya bisa memakan waktu sehari dua-hari atau lebih apabila ombak sedang tidak besar.

Menyedihkan, bahwa ketika banyak warga provinsi Jatim yang bekerja di luar daerah itu dan berturut-turut mudik sampai dengan 22 Mei lalu, provinsi itu dalam dua-tiga hari mencatat 502 penderita baru (Indonesia: 20.162 penderita, 4.838 sembuh, 1.278 meninggal) yang dianggap penyumbang besar jumlah penderitanya! 

Bikin tenaga medik bertambah tertekan, ranjang dirumah sakit penuh, biaya besar harus dikeluarkan pemerintah dan mungkin mencari lahan pemakaman lebih luas. Gubernur Jatim. Khofifah Indar Parawansa (22/5) mendesak antaralain Kemenkes untuk membangun rumah sakit darurat mengingat tingginya jumlah penderita covid-19. Puluhan rumah sakit besar di Jatim tak cukup!

Jadi seumpama didata nanti seusai Idulfitri, peristiwa jumlah kematian antara tanggal 22 hingga 27 Mei 2020 diperbandingkan antara akibat kecelakaan lalulintas (seperti lazimnya setiap tahunnya dan menjadi topik pemberitaan media massa) dengan akibat pandemi tersebut, akan dapat dilihat, mana yang kira-kira lebih banyak. Kiranya angka kedukaan akibat kecelakaan untuk tahun ini bakal dilampaui oleh kematian akibat covid-19. Tragis memang. Sayang karena terbanyak disebabkan mengabaikan slogan WHO "Stay Save, Stay Healthy, Stay at Home".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun