Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyediakan Kantong Virus?

4 Mei 2020   10:53 Diperbarui: 4 Mei 2020   10:59 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ilustrasi rokok Sampoerna (Dokumentasi laporan keuangan PT HM Sampoerna Tbk)

MENYEDIAKAN KANTONG VIRUS?  Sementara pemerintah, para dokter dan tenaga medik lainnya, peneliti/laborant serta penemu inovasi alat kesehatan berkutat untuk mencegah penyebaran dan mematikan covid-19, nampaknya ada pelaksana tugas sendiri yang kurang tanggap terhadap penyebaran virus itu. 

Beberapa hari sebelum Hari Buruh 1 Mei lalu, ketika Surabaya mengawali penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), pada 14 April management pabrik rokok PT HM Sampoerna Tbk di Surabaya melaporkan kepada Dinas Kesehatan Surabaya, 2 karyawannya sakit terinfeksi covid-19. 

Entah karena kesibukan apa menjadikan para pegawai Dinas itu tidak melanjutkan laporan itu ke Gugus Tugas Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur.

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa (1/5) yang terbiasa melakukan gerak cepat sejak menjadi Menteri Sosial (Kabinet Kerja) dulu, mengeluhkan: "Ini agak terlambat responsnya. Tanggal 14 April PTHM Sampoerna sudah lapor ke Dinkes Surabaya." Lalu menghaluskan tuduhannya, Gubernur melanjutkan pendapatnya: "Mungkin informasinya tidak detail. Kalau informasi detail, pasti akan dilakukan quick respons."

Dimana letak kelambatannya?  Gugus itu baru menerima laporan susulan 28 April yang langsung ditanggapi, sementara pabrik itu sudah menutup operasinya sejak 26 April. 

Sejumlah 323 karyawannya ditest, 36 karyawan (terbanyhak perempuan) positif terinfeksi dan 2 orang darinya meninggal, sehingga 34 orang harus dirawat di 2 Rumah Sakit di Surabaya.

Apabila kita renungkan tentang para karyawati yang harus menjalani pengobatan itu dan belum tentu semuanya bisa sembuh, sebagai wanita (terbanyak para ibu rumah tangga), sehari-harinya sangat bergesekan dengan suami, anak-anaknya, kerabat lainnya dirumah dan karena kebiasaan dekat dengan tetangga dalam kehidupan perkampungan sangat padat, juga pasti dengan orang-orang sekeliling kampungnya di kecamatan Rungkut. 

Terbanyak tinggal sebagai penyewa atau mondok diperkampungan sekitar lokasi pabrik di Rungkut Industrial Estate Surabaya. Jadi, kalaulah sipenderita itu bisa menularkan virusnya pada orang-orang sekelilingnya, entah sudah berapa puluh orang jadi korban infeksi itu. 

Dalam  pekerjaan sesama karyawan saling berdempetan, karena terbanyak selaku karyawati mengelinting sigaret kretek sampaipun bagian pengepakan.

Sedangkan produk sigaret kretek yang ditangani mereka dikawatirkan ditempeli virusnya, menurut manager pabrik katanya sudah diisolasi selama lima hari. Entah efektif atau tidak, terserah pihak Gugus Tugas dan konsumennya.

Yang perlu dibicarakan, adalah "mandeknya" informasi dari  management pabrik itu sejak 14 April hingga 28 April di Dinas Kesehatan Pemkot Surabaya. Begitu pula Gugus Tugas kota Surabaya tidak menerima laporan tersebut. 

Tentu ada pertanyaan diarahkan kepada Walikota Surabaya, Tri Rismaharani, yang biasanya sangat reaktif, demonstratif dan  marah-marah. Publik tidak menerima penjelasannya mengenai kinerja Dinas Kesehatan dibawah wewenangnya itu dikarenakan dalam situasi gawat disektor kesehatan dan jiwa manusia ini.

Menurut Gubernur Jatim, yang dilakukan perusahaan itu dapat dibenarkan. Mereka tidak menutup operasionalnya ketika ada yang terinfeksi covid-19, sebab sudah lapor pada Dinas Kesehatan Surabaya. Tidak bereaksi lebih lanjut terhadap infeksi itu karena sudah lapor dan tak ada reaksi. Management tidak ingin merugi menutup pabriknya. 

Namun, ketika gejala-gejala infeksi virus itu nampak meluas menggerayangi karyawannya, maka dilaporkanlah ke Gugus Tugas dan menutup pabriknya pada 26 April. 

Sedangkan para karyawannya,--terbanyak karyawati/buruh harian,-- takut ketahuan terinfeksi covid-19, karena harus berhenti kerja dan tidak akan berpenghasilan. Karenanya,   tudingan bisa saja diarahkan ke Dinkes Surabaya yang semestinya selalu siaga tanggap pandemi. 

Baru kemudian Pemkot Surabaya tidak mau disalahkan. Katanya pihaknya tidak lamban hadapi covid-19. Tentu dicari-cari yang bisa disalahkan, yakni pembuat laporan 14 April itu. Demi bisnis, perusahaan itu tak ingin membantah lalu berpolemik. Tidak ada untungnya. Jadi jelas yang bersalah: covid-19. 

Kelambanan dan membiarkan laporan terinfeksinya karyawan pabrik itu bagaikan "menyediakan kantong virus" didalam tubuh karyawan-karyawati tersebut. Suatu saat bisa meletus covid-19 jenis baru, sementara mungkin virus sekarang sudah mereda! Contohnya, sekarang saja dilaporkan klaster-baru covid-19 sudah menginfeksi 63 karyawan-karyawati itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun