Oktober Yang Sepi
Ama Kewaman*
Aku masih membayangkan, betapa aku terlelap ketika awal September lalu. Aku masih menjadi seperti ini, seperti tahun-tahun sebelumnya. Satu tahun berlalu, belasan tahun berganti dan bahkan sampai duapuluan tahun usiaku yang aku jalani, aku masih menjadi seperti ini. Satu tahun yang lalu, aku ditelan kegelapan yang pekat hingga matahari membuka mataku pada awal oktober ini.Â
Semuanya berlalu tanpa perhentian yang pasti, tanpa pengawasan yang berarti, dan bahkan tanpa kau disisiku, sayang. Seperti tahun-tahun sebelumnya, tak ada yang berubah dari hari istimewahku, tak ada yang baru dalam hidupku. Yang ada hanyalah derita kerinduan yang terus-menerus menghujat diriku.Â
Pada hari ini, aku hanya ingin memperbaiki diri, menata hati, memperbaiki letak leher kemeja dan lengan kemejaku atau sekedar menambal sobekan pada jeans yang selalu kukenakan, agar bibirmu tak mencipta omelan, ibu. Aku melakukan semuanya untuk membuat hatimu senang. Aku ingin membayar semua kesalahanku dan kesibukan hari-hariku di ibu kota ini, yang kadangkala sampai lupa memberi kabar kepadamu atau aku sendiri mulai abai menanyakan kabarmu.Â
Aku tak tahu pasti ibu, apakah engkau sudah pandai memencet tombol hanpone yang kukirimkan kepadamu saat gaji pertama dari pekerjaanku, atau engkau hanya bisa menerima telepon saat hanphonemu berdering. Aku berharap kali ini engkau sudah bisa menggunakan hanphone yang kukirim kemarin.
Tak ada yang lain dari hari-hariku. Semuanya berjalan seperti biasa. Pagi berangkat ke kampus dan malam masuk kerja.Â
Kampus adalah kehidupan dan kantor adalah tempat aku bekerja. Mungkin saat ini teman-temanku begitu semangat bergelut dengan buku, huruf dan mungkin perdebatan yang tak masuk akal, tentang konsep sastra yang selalu membohongi masyarakat atau tentang konsep ketuhanan. Ceramah dosen hari ini membuatku benar-benar bosan. Tak ada yang diterima di kepalaku. Kalau saat ini aku juga semangat dan berdiskusi dengan mereka, aku akan katakana kepada mereka bahwa aku tak percaya tuhan dan aku tak menuruti ceramah dosen yang menuntu semua orang yang tamat dari perguruan tinggi harus mengabdi untuk masyarakat. Politisi yang punya kepentingan untuk rakyat banyak saja tidak peduli. Bagaimana mungkin saya melakukan hal yang demikian ?
Pokonya, aku tak akan terima.