Kerusakan lingkungan menjadi salah satu faktor penting yang harus tetap diperhatikan saat bertani. Pada dasarnya faktor lingkungan sangatlah mempengaruhi terhadap kualitas dan kuantitas suata komoditas pertanian. Pada saat ini banyak oknum-oknum pebisnis yang terjun ke pertanian dan melakukan proses pertanian tanpa memikirkan efek negatifnya terhadap lingkungan sekitar, diantaranya membuka lahan di kawasan hutan atau pemberiaan pupuk pestisida yang tidak sesuai kadarnya, dimana hal tersebut tentu dapat merusak lingkungan. Salah satu kerugian dari kegitan menebang atau membakar hutan untuk membuka lahan pertanian adalah meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca. Peningkatan tersebut akan berdampak pada perubahan iklim yang tidak menentu sehingga sangat merugikan petani kecil khususnya di pedesaaan
Perlu kita ketahui Indonesia adalah negara yang menempati urutan ketiga di dunia sebagai penghasil emisi Gas Rumah Kaca yang sebagian besarnya berasal dari kegiatan penggundulan hutan, degradasi lahan gambut, dan kebakaran hutan. Emisi Gas rumah kaca dari kegiatan pertanian sebagian besar (70%) berasal dari produksi padi, terutama gas methana (CH4) dan nitrogen dioksida (N2O). Emisi GRK akan berdampak terhadap peningkatan suhu di bumi  yang selanjutnya akan berdampak buruk bagi sektor pertanian.[1]
Â
kegiatan pertanian yang potensial menyebabkan kerusakan lahan dan pencemaran lingkungan adalah budidaya pertanian yang tidak mengindahkan aspek-aspek pelestarian sumber daya lahannya, dan penggunaan bahan agrokimia yang melebihi anjuran. Beberapa sumber dan penyebab kerusakan sumberdaya lahan dan pencemaran lingkungan adalah penggunaan bahan-bahan agrokimia dalam kegiatan pertanian, limbah industri dan pertambangan, dan emisi gas rumah kaca.Untuk menanggulangi kerusakan lingkungan telah dilakukan berbagai upaya diantaranya melalui berbagai kegiatan pertanian.
Â
Â
Pupuk dan PestisidaÂ
Â
Bahan-bahan agrokimia terutama pupuk dan pestisida umumnya digunakan secara luas di dalam budidaya pertanian. Pupuk adalah suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara atau nutrisi bagi tanaman untuk menopang tumbuh dan berkembangnya tanaman.[2]
Â
Dikenal dua macam pupuk, yaitu pupuk hara makro dan pupuk hara mikro yang diperlukan tanaman dengan tingkat kebutuhan atau takaran penggunaan yang berbeda-beda tergantung jenis tanah dan tanaman.
Â
kegiatan di bidang pertanian tentunya tidak terlepas dari upaya peningkatan produktivitas sumber daya tanah dan tanaman, diantaranya melalui penggunaan bahan-bahan agrokimia tersebut. Penggunaan pupuk dan pestisida engan takaran tinggi sering kali digunakan para petani sayuran seperti kentang, tomat, cabai, wortel, kubis. Praktek budidaya pertanian seperti ini tentu dapat menyebabkan tercemarnya tanah, air tanah, dan tanaman, bahkan lebih luas lagi yaitu dapat mencemari badan air atau sungai.
Â
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut sebaik-nya dimulai dari pengkajian sumber pencemar seperti pestisida, dan pupuk yang sumber bahan bakunya dapat mengandung unsur-unsur atau senyawa berbahaya. Penggunaan pestisida menyisakan residu yang berbahaya di dalam tanah, air, dan tanaman, terutama pestisida dari golongan senyawa organoklorin. Beberapa sumber pupuk P (fosfat) diketahui mengandung logam berat/B3, yang dapat mencemari tanah, air, dan hasil/produk pertanian. Penggunaan pupuk N pada budidaya kentang ada yang memberikan Urea dalam takaran mencapai 1 t/ha, sehingga dapat menyebabkan pencemaran tanah, dan air, serta badan air/sungai. Penggunaan  kedaua jenis pupuk pupuk dan pestisida seperti ini perlu dihindari atau takarannya tidak melebihi ketentuan umum yang berlaku, atau menggunakan bahan-bahan/sumber lain yang ramah lingkungan sebagai alternatif.
Â
untuk penanggulangan pencemaran akibat penggunaan pupuk nitrogen dapat dilakukan melalui peningkatan efisiensi pemberian pupuk, yaitu pupuk dibenamkan ke lapisan reduksi pemupukan sesuai status hara tanah, penggunaan penghambat nitrifikasi, dan penggunaan varietas tanaman dengan efisiensi nitrogen tinggi. Untuk mengatasi permasalahan residu pestisida di dalam tanah dan tanaman dapat dilakukan dengan cara remediasi (bioremediasi, fito-remediasi), penerapan budidaya pertanian yang baik dan sehat engendalian hama terpadu, penggunaan bioinsektisida, pengendalian residu pestisida secara fisik (pencucian, pemanasan), dan teknologi arang aktif.
Â
Â
Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca
Â
Gas rumah kaca adalah salah satu diantara penyebab kerusakan lingkungan yang sangat diperhatikan oleh dunia. Gas rumah kaca pada dasar bukanlah aspek  pencemar, melainkan gas-gas yang buang  ke lapisan atmosfer. Kegiatan pertanian dapat menimbulkan emisi CO2, CH4, dan N2O, sehingga dalam kondisi suhu yang tinggi, tingkat GRK yang berlebihan di atmosfer dapat menyebabkan efek rumah kaca. Pada awal CO2 di atmosfer masih rendah tetapi seiring perkebangan teknologi maka CO2 atmosfir juga meningkat . Peningkatan  CO2 tersebut disebabkan oleh ketidakseimbangan antara besarnya sumber emisi dan daya merosotnya . Pada dasarnya kita ketahui CO2 digunakan dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat, namun akibat cepatnya perkembangan industri, tingginya pemakaian bahan bakar fosil dan tingkat penebangan hutan menyebabkan emisi CO2 lebih besar dibandingkan kebutuhan tumbuhan dalam proses fotosintesinya.[3]
Â
Dalam hal mengurangi kerusakn lingkugan tentunya adalah memperbanyak tanaman seperti misalnya jika ingin membuka lahan baru , lakukanlah secara bertahap dan mengupayakan untuk menanam lahan kosong terlebih dahulu sebelum menebang hutan untuk lahan lebih luas lagi, karena dengan cara itu akan mengurangi penumukan gas gas di lapisan atmosfir bumi. Selanjutnya sebagai petani tentu kita harus tahu kadar pupuk yang sesaui dan mengusahakan untuk menggunakan pupuk N lambat urai atau yang dilapisi sulfur dan sesuai dengan kebutuhan tanaman, penggunaan pupuk kandang pada kondisi tanah aerob, dan penggunaan varietas padi yang mempunyai sistem perakaran jarang. Untuk petani tentu diharapkan lebih condong menggunakan pupuk kandang selain menghemat biaya maka sekaligus kita berusaha memperbaiki lingkungan .
Â
Â
Kesimpulan
Â
Dalam proses agribisnis tentu sangat banyak faktor yang mempengaruhi lingkungan kita, walaupun pada dasarnya yang merusak lingkungan adalah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan hanya memperkirakan keuntungan. Tetapi jika lingkungan kita rusak maka bukan saja petani besar yang terkena dampaknya melainkan juga petani kecil khususnya petani yang masih tergantung kepada musim, dikarenakan musim yang sudah tidak stabil tentu akan merugikan petani kecil tadi, petani akan sulit menentukan waktu akan memulai bercocok tanam agar tidak terjadi gagal panen. Untuk itu penulis menyajikan upaya yang dapat dilakukan petani langsung dalam hal menaggulangi kerusakan lingkungan, mulai dari yang berkaitan dengan pupuk,  pestisida dan juga tidak kalah penting kita sebagai petani  juga dapat mengurangi gas rumah kaca yang pada dasarnya adalah penyebab tidak menentunya iklim.
Â
Selain itu penulis berharap ,pemerintah dapat mempeketat aturan-aturan atau izin dalam proses membuka lahan baru serta meminimalisasi pengalihan lahan pertanian di daerah-daerah pedesaan. Dengan adanya aturan yang jelas tentu para petani besar  yang ingin membuka lahan baru  harus menerima beban atas menghilangkan tanaman atau tumbuhan-tumbuhan yang menjadi alat mengilangkan CO2 . Maka para insvestor juga tidak akan sembarangan dalam menebang hutan jika sudah diterapkan aturan yang  jelas. Serta petani kecil diharapkan mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sekarang ini untuk mengurangi kegagalan pada saat musim panen tiba. Dengan langkah kecil yang dialkukan petani dan pemerintah buka tidak mungkin akan berdampak baik untuk lingkungan yang lebih baik, khususnya bagi petani. Dengan lingkungan dan iklim yang stabil mngkin saja kita bisa berjaya lagi di bidang pertanian dengan ragam komoditas yang kita miliki saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H