Perilaku pengguna jalan juga semakin memperparah tingkat kemacetan seperti tidak disiplinnya pengguna jalan dalam berlalulintas. Tak hanya itu, sebagian besar fungsi jalan juga banyak digunakan untuk kepentingan yang tidak sesuai peruntukannya. Jalan dijadikan area parkir, dijadikan tempat dagang/ pasar tumpah/kaki lima dan “terminal bayangan” angkutan umum. Kondisi drainase yang buruk juga ikut berkontribusi terhadap potensi kemacetan. Luapan banjir dari sungai dan saluran air, menyebabkan tersendatnya laju kendaraan di jalan serta menurunkan kualitas jalan.
Berbagai solusi ditawarkan, namun tidak satupun berjalan efektif untuk mengatasinya, karena solusi yang ditawarkan cenderung terpilah-pilah (parsial), tidak sistematis, dan tidak kontinyu. Harus mereformulasi secara fundamental kebijakan dan strategi pembangunan transportasi yang selama ini terlalu bersifat sektoral. Semua pemangku kepentingan harus saling koordinasi intensif dalam menangani persoalan traffic management dan penegakan hukum dalam rangka mengembalikan fungsi dan kapasitas badan jalan.
Perencanaan terpadu dalam penyediaan prasarana transportasi multi-moda menjadi kebutuhan mutlak, dimana implementasinya lebih penting dibandingkan sekedar rencana yang komprehensif dan sophisticated. Pembagian peran (role-sharing) dan beban (load-sharing) antar-moda (misal antara jalan raya dan jalan KA khususnya untuk angkutan barang/heavy loaded vehicle) harus diciptakan, agar prasarana jalan tidak menanggung eksternalitas akibat kemacetan yang luar biasa.
Untuk itu, KemenPUPR perlu sinergi dengan Kementerian Perhubungan, Kementerian Agraria & Tata Ruang, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta Pemerintah Kabupaten/Kota di Kawasan Jabodetabek dalam menuntaskan Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) dan turunan kebijakan transportasi lainnya.
Tidak ada solusi lain selain bahwa instrumen penataan ruang harus digunakan sebagai pendekatan perencanaan pembangunan dalam penataan kembali kawasan megapolitan Jabodetabek ke depan, termasuk dalam upaya serius mengatasi kemacetan di Jakarta dan sekitarnya ini.
Masalah kemacetan di Jakarta dan sekitarnya bukan hanya masalah transportasi semata. Upaya penanganan kemacetan di Jakarta dan sekitarnya harus bersifat menyeluruh, berdimensi jangka panjang dan bersifat sustainable dan harus memperoleh dukungan politik dan finansial yang memadai dari Pemerintah dan DPR. 9)
“Sampah, banjir dan macet harus diatasi dengan mendidik perilaku, keteladanan dan membangun kesadaran bersama,” pungkas Ari.
Semoga saja, ulasan ini dapat menggugah kesadaran kita untuk turut aktif mewujudkan kota tinggal kita sebagai Kota yang Layak Untuk Semua. Bravo Balitbang PUPR!
AMAD SUDARSIH