Konsep penanganan banjir dari balitbang PUPR. (Foto: Amad S)
Indonesia dalam kaitannya dengan isu Habitat, mencanangkan target universal akses atau dikenal dengan istilah 100-0-100 pada tahun 2019. Ini berarti diharapkan 100% penduduk terlayani akses air bersih, 0% jumlah kawasan permukiman kumuh dan 100% cakupan sanitasi layak.
Menghadapi ancaman terhadap sanitasi di wilayah-wilayah rawan banjir, KemenPUPR telah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi, antara lain pembangunan fisik seperti waduk, bendungan, situ dan embung, juga dilakukan melalui non-fisik dengan penerapan teknologi/software sistem telemetri. Telemetri merupakan sistem peringatan dini (flood early warning system) untuk menginformasikan akan timbulnya kejadian seperti bencana terutama banjir.
Sistem Telemeteri ini sudah diterapkan untuk memantau sungai-sungai yang rawan meluap/ menyebabkan banjir di Jakarta dengan mengkombinasikan pemakaian radar pemantau awan milik BPPT di Serpong yang bisa memantau keberadaan awan dalam radius 100 kilometer. Dengan mengetahui posisi awan itu, bisa diperkirakan lokasi hujan turun berikut intensitasnya. Data itu dikalibrasi dengan sistem telematri pemantauan muka air sungai di Bendung Katulampa, Bogor. Harapannya dengan informasi ini dapat segera diambil langkah antisipasi atau langkah-langkah yang diperlukan untuk meminimalkan bencana secara cepat dan tepat. 8)
“Buang sampah rumah tangga seenaknya ke sungai juga berkontribusi menjadi penyebab banjir. Jadi harus ada kesadaran warga untuk tidak membuang sampah ke sungai,” imbuh Ari.
Solusi Inovasi Atasi Macet
Solusi teknologi terus dikembangkan Balitbang PUPR untuk mengatasi kemacetan. (Foto: Amad S)
KemenPUPR sebagai pembina urusan jalan merupakan salah satu pihak yang menjadi sasaran komplain masyarakat yang bertubi-tubi tentang persoalan kemacetan. Fakta ini dapat dipahami mengingat saat ini 90% angkutan penumpang maupun barang bertumpu pada jaringan jalan yang ada. Tidak dapat dipungkiri bahwa jalan sejauh ini merupakan harapan terbesar masyarakat ibukota, daerah sekitarnya, bahkan nasional, untuk mendukung kegiatan sosial ekonominya.
Macet, inilah penyakit kronis yang menjangkiti kota-kota besar seperti Jakarta. Peningkatan laju pertambahan jalan (termasuk jalan tol) di Jabodetabek adalah 1% per tahun, tidak sebanding dengan laju pertambahan kendaraan yang mencapai 11% per tahun. Volume yang tidak sebanding antara jumlah kendaraan dan panjang jalan menyebabkan kemacetan yang parah pada jam-jam puncak. Parahnya lagi kondisi transportasi umum masih karut-marut dan semakin menjamurnya pengguna kendaraan pribadi baik roda empat maupun roda dua.