Kondisi yang terjadi sudah pasti, pada jam-jam tersebut penumpang berebut untuk bisa terangkut. Yang terjadi, situasi di dalam KRL menjadi kurang atau bahkan meningkat statusnya menjadi tidak nyaman. Berdesakan, terdorong, terjepit, berdiri dari awal naik sampai turun, mandi keringat, pengap, pingsan, rawan kejahatan seperti pencopetan, pelecehan seksual dan lainnya…intinya menjadi tak nyaman. Lagi-lagi emosi pun mudah meletup karena (maaf) stress dengan kondisi yang tak nyaman tersebut. Sesama penumpang bisa saling berantem, adu mulut gara-gara sepele, misal tak sengaja keinjak kakinya, tak sengaja kesenggol kepalanya, tak terima didorong masuk/keluar/kegencet, dll.
Lantas, salahkan operator KRL dalam hal ini KAI/KCJ? Salahkah penumpang juga? Saya tak mau menyalahkan. Semua pasti ada solusinya yang bisa membuat transportasi publik berbasis rel ini nyaman, aman, lancar dan terkendali (mancarli). Saya yakin, saya tahu operator KRL pun terus berbenah untuk meningkatkan pelayanan. Hanya saja ada yang yang musti ditangani lintas sektoral sehingga butuh waktu lama. Misal penggantian sistem persinyalan di lintas X atau prasarana perkeretaapian yang merupakan ranah tanggung jawab Pemerintah/regulator dalam hal ini DJKA (Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan). Sudahkan masuk di program prioritas tahun ini atau belum?
Bila itu terkait sarana KRL-nya berarti tanggung jawab Operator sebagai penyelenggara sarana. Misal KRL mogok/gangguan teknis, bagaimana solusi secepatnya, bagaimana sistem perawatannya, bagaimana kesiapan KRL cadangannya dan kesigapan mengatasinya. Apakah Operator tidak memikirkan hal ini? Saya yakin semua sudah dipikirkan dan diprogramkan dan dilakukan. Mungkin kita tidak tahu dan tak mau tahu. Tapi kita bisa merasakan apakah ada perubahan (lambat ataupun cepat) yang dilakukan operator maupun regulator.
Saya rasa banyak kemajuan yang bisa dirasakan manfaatnya dengan hadirnya KRL Commuter Line. Pembenahan stasiun, penerapan e-ticketing, sterilisasi stasiun dan penambahan jumlah sarana KRL setiap tahun merupakan beberapa upaya "jungkir-balik" agar KRL Commuter Line bisa lebih manusiawi sebagai transportasi publik di Jabodetabek. Memang masih belum sempurna dan kesempurnaan itu, saya yakin akan terus dilengkapi seiring kebutuhan dan juga dukungan semua pihak.
Saya justru kuatir kalau desakan agar KRL manusiawi benar-benar ditindaklanjuti dengan kebijakan semisal pembatasan penumpang KRL sesuai kapasitas seperti yang diberlakukan di KA Lokal dan KA jarak jauh. Misal semua penumpang KRL tidak ada yang berdiri (100% duduk). Pasti bakalan gaduh dan demo besar-besaran karena akan banyak yang tidak terangkut. Yang repot kita juga kan sebagai pengguna KRL????
Sebagai penutup tulisan ini, saya mohon maaf bila ada kata dalam tulisan saya yang kurang berkenan. Tidak ada maksud menyinggung/menyudutkan siapapun. Kita berharap dan kita sama-sama support agar operasional KRL Commuter Line terus lebih baik lagi dan lebih baik lagi pelayanannya.
Salam Cliker!
AMAD S
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H