Mohon tunggu...
Amad Sudarsih
Amad Sudarsih Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pengurus CLICK (Commuter Line Community of Kompasiana), Ketua RailSafer (Indonesian Railway Safety Care), Inisiator KOMPAK (Komunitas Pecinta Kereta Api), 2006-2015 fokus sbg jurnalis perkeretaapian, tiap hari naik KRL, tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

BPJS Kesehatan Harus Tetap Eksis Layani JKN

31 Juli 2015   22:34 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:38 964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

M. Ikhsan (Kepala Grup Bagian Komunikasi & Hubungan Antar Lembaga Kantor Pusat BPJS Kesehatan). (Foto: Amad S)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) merupakan badan resmi yang ditunjuk Pemerintah untuk melaksanakan amanat Undang-Undang dalam menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Landasan Hukumnya yaitu : Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam pengelolaannya, BPJS Kesehatan berpedoman pada tata kelola yang baik antara lain : Pedoman Umum Good Governance BPJS Kesehatan, Board Manual BPJS Kesehatan,dan Kode Etik BPJS Kesehatan.

“Kami bekerja sesuai regulasi yang ditetapkan Pemerintah,” jelas M. Ikhsan (Kepala Grup Bagian Komunikasi & Hubungan Antar Lembaga Kantor Pusat BPJS Kesehatan) dalam acara Kompasiana Nangkring “Setahun Bersama BPJS Kesehatan” di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Kamis (30/7/2015).

Dalam acara yang dimoderatori Mas Nurulloh (Content & Community Editor Kompasiana) tersebut, Ikhsan juga mengklarifikasi pemberitaan tentang fatwa MUI terhadap BPJS Kesehatan.

“Sekali lagi kami tegaskan tidak ada kata-kata haram dalam fatwanya. Hanya ada dua rekomendasi. Satu, agar pemerintah membuat standar minimum atau taraf hidup layak dalam kerangka Jaminan Kesehatan yang berlaku bagi setiap penduduk negeri sebagai wujud pelayanan publik sebagai modal dasar bagi terciptanya suasana kondusif di masyarakat tanpa melihat latar belakangnya; dan rekomendasi kedua agar pemerintah membentuk aturan, sistem, dan memformat modus operandi BPJS Kesehatan agar sesuai dengan prinsip syariah,” tandasnya.

Tokh demikian, lanjut Ikhsan, BPJS Kesehatan akan melakukan audiensi dengan MUI untuk membahas dua rekomendasi tersebut. (Baca http://nasional.kompas.com/read/2015/07/30/08583361/BPJS.Tak.Ada.Kata-kata.Haram.dalam.Fatwa.MUI)

Sejarah singkat BPJS Kesehatan

Layanan peserta di salahsatu Kantor BPJS Kesehatan. (Foto: Info BPJS Kesehatan)

Penyelenggara JKN oleh BPJS Kesehatan tentu bukan sembarang tunjuk. Berikut sejarah awal terbentuknya badan penyelenggara asuransi kesehatan nasional dari semasa bernama BPDPK hingga BPJS Kesehatan.

  • 1968 - Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai cikal-bakal Asuransi Kesehatan Nasional.
  • 1984 - Untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan agar dapat dikelola secara profesional, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil,Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.
  • 1991 - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum Husada Bhakti ditambah dengan Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya. Disamping itu, perusahaan diijinkan memperluas jangkauan kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.
  • 1992 - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.
  • 2005 - PT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM/ASKESKIN). Dasar Penyelenggaraan : UUD 1945; UU No. 23/1992 tentang Kesehatan; UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN); Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005,
  • 2014 - Mulai tanggal 1 Januari 2014, PT Askes Indonesia (Persero) berubah nama menjadi BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang no. 24 tahun 2011 tentang BPJS.

Menilik dari sejarahnya, usia BPJS Kesehatan sudah menginjak 47 tahun dan memasuki tahun ke-2 diamanahi kepercayaan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program JKN, mewujudkan mimpi mencapai kondisi universal health coverage atau cakupan semesta.

Amanat yang dipikul BPJS Kesehatan untuk memuluskan implementasi Jaminan Kesehatan Nasioal (JKN) memang berat. Sebagai masyarakat awam, kalau mau kalkulasi, dengan iuran yang hanya puluhan ribu rupiah perorang namun BPJS Kesehatan harus menanggung biaya klaim dari seluruh peserta JKN.

Tapi karena ini amanat Undang-Undang maka beban berat harus dipikul bersama yaitu oleh Pemerintah sebagai regulator, BPJS Kesehatan sebagai badan penyelenggara dan keikutsertaan seluruh masyarakat Indonesia untuk sama-sama bergotong royong. Apalagi sesuai roadmap-nya, paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia (tua-muda, kaya-miskin, kota-desa) sekitar 257,5 juta jiwa memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya melalui layanan kesehatan yang bermutu, rasional dan efisien.

“Tantangan yang melekat dalam pelayanan publik di bidang kesehatan, yaitu pertama, ekspektasi publik yang tidak pernah turun. Kedua, resources bidang kesehatan selalu tidak match antara supply dan demand, serta ketiga, alokasi biaya (budget alocation) yang terbatas,” jelas Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris.

 Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris. (Foto: Info BPJS Kesehatan)

Untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, sampai Januari 2015 jumlahnya 18.644 fasilitas kesehatan (faskes). Terdiri dari Puskesmas (9.799), Dokter praktek perorangan (4.059), Klinik Pratama (2.485), Faskes TNI/Polri (1.322), RSUD Pratama (8) dan Dokter gigi praktek mandiri (971).

Sedangkan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) yang bermitra dengan BPJS Kesehatan per Januari 2015 mencapai 1.727 faskes. Meliputi RS pemerintah (585), RS khusus (162), RS Jiwa (34), RS swasta (686), RS TNI (102), RS BUMN (44), RS Polri (40) dan klinik utama (74). Dengan faskes penunjang 2.368 Faskes terdiri dari Apotek (1.521) dan Optikal (847).

Capaian 1,5 Tahun

BPJS Kesehatan dalam capaian tahun 2014 beroperasi telah mampu meraih penilaian baik dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). UKP4 memberi nilai hijau BPJS Kesehatan atas kinerja di tahun 2014. Lima hal capaian BPJS Kesehatan yang dinilai UKP4, yaitu: jumlah peserta, revisi PP No.101 Tahun 2012, membayar klaim tepat waktu (N-1), sosialisasi dan penanganan keluhan.

“UKP4 memberikan nilai hijau atas evaluasi terhadap kinerja BPJS Kesehatan. Ini berarti sebagian besar dari apa yang ditargetkan telah tercapai di atas 100%,” ujar Ikhsan.

Lima hal yang jadi indikator dalam evaluasi UKP4. Pertama, jumlah peserta. Target peserta tahun 2014 yaitu 121,6 juta orang dan akhir tahun 2014 peserta BPJS Kesehatan mencapai 133,4 juta orang (109,72%). Tahun 2015, jumlah peserta ditargetkan sampai 168,6 juta orang.

Kedua, selesainya draft revisi PP No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI) tepat waktu dan sesuai dengan kewenangan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan telah mengusulkan perubahan PP No.101 Tahun 2012 kepada Menteri Sosial lewat surat tertanggal 30 April 2014 dan 16 Juni 2014. Kemudian, Kemensos mengajukan izin prakarsa kepada Presiden lewat surat tertanggal 10 September 2014. Mengingat pergantian pemerintahan, BPJS Kesehatan juga telah mengirimkan surat tertanggal 19 Desember 2014 kepada Menteri Sosial yang baru. Dengan begitu maka berdasarkan batas kewenangan BPJS Kesehatan atas revisi PP No.101 Tahun 2012, UKP4 menilai realisasi sampai triwulan IV tahun 2014 mencapai 100 %.

Ketiga, BPJS Kesehatan telah menyelesaikan pembayaran klaim terhadap Faskes (Fasilitas Kesehatan). Setelah tagihan diterima lengkap, BPJS Kesehatan harus sudah membayar tagihan tersebut paling lambat 15 hari sejak tagihan diterima. Walaupun per 31 Desember 2014 masih ada RS yang belum mengajukan klaim, itu karena manajemen RS mengalami kendala, bukan keterlambatan yang disebabkan BPJS Kesehatan.

Keempat, lewat survei yang dilakukan Sucofindo, dihasilkan tingkat awareness masyarakat terhadap program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan sebesar 95 % dari target 65 %.

Kelima, selesainya penanganan keluhan atas pengaduan peserta dengan rasio 100 % dari pengaduan yang diterima. Peserta menyampaikan keluhannya lewat berbagai cara diantaranya

datang langsung ke kantor BPJS Kesehatan terdekat, lewat telepon atau hotline service dan secara tertulis lewat surat, email, sms atau media.

Sampai triwulan IV tahun 2014, jumlah keluhan yang diterima BPJS Kesehatan mencapai 104.427 keluhan. Seluruh keluhan sudah diselesaikan atau mencapai 100 % dengan rata-rata waktu penyelesaian keluhan selama 1,5 hari.

Dari 104.427 keluhan, rinciannya yaitu keluhan terhadap pelayanan administrasi (70.678 keluhan), pelayanan medis (13.953 keluhan), pelayanan non medis (7.182 keluhan) dan biaya diluar ketentuan (6.774 keluhan). Selain penanganan keluhan, BPJS Kesehatan juga menangani pelayanan terkait permintaan informasi yang jumlahnya mencapai 1.059.104 permintaan. Materi informasi yang diminta peserta meliputi pelayanan administrasi (889.490 permintaan), pelayanan medis (84.010 permintaan), pelayanan non medis (38.593 permintaan), biaya di luar ketentuan (23.254 permintaan) dan pelayanan obat (23.757 permintaan).

Selain dari UKP4, BPJS Kesehatan juga meraih penghargaan berupa Gold Champion dalam acara Indonesia WOW Brand 2015 untuk kategori Asuransi Kesehatan yang diselenggarakan MarkPlus Insight dan majalah Marketeers.

Tri Sukses BPJS Kesehatan Tahun 2015

Meskipun banyak capaian yang diraih di tahun 2014 , Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, menilai kinerja BPJS Kesehatan harus terus meningkat dan dibutuhkan strategi untuk menghadapi tantangan sekaligus mendorong keberhasilan fokus BPJS Kesehatan 2015 yang dirumuskan dalam “Tri Sukses BPJS Kesehatan Tahun 2015”.

“Penting untuk memperkuat pemahaman dan menerapkan tiga pilar utama dalam menyelenggarakan asuransi sosial” tanda Fachmi Idris.

Tri Sukses BPJS Kesehatan Tahun 2015, papar Fachmi, meliputi: Pertama, revenue collection (pengumpulan pendapatan), fungsinya memastikan ketersediaan sumber dana pelayanan kesehatan. Caranya, bisa dilakukan dengan memungut, mengumpulkan dan menagih iuran. Mengelola dan mengembangkan dana jaminan sosial (DJS). Tak kalah penting dalam mengumpulkan iuran yaitu melakukan pengawasan dan pemeriksaan kepatuhan. Selanjutnya, mengenakan sanksi administratif dan melaporkan ketidakpatuhan.

Kedua, risk pooling (pengumpulan resiko), tujuannya memastikan adanya subsidi silang antar peserta. Itu dapat dilaksanakan dengan melakukan dan menerima pendaftaran peserta dan memberikan nomor identitas tunggal. Dibutuhkan pula pengawasan dan pemeriksaan kepatuhan serta pengenaan sanksi administratif dan melaporkan ketidakpatuhan.

Ketiga, purchasing (pembelian), untuk memastikan tersedianya pola dan besaran pembayaran bagi Faskes. Langkah yang ditempuh yakni membayar manfaat dan membuat kesepakatan dengan Faskes. Membuat atau menghentikan kontrak dengan Faskes. Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program. Memberikan manfaat kepada seluruh peserta dan membentuk cadangan teknis sesuai standar praktik aktuaria.

 

Sangat Besar Manfaatnya

Siapapun pasti ingin selalu sehat. Namun manakala jatuh sakit, semua ingin bisa berobat sampai sembuh dan memiliki dana berobat yang cukup. Dengan mengikuti asuransi sosial BPJS Kesehatan, banyak masyarakat termasuk saya yang telah merasakan manfaatnya. Seperti yang dirasakan Keluarga Asep Ruswiadi (Peserta BPJS Kesehatan dari Kabupaten Tangerang-Banten). Dengan membayar iuran per bulan Rp 26 ribu untuk layanan kelas tiga, anaknya yang membutuhkan biaya Rp 40 juta untuk berobat setiap bulannya, tercover oleh BPJS Kesehatan.

“Setelah ikut BPJS Kesehatan, saya sangat terbantu sekali untuk mengobati anak saya yang terkena Hemofilia,” tutur Asep saat acara Kompasiana Nangkring “Setahun bersama BPJS Kesehatan”.

Pak Asep Ruswiadi, menuturkan manfaat yang dirasakan sebagai Peserta BPJS Kesehatan.

Antisipasi Mismatch Dalam Rasio Klaim

Dengan besaran iuran yang kecil dibanding nilai manfaat yang diterima peserta, BPJS Kesehatan mengaku sejauh ini adanya mismatch dalam rasio klaim memang belum sampai mengancam sustainability program JKN dan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan di tahun 2014 telah membayar klaim sampai Rp 42,656 Triliun sedangkan total premi yang dikelola hanya Rp 42,063 Triliun. Walau begitu BPJS Kesehatan telah memprediksi hal-hal tersebut termasuk angka rasio klaim.

Semua telah diantisipasi dengan penyiapan dana cadangan Rp 5,6 Triliun yang diambil dari pengalihan aset PT Askes (Persero) dan untuk 2015, BPJS Kesehatan telah mendapatkan suntikan dana tambahan dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 5 Triliun dari Pemerintah.

Program JKN adalah amanat dari UUD 1945. Sedangkan BPJS Kesehatan adalah lembaga yang secara mandatory ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola JKN. Jadi mustahil Pemerintah akan membiarkan BPJS Kesehatan bangkrut. Negara pasti ingin agar BPJS Kesehatan bisa terus hidup sehingga publik mendapat garansi untuk mengakses fasilitas layanan kesehatan.

“Mustahil Negara biarkan BPJS Kesehatan bangkrut,” kata Chazali H Situmorang, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sebagaimana dimuat di Tabloid Info BPJS Kesehatan Edisi 17 Tahun 2015.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melaksanakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan prinsip gotong royong yang direalisasi melalui iuran pesertanya. Gotong royong artinya, peserta yang sehat membantu peserta yang sakit, peserta yang mampu membantu yang tidak mampu, dan peserta yang muda membantu peserta yang tua. Sehingga terjadi subsidi silang antarpeserta BPJS Kesehatan. Semakin banyak iuran premi yang disetor akan memperlancar pelaksanaan program JKN. Oleh karena itu, cakupan kepesertaan diharapkan segera tercapai.

Menjadi peserta BPJS Kesehatan sifatnya wajib yang sudah diatur dalam Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011. Pada 1 Januari 2015 seharusnya seluruh badan usaha sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan, sedangan bagi perorangan ditargetkan pada 1 Januari 2019 seluruhnya menjadi peserta BPJS Kesehatan.

 

Sudahkah Anda menjadi Peserta JKN BPJS Kesehatan?

 

Referensi:

- http://bpjs-kesehatan.go.id

- https://id.wikipedia.org/wiki/BPJS_Kesehatan

- Info BPJS Kesehatan Edisi 15 Tahun 2014

- Info BPJS Kesehatan Edisi 16, 17, 22, 23 Tahun 2015

AMAD SUDARSIH

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun