Meskipun kurang begitu bergaung di media, namun Freeport Indonesia telah menggelontorkan dana melalui Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme & Kamoro (LPMAK) untuk meningkatkan derajat kesehatan, pendidikan dan ekonomi masyarakat lokal di Papua. Tak hanya itu, dalam hal ketenagakerjaan, masyarakat asli Papua juga berkesempatan bekerja di Freeport dan beberapa telah menempati jabatan sesuai kinerjanya.
Filantropi Indonesia Festival (FIFest) 2018 yang berlangsung 15-17 November 2018 di JCC Senayan Jakarta merupakan event pameran dan forum filantropi (kedermawanan sosial) yang digelar oleh Filantropi Indonesia untuk menggambarkan dan mengeksplorasi keragaman, perkembangan dan kemajuan sektor filantropi.
Pada FIFest tahun ini, saya berkesempatan mampir ke booth PT Freeport Indonesia (PTFI), perusahaan tambang terbesar yang eksplorasinya di Papua untuk mengetahui kontribusi filantropi untuk masyarakat lokal di sana.
Sebagai gambaran, PTFI merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan yang melakukan bidang usaha pertambangan dari mulai menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
Kompleks tambang di Grasberg merupakan salah satu penghasil tunggal tembaga dan emas terbesar di dunia. PTFI telah mengekplorasi tambang di Papua sejak di tandatanganinya Kontrak Karya Freeport yang pertama oleh Pemerintah Indonesia pada 5 April 1967. Konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak inilah yang selanjutnya dipasarkan ke seluruh penjuru dunia.
Dalam hal ketenagakerjaan, dari data per 31 Desember 2017, PTFI menyerap tenaga kerja sebanyak 28.100 pekerja yang langsung PTFI dan kontraktor.
Terdiri pekerja langsung PTFI sebanyak 7.031 orang dengan komposisi 4.002 orang Non Papua (56,92%), 2.893 orang Asli Papua (41,15%), dan 136 orang Asing (1,93%). Seluruh pekerja juga diikutsertakan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional dari BPJS Kesehatan, program Jaminan Hari Tua dan jaminan Pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan dengan potensi kontribusi ke negara sebesar Rp 46 miliar per tahun.
Sejak tahun 1996, PT FI juga berkomitmen untuk melipatgandakan jumlah karyawan asli Papua yang memegang posisi manajemen strategis. Data akhir tahun 2017, sudah ada 6 pegawai asli Papua yang menjabat posisi Vice President, dan 54 pegawai asli Papua yang menjadi manajer & Karyawan Level Senior.
Tak hanya itu, untuk membimbing sarjana baru Papua untuk lebih siap bekerja di perusahaan, dibuka juga kesempatan untuk mengikuti Papuan Bridge Program (PBP) berdurasi 3 bulan yang telah dimulai sejak 2012, dan Program MBA SBM-ITB (School of Business and Management-Institut Teknologi Bandung) yang telah menghasilkan 113 alumnus dan 50 siswa yang sedang mengikuti program angkatan 2015-2017.
Sejak tahun 1996, PT Freeport Indonesia telah berkomitmen untuk menyisihkan sebagian dari pendapatannya untuk kepentingan masyarakat lokal melalui Dana Pengembangan Masyarakat.
Dana tersebut disalurkan melalui Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK). LPMAK merupakan organisasi nirlaba yang terdiri dari tiga badan utama (Badan Musyawarah, Badan Pengurus dan Tim Sekretariat Eksekutif) beranggotakan wakil-wakil pemerintah lokal, para tokoh Papua, pemimpin lokal masyarakat Amungme dan Kamoro, dan PT Freeport Indonesia.
LPMAK dengan pendampingan dari Freeport melaksanakan program pengembangan masyarakat asli Mimika yaitu Suku Amungme dan Kamoro serta lima suku kekerabatannya yaitu Dani, Damal, Moni, Mee dan Nduga yang berkelanjutan di Kabupaten Mimika, Papua.
Program pengembangan masyarakat yang dilaksanakan mencakup bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi dan infrastruktur. Total dana pengembangan masyarakat yang dialokasikan oleh PTFI sejak 1992-2017 mencapai US$ 1,56 miliar.
Kehadiran rumah sakit dan klinik tersebut telah dirasakan manfaatnya bagi masyarakat setempat dengan 70% penurunan kasus malaria dalam kurun 2011-2014 dan 91% dalam pengobatan TB dan juga penanganan pasien HIV.
Bersama LPMAK, Freeport membangun juga Klinik Terapung menggunakan kapal yang bisa beroperasi ke sejumlah titik yang dapat terjangkau kapal serta menyediakan Dokter Terbang. Dokter terbang ini disiagakan untuk menangani pasien yang memerlukan pertolongan dengan mengirimkan dokter dan tim medis menggunakan helikopter.
Untuk bidang pendidikan, dana kemitraan dialokasikan untuk beasiswa, membangun dan mengelola asrama, operasional pendidikan dan membangun Balai Latihan Kerja (BLK) Nemangkawi.
Melalui Institut Pertambangan Nemangkawi yang didirikan, Freeport juga telah menghasilkan lebih dari 2.928 lulusan, yang sebagian besarnya telah bekerja di perusahaan dan kontraktornya. Institut Pertambangan Nemangkawi menerima 91% siswa asli Papua dengan membuka 20 jenis keterampilan.
AMAD S
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H