Akhir-akhir dunia kita sarat akan ajakan atau gerakan keagamaan untuk hijrah. Muncul kemudian pelbagai pro dan kontra atas gerakan hijrah tersebut. Khalayak berdebat apakah hijrah yang ramai ditawarkan itu sungguh-sungguh mendekatkan kita pada Allah atau hanya sekadar tren yang sedang happening.
Kita juga resah pada beberapa jenis "hijrah" yang membuat orang jadi nggak ramah. Untunglah dari sebuah pesantren kecil di Garut, Jawa Barat, muncul gerakan hijrah alternatif yang tak hanya mendekatkan kita pada Allah, tapi juga pada lingkungan dan sesama ciptaan Allah. Gerakan itu ialah hijrah ekologis.
Sekitar 110 peserta dari pelbagai latar belakang mengikuti Jambore Kebangsaan pada Sabtu-Minggu, 14-15 September 2019 lalu yang diselenggarakan Pesantren Ekologi Ath Thaariq Garut bersama beberapa lembaga lintas agama dan bidang, di antaranya Serikat Jesus (kelompok pastor Katolik), HKBP (Protestan) dan ALAM JABAR (organisasi mahasiswa).
Tema acara yang diusung adalah "Menjaga Ekologi Indonesia dan Kemanusiaan". Selain mengikuti diskusi panel bersama narasumber dari pelbagai agama dan ilmu, para peserta diajak menimba inspirasi dari model pengelolaan Pesantren Ath Thaariq. Pesantren tersebut nggak hanya mengajarkan ilmu agama tetapi juga mencintai lingkungan hidup melalui praktik.
Tapi emangnya ada ya hubungan antara agama dan ekologi? Pertanyaan ini dibahas oleh Kyai Ibang Lukmanurdin, pemimpin Pesantren Ath Thaariq dalam salah satu sesi diskusi. Ekologi dan agama adalah dua hal yang tak terpisahkan. Tanpa ekologi, agama nggak bisa berjalan.Â
Dia menjelaskan bahwa hampir seluruh aktivitas keagamaan membutuhkan bahan yang diperoleh dari lingkungan. Dalam agama Islam, misalnya, wudhu harus pakai air, dan kalau nggak ada, baru pakai tanah. Tapi bagaimana kalau suatu saat air dan tanah nggak ada lagi karena rusak? Kita nggak bisa lagi beribadah dan memuji Allah.
Agama sendiri sesungguhnya menganjurkan pemeluknya untuk melestarikan lingkungan. Hanya saja, orang sering salah menafsirkan bahwa agama dan ekologi tidak ada hubungannya.Â
Orang juga kerapkali salah menafsirkan bahwa agama menganjurkan manusia menjadi penguasa yang berhak mengeksploitasi alam sebesar-besarnya tanpa bertanggung jawab. Padahal tugas manusia adalah menjadi khalifah (pengelola, penjaga, pemelihara) bagi alam ciptaan Allah.
Dari Kedaulatan Pangan Sampai Menjaga Keanekaragaman
Harus diakui Pesantren Ath Thaariq memang inspiratif dengan segala keunikannya. Pertama, mereka memperjuangkan kedaulatan pangan. Mereka yakin bahwa jika Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, bangsa ini akan mandiri dan berdikari. Keyakinan itu dipraktikkan dengan menanami sawah milik pesantren dengan tanaman pangan untuk mereka konsumsi sendiri.