Disusun Oleh: Amabella Charita (08181005)
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam, baik sumber daya alam tidak dapat diperbaharui (seperti minyak bumi, gas, bahan tambang, dan lainnya), maupun sumber daya alam yang dapat diperbaharui (seperti keanekaraman tumbuhan dan hewan).
Indonesia juga kaya akan ekosistem pesisirnya dengan panjang garis pantai sekitar 95.181, menurut data dari World Resources Institute. Pesisir didefinisikan sebagai wilayah pertemuan antara darat dan laut. Berdasarkan paparan dari Kusumastanto (2006), lingkungan pesisir memiliki keunikan dan keunggulan sumber daya alam (seperti mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan eustaria) serta adanya keterkaitan hubungan antara manusia dengan sumber daya wilayah pesisir. Istilah ekosistem menurut Tansley (1935) adalah sistem ekologis yang didalamnya terdapat struktur dan fungsi. Salah satu ekosistem pesisir adalah ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem pesisir dengan keanekaragaman hayati yang khas di daerah tropis. Menurut Mapstone (1990), terumbu karang adalah ekosistem yang sangat menonjol yaitu produktivitas dengan berbagai jenis biota yang tinggi.
Taman nasional adalah kawasan yang mempunyai ekosistem asli, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, penunjang budidawa, pariwisata, dan rekreasi (Kosmaryandi, 2012). Taman Nasional Laut Wakatobi merupakan salah satu taman nasional yang terletak di Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara.
Nama Wakatobi merupakan gabungan dari beberapa nama pulau, yaitu Pulau Wangi-Wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia, dan Pulau Binongko. Luas area taman ini adalah 1,39 juta Ha (Keputusan Menteri Kehutanan No. 393/KPTS-VI/1996) dengan kondisi terumbu karang yang sangat indah.
Keanekaragaman terumbu karang ini disebabkan karena letaknya yang berada di segitiga karang dunia (World Coral Triangle Center), sehingga berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 393/KPTS-VI/1996 ditetapkan sebagai Taman Nasional.
Terdapat 25 gugusan terumbu karang dengan 112 jenis yang terletak pada sepanjang 600 km garis pantai. Beberapa diantaranya adalah Acropora formosa, Pavona cactus, Leptoseris yabei, Merulina ampliata, Stylophora pistillata, dan Sinularia spp, dan lainnya.
Selain itu, terdapat beberapa spesies yang dilindungi dalam taman tersebut, seperti penyu sisik, penyu hijau, lumba-lumba, ikan napolean, dan ikan lola. Di perairan ini juga memiliki 93 jenis ikan hias yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti peackock grouper, spotted rabbitfish, ikan napoleon dan lain-lain.
Berdasarkan gambar 3.1 tersebut, terdapat pembagian zonasi Taman Nasional Wakatobi menjadi beberapa segmen, yaitu zona inti seluas 1.300 Ha, zona perlindungan bahari seluas 36.450 Ha, zona pariwisata seluas 6.180 Ha, zona pemanfaatan lokal seluas 804.000 Ha , zona pemanfaatan umum seluas 495.700 Ha, dan zona daratan/khusus seluas 46.370 Ha. Taman Nasional Wakatobi didominasi oleh zona pemanfaatan lokal, yang terdiri dari daerah pemijahan ikan.
Taman Nasional Wakatobi memiliki potensi yang sangat besar, selain untuk wisata karena terumbu karangnya yang indah tetapi juga menjadi tempat yang cocok untuk budidaya ikan, rumput laut kering, dan wisata bahari.
Berdasarkan data daro Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi, terdiri dari perikanan tangkap sebanyak 18.855 ton per tahun, rumput laut kering sebanyak 2.506 ton per tahun, 5.000 kerang mutiara per tahun, dan budidaya ikan kerpu, lobster, dan kuwe sebanyak 73,16 ton per tahun.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi rusaknya ekosistem terumbu karang adalah pengambilan karang untuk pembuatan bahan bangunan, pengambilan karang untuk hiasan, penangkapan ikan, pembangunan di pesisir, perubahan iklim, dan kegiatan pariwisata yaitu kontak fisik wisatawan dengan terumbu karang seperti: menginjak, menendang, memegang, dan juga mengambil biota laut. (Kolish, 2013).
Permasalahan atau ancaman terhadap kawasan Taman Nasional Wakatobi adalah kerusakan terumbu karang (sumber dari: WWF) akibat perubahan temperatur air laut yang dramatis, penangkapan ikan secara tidak ramah lingkungan, seperti menggunakan bom dan racun.
Ancaman lainnya menurut sumber dari penelitian Nugraha (2017), menyatakan bahwa kondisi eksisting Taman Nasional Laut Wakatobi telah terjadi penambangan pasir laut hal ini dikarenakan adanya salah satu bahan bangunan pokok di pesisir Wakatobi, yaitu pasir. Di mana sumber pasir menjadi bahan baku pembuatan batako yang sebagian besar didapatkan dari para penambang pasir di sekitar Pulau Wangi-Wangi yang pasir laut.
Kegiatan penambangan pasir ini sebenarnya dilarang dan tertera pada Peraturan Undang-Undang No. 1 Tahun 2014, tetapi kondisi eksistingnya malah menjadi salah satu sumber PAD Riau dan diekspor ke Singapura (Anwar, 2013).
Dampak ini juga berakibat pada produksi rajungan yang menurun secara signifikan di daerah tersebut. Isu lain dari pencemaran ekosistem pesisir ini adalah masalah sampah dimana dilansir dari Kompas.com, terdapat 1,7 ton sampah plastik di sekitar paus yang mati terdampar.
Adapun beberapa saran dari penulis terkait permasalahan lingkungan pada ekosistem Taman Nasional Wakatobi agar terciptanya kelestarian komponen ekosistem yang ada.
Pertama, memberikan penataan ruang pesisir dalam kebijakan pemerintah, meningkatkan kualitas lingkungan pesisir dengan pendayagunaan dan pengendalian, melakukan konservasi dalam bentuk perlindungan ekosistem pesisir.
Adapun beberapa strategi untuk mengakomodir potensi dan permasalahan yang ada adalah diperlukan adanya dukungan dan kesadaran antar seluruh stakeholders dalam pengelolaan ekosistem pesisir tersebut untuk mempertahankan keberlangsungannya agar dapat mengembangkan potensi yang ada, diperlukan adanya ketegasan kebijakan pemerintah sebagai upaya preventif dalam mencegah timbulnya permasalahan dan menjaga kelestarial lingkungan pesisir.
Referensi:
Andi, S. 2012. Ringkasan Lokasi Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III. Wakatobi
Anwar. 2013. Dampak Penambangan Pasir Laut dari Sudut Pandang Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan. Jurnal Ilmiah
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi
Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Data Kawasan Konservasi http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/basisdata-kawasan-konservasi/details/1/12 diakses pada tanggal 20 Maret 2020
https://www.atobasahona.com/2017/01/pengertian-terumbu-karang-menurut-para-ahli.html diakses pada tanggal 21 Maret 2020
https://terumbukarang.kompas.id/baca/2017/12/06/potensi-perikanan-di-wakatobi-masih-menjanjikan/ diakses pada tanggal 23 Maret 2020
https://www.wwf.or.id/program/wilayah_kerja_kami/sulawesi__nusa_tenggara___papua/konservasi_terpadu_di_wakatobi_/ diakses pada tanggal 23 Maret 2020
Keputusan Menteri Kehutanan No. 393/KPTS-VI/1996
Kusumastanto. 2006. Ekonomi Kelautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Kosmaryandi. 2012. Pengembangan Zonasi Taman Nasional: Sintesis Kepentingan Konservasi Keanekaragaman Hayat. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Nugraha. 2017. Penambangan Pasir Laut dan Ancaman Terhadap Kondisi Pesisir Taman Nasional Laut Wakatobi. Madura: Universitas Trunojoyo Madura
Peraturan Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Tansley, A. 1935. The use and abuse of vegetational concepts and terms
World Resources Institute
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H